13. The Strangest Adventure is Begin
"Mrs. Green? Sungguh?" tanya Livia pada Theo dengan nada tak percaya.
Keduanya sedang berada di luar gedung kandang, dengan tiga ekor kuda yang sudah dipilih untuk menjadi hewan tunggangan mengapit di setiap sisi. Sementara itu Gabe sedang di dalam gedung, menunjukkan pada Mrs. Green letak persediaan pakan kuda---sekaligus mengajari sosok wanita lanjut usia itu kiat-kiat mengurus kuda secara singkat.
Sebelah alis Theo terangkat. "Mrs. Green orang yang pas untuk diberi tugas menjaga peternakan selama kita pergi. Beliau sudah menjadi tetangga peternakan sejak lama, penyayang hewan juga. Para kuda sudah tak asing dengannya. Dia mampu."
"Tapi ... dia sudah tua. Kau tak khawatir sedikit pun?" Kerutan samar muncul di kening Livia.
"Dia tak setua itu," elak Theo lemah. Sepengetahuannya Mrs. Green baru berusia lima puluh tahun pada bulan kemarin, dan wanita itu cukup bugar untuk seusianya. Setiap pagi di akhir pekan Mrs. Green selalu joging mengelilingi kawasan peternakan, menyapa ia dan Gabe serta para kuda setiap lewat.
Namun, Theo juga bisa memaklumi kecemasan Livia. Menurut penuturan James Conroy tadi, warga yang mati berjatuhan kebanyakan adalah lansia dengan rentang umur di atas lima puluh tahun. Mrs. Green memenuhi kualifikasi tersebut.
Meski enggan, Theo jadi membayangkan skenario terburuk yang bisa terjadi sekembalinya mereka ke peternakan di malam hari: menemukan mayat Mrs. Green terbujur kaku di dalam gedung kandang sementara para kuda menyaksikannya dengan ratapan gelisah.
"Aku yakin kita tak perlu mengkhawatirkan apa-apa, Liv," ucap Theo, kini dengan kata-kata itu berusaha meyakinkannya sendiri. "Kita pergi takkan terlalu lama, dan Mrs. Green di sini tak perlu melakukan banyak hal yang merepotkan. Dia hanya bertugas mengawasi, memastikan semaunya ... baik-baik saja di sini. Dan kau tau? Jika kau---" Theo menghentikan ucapannya ketika melihat Gabe dan Mrs. Green melangkah keluar dari gedung.
"Aku percayakan peternakan ini selama beberapa jam padamu," ucap Gabe seraya berjalan menghampiri dua rekannya, jempol tangan kanannya teracung sebagai tanda bahwa semuanya berjalan lancar.
Mrs. Green---wanita kaukasian berpostur pendek dan rambut putih sebahu---melambaikan tangan meyakinkan tak ada yang perlu dikhawatirkan, sekaligus mengucapkan harapan agar perjalanan kami lancar. Setelahnya ia berbalik kembali memasuki gedung.
Gabe menepuk tubuh kuda jantan berwarna cokelat terang yang akan dinaikinya---kuda tersebut dinamai Greg. "Ayo, kita pergi. Kalian sudah siap?"
Tak ada yang perlu disiapkan sesungguhnya. Livia mau pun Theo tak merasa perlu pulang dahulu untuk membawa perbekalan, segala hal yang diperlukan dalam perjalanan ada dalam tas ransel yang kini tersampir di punggung Gabe; berupa makanan, beberapa botol air minum dan obat-obatan untuk berjaga-jaga.
"Aku siap," sahut Theo, menaiki kudanya yang berwarna hitam bernama Dakota.
Sedangkan Livia malah terdiam di tempat, raut wajahnya ragu-ragu. "Tak ada perbekalan tertentu yang kita lupa seharusnya bawa, kan?"
"Aku yakin tidak ada." Gabe mengamati Livia lekat-lekat. "Aku bisa merasakan keraguanmu untuk pergi. Liv, aku dan Theo, tidak ada di antara kami yang memaksamu untuk ikut. Jika kau sungkan pergi, kami takkan mempermasalahkannya. Kau boleh menunggu di sini menemani Mrs. Green di dalam sana."
Kontan manik mata hijau milik Livia berotasi. "Duh. Aku hanya ingin memastikan tidak ada perbekalan yang lupa kita bawa. Bukan ragu untuk pergi. Kalian berdua terlalu meremehkan keberanianku, dan itu mulai membuatku sebal. Ayo kita pergi sekarang."
Gadis itu lalu menaiki Bilbo, sang kuda jantan termuda di peternakan River Creek. Theo sebenarnya kaget juga bahwa kuda itu mau diajak keluar, padahal di antara semua kuda, Bilbo-lah yang menunjukkan tanda-tanda gelisah paling kentara. Percaya atau tidak, justru Bilbo terkesan mengajukan diri saat pemilihan kuda tadi, menggedor jeruji kayu kandang dengan hidungnya, dan mendengking bersemangat saat Livia mendatanginya mengajak si kuda ke luar.
Sementara untuk pemilihan Greg dan Dakota, itu murni diputuskan karena kedua kuda inilah yang pembawaannya paling tenang dan sigap---bahkan terkesan antusias diajak pergi. Barangkali merasa bosan terkurung di kandang seharian. Siapa yang dapat menyangka bahwa kuda punya jiwa petualang juga?
Melihat kekesalan Livia membuat Gabe dan Theo saling bertukar pandangan dan menyengir. Sebenernya tidak akan masalah jika yang pergi hanya mereka berdua, tapi dengan ikutnya Livia ... hal tersebut akan membuat situasi menjadi lebih menarik.
Kemudian Gabe bergerak menaiki kuda, tali kekangnya ia lilitkan ke pergelangan tangan dan dicengkram kuat-kuat. Theo dan Livia melakukan hal serupa. Bekerja sebagai pengurus ternak kuda jelas membuat ketiganya menguasai ilmu menunggang kuda dengan baik.
Gabe dan Greg memimpin di depan selagi kedua rekan beserta kudanya mengapit di tiap sisi. Lewat isyarat gerakan tangan dan tarikan tali, para kuda berderap ke luar gerbang peternakan, mengelilingi pagar dan akhirnya sampai di kaki bukit hitam legam.
Ribuan hektare tanah lapang di luar sana diisi oleh misteri, menanti siapa saja yang berani menemukannya. Perlahan tapi pasti, Theo, Gabe dan Livia menyongsong apa yang ada di luar sana dengan mantap.
°°°
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top