16

Kening Lynn berkerut ketika ia menerima sebuah bingkisan dari manager hotel. Ia yakin tidak ada yang tahu bahwa ia menginap di hotel itu, lalu siapa yang telah mengirimkan bingkisan padanya.

Lynn membuka kotak bingkisan itu, dan sebuah surat berada di dalam sana di atas sebuah gaun yang tampak indah.

Tangan Lynn meraihnya lalu kemudian membuka surat itu. Di sana ada sebuah tulisan yang mengatakan bahwa Lynn harus mengenakan gaun itu ketika makan malam.

Lynn tidak perlu menebak lebih jauh, ia tahu siapa yang mengirimkan bingkisan itu untuknya.

Akhirnya Lynn menerima apa yang dikirimkan oleh Noah untuknya.

Lynn bukan seseorang yang akan menerima pemberian orang lain begitu saja. Dan ia juga bukan orang yang akan dengan mudah mengikuti kata-kata orang lain, tapi karena Noah mengatakan ia harus memakai gaun itu sebagai bagian dari balas budi, ia tidak bisa menolak.

Lynn menghubungi ayahnya. Ia harus memberitahu ayahnya bahwa malam ini ia akan melewatkan makan malam di kediaman Archerio.

"Malam ini aku tidak bisa makan malam di sana, aku memiliki urusan penting." Lynn tidak berbohong pada ayahnya, membalas budi merupakan sebuah hal yang penting baginya.

"Terserah kau."

"Kalau begitu aku tutup panggilannya. Selamat siang, Dad." Lynn memutuskan panggilan itu tanpa menunggu jawaban dari ayahnya. Ia tahu pria itu tidak akan pernah membalas sapaan darinya.

Ibu Lynn keluar dari kamar Lynn setelah melihat cucunya terlelap. Tatapannya kini teralih ke pada bingkisan di meja. Dari posisinya ia bisa mengintip sendikit isi dari kotak itam dengan pita berwarna merah itu.

"Kau mendapatkan bingkisan?" tanya ibu Lynn.

Lynn meletakan ponselnya di meja. "Ya, Bu. Hanya dari seorang kenalan."

"Seperti isinya sebuah gaun." Ibu Lynn bekerja di pembuatan gaun selama bertahun-tahun jadi ia bisa menebak dengan mudah.

"Malam ini aku akan makan malam di luar. Aku akan merepotkan Ibu lagi dengan meminta tolong menjaga Ry untukku."

"Itu bukan masalah bagi ibu, Lynn. Kau bisa pergi."

"Terima kasih, Ibu."

"Sama-sama, Lynn."

Lynn sudah berada di dalam taksi, malam ini ia menggunakan gaun berwarna keemasan yang tampak sangat cocok dengannya.

Otak Lynn kembali memikirkan ucapan dari ibunya, bahwa gaun yang Lynn kenakan saat ini merupakan gaun buatan tangan seorang perancang dari Italia. Gaun itu sendiri memiliki harga yang mahal karena terbuat dari bahan yang memiliki kualitas baik.

Lynn terbiasa dengan barang-barang mahal, tapi kali ini ia merasa tidak nyaman mengenakan gaun pemberian dari Noah. Ia tahu Noah selalu memiliki maksud tersembunyi padanya.

Tanpa ia sadari, taksi yang ia tumpangi telah membawanya ke sebuah restoran di mana hanya orang-orang kaya yang bisa datang mengunjunginya.

Tempat itu tampak sangat sepi, hanya ada sebuah mobil mewah di parkiran khusus untuk pelanggan. Lynn tidak begitu memikirkannya, ia keluar dari taksi dan masuk ke dalam restoran.

"Nona Lynn?" tanya seorang wanita dengan seragam rapi.

"Iya, benar," jawab Lynn.

"Tuan Noah sudah menunggu Anda, mari saya antarkan ke ruangan yang sudah dipesan oleh Tuan Noah."

"Terima kasih." Lynn membalas sopan. Ia mengikuti wanita tadi dari belakang.

"Silahkan masuk, Nona." Wanita berseragam rapi tadi membukakan pintu untuk Lynn.

Lagi-lagi Lynn mengucapkan terima kasih. Ia segera masuk ke dalam ruangan. Dentingan suara piano menyapa pendengarannya, matanya segera tertarik ke satu arah.

Di sudut ruangan ada Noah yang saat ini tengah memainkan piano. Pria dengan setelan jas berwarna hitam itu tampak sangat menikmati permainan pianonya. Ia seperti tidak menyadari keberadaan Lynn di sana.

Lynn terpaku, pandangannya kini menyempit seolah hanya ada Noah yang bersinar terang di depannya. Alunan lagu yang Noah mainkan menghipnotisnya. Ketika musik selesai ia merasa kehilangan. Ia segera tersadar karena rasa tidak puas yang ia alami.

Noah memiringkan wajahnya. "Kau sudah datang." Ia berdiri dari tempat duduknya dan melangkah ke arah Lynn dengan tatapan memuja. Saat ini Noah seperti sedang melihat seorang dewi. Entah bagaimana ia melukiskan keindahan Lynn saat ini, mungkin bulan yang bersinar terang akan redup jika disandingkan dengan Lynn.

Kin Noah sudah berhadapan dengan Lynn. "Kau sangat cantik malam ini." Ia memuji Lynn sembari tersenyum menawan.

Lynn merasa tidak nyaman dengan tatapan Noah. Selama ini pria itu selalu menatapnya dingin dan menyebalkan, tapi kali ini tatapan itu tampak berbeda ditambah dengan lengkungan di bibir Noah.

Dada Lynn mulai berdetak lebih cepat dari biasanya. Entah apa yang salah dengannya saat ini.

"Aku suka kau mengenakan gaun yang aku berikan. Kau dan gaun itu sangat sempurna." Noah bersuara lagi.

"Saya tidak datang ke sini untuk mendengarkan ucapan manis dari mulut Anda." Lynn mencoba membentengi dirinya sendiri agar tidak termakan ucapan manis Noah.

Noah tertawa kecil, jenis tawa yang dahulu pernah ia lihat ketika Noah tengah bersama dengan teman-temannya. Sebuah tawa yang bisa membuat wanita tidak mampu mengalihkan pandangannya, termasuk dirinya saat ini.

Lynn tidak pernah tertarik pada Noah sejak pertama kali ia melihat Noah di sekolahnya, tapi meski begitu ia tidak pernah bisa menolak mengakui bahwa setiap kali Noah berada di jangkauan pandangannya, ia akan menatap pria itu untuk beberapa saat.

Keberadaan Noah selalu menjadi pusat perhatian, ditambah dengan tiga teman Noah yang sama tidak biasanya dengan Noah. Tidak sulit bagi Lynn untuk menemukan keberadaan pria yang selalu dikelilingi oleh siswi di sekolahnya itu.

"Padahal aku menyukai mulut manismu, Lynn. Itu terasa seperti wine, memabukan." Noah mengangkat tangannya, mencoba untuk menyentuh bibir Lynn, tapi Lynn segera melangkah mundur.

"Saya datang hanya untuk makan malam dengan Anda. Jangan melewati batasan Anda." Lynn memperingati Noah.

"Baiklah, jangan menatapku tajam seperti itu. Kau seperti ingin membelah tubuhku." Noah tidak ingin merusak acara makan malam ini lebih awal. Ia memiliki banyak waktu yang bisa ia gunakan untuk menyentuh bibir Lynn atau merasakan bibir wanita itu.

Noah bergerak ke meja berbentuk bulat yang suda dilapisi dengan kain putih. Di atas sana terdapat botol wine dan dua cangkir yang masih kosong.

Tangan Noah meraih kursi, ia menariknya lalu berkata pada Lynn. "Sampai kapan kau akan berdiri di sana?"

Lynn melangkah ke arah kursi yang lain. Ia duduk di sana dan mengabaikan kebaikan hati Noah.

Noah hanya tersenyum kecil, ia duduk di tempat yang sudah ia siapkan untuk Lynn tadi.

"Pelayan!" Ia memanggil pelayan.

Pelayan segera masuk dengan membawa menu makanan di tangannya.

"Apa yang ingin kau makan?" tanya Noah.

"Apa saja selain masakan laut."

"Kau alergi makanan laut?" tanya Noah.

"Ya."

"Baiklah." Noah memesan makanan lain. Ia memesan menu andalan malam ini sebagai menu utama, lalu ia memesan makanan pembuka dan makanan penutup.

Pelayan pergi setelahnya. Ruangan itu menjadi sunyi lagi.

Ponsel Noah berdering. Ia meraih ponsel itu dari sakunya. Sebuah panggilan masuk dari Shirley tertera di layar benda canggih miliknya itu.

Noah memilih untuk mengabaikan panggilan Shirley kemudian mengubah panggilan ponselnya menjadi senyap. Ia tidak ingin wanita itu mengganggu makan malamnya dengan Lynn.

Selama menunggu hidangan datang, Noah hanya memandangi Lynn tanpa mengatakan apapun. Andai saja waktu bisa dihentikan, ia akan menghentikan waktu agar bisa berdua saja dengan Lynn selamanya.

"Bisakah Anda berhenti menatapku seperti itu?" seru Lynn yang mulai terganggu.

"Aku tidak bisa mengontrol mataku, Lynn. Sepertinya semua anggota tubuhku menyukaimu." Noah mengatakan sesuatu yang membuat Lynn merasa kesal. Pria itu memperlakukannya seperti seorang wanita murahan.

"Jika Anda hanya akan terus mengatakan omong kosong seperti itu maka saya akan pergi."

"Kau benar-benar pemarah." Alih-alih tersinggung, Noah malah tersenyum. Pria ini tampaknya sangat suka membuat Lynn marah padanya.

Noah tidak bicara lagi sampai hidangan datang. Setelah pelayan masuk bersama makanan pembuka, Noah dan Lynn memakan makanan mereka. Sesekali Noah melirik Lynn, membuat Lynn terus merasa tidak nyaman dengan tatapan Noah.

Usai makanan pembuka, kini mereka menyantap hidangan utama, lalu ditutup dengan hidangan penutup dan segelas wine.

Lynn tidak ingin berada di dalam ruangan itu lebih lama lagi. "Hutang saya sudah lunas sekarang. Saya pergi." Lynn berdiri dari tempat duduknya.

Ia melangkah, tapi tangannya segera ditarik oleh Noah yang masih duduk di tempat duduknya.

Noah berdiri. Ia bergerak sedikit hingga ia berhadapan dengan Lynn. "Aku belum mengizinkanmu pergi, Lynn." Ia mulai menunjukan sisi dominan nya.

"Saya tidak memerlukan izin dari siapapun untuk pergi, Tuan Noah. Lepaskan tangan saya."

Sayangnya Noah tidak melakukan apa yang Lynn inginkan. Ia malah menarik Lynn hingga dada Lynn menabrak dada bidangnya, lalu kemudian Noah mencium bibir Lynn. Melumatnya rakus seperti tiada hari esok.

Lynn mencoba mendorong Noah, ia benar-benar marah sekarang, tapi Noah tidak melepaskannya. Pria itu terus saja menciumnya.

Lynn nyaris kehabisan napas jika saja Noah tidak melepaskannya. Tangannya sudah gemetar, dan segera melayang ke wajah Noah.

"Ini adalah terakhir kalinya Anda melakukan tindakan seperti ini pada saya. Jika Anda pikir saya wanita murahan yang bisa Anda sentuh setiap kali Anda ingin maka Anda salah, saya sama sekali tidak tertarik dengan Anda! Jadilah laki-laki terhormat yang setia pada pasangan Anda!" Lynn bicara dengan tubuh yang masih gemetar karena kemarahan yang ia rasakan sampai saat ini. Setelah itu ia membalik tubuhnya dan pergi begitu saja.

Noah tidak mengejar, ia hanya memegangi pipinya yang terasa sakit. Namun, hatinya jauh lebih sakit lagi, benarkah Lynn tidak akan pernah tertarik padanya?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top