TEMAN

"Aku mencuri darimu." Katanya saat senja pada hari bersalju kiamat. Dia duduk gelisah, sementara telunjuknya tak henti mengetuk-ngetuk kusen jendela di belakangnya, alhasil partikel kecil keemasan berterbangan ke segala arah.

"Aku tahu." Aku menjawab. Sudah sejak sebulan lalu aku tak mampu menemukan amunisi cadangan yang sengaja kusimpan untuk saat-saat genting. "Kenapa?"

Ritme ketukan jarinya bertambah kencang. "Seseorang lebih membutuhkannya daripada kita." Gumamnya, melirik pada tas gembung di sudut ruangan. Tas milikku. Penuh berisi perlengkapan pertahanan diri.

"Kita teman sekamar." Kataku tajam mengindikasikan kecaman.

Matanya dengan gugup memperhatikan senapan panjang yang aku pegang. Dia tahu betul apa yang bisa aku lakukan dengan benda ini. Tahu tapi dia sendiri pura-pura aku bakal memberinya belas kasihan yang tak pantas dia dapatkan.

"Kulakukan demi kita." Dia mencoba taktik lain.

Demi nyawanya sendiri. "Lalu?"

"Kita bisa melewati gerbang selatan. Tanpa dikepung bandit, kanibal atau makhluk-makhluk celaka itu."

"Maksudmu Raptor." Geramku, dia berjengit ketika aku menyebut nama untuk orang hilang kewarasan yang sekujur tubuhnya berbercak merah pecah-pecah, berbilur-bilur ungu-biru oleh urat yang menonjol, gigi gemelutuk--bahkan ketika kejadian itu sudah seminggu lalu lamanya aku masih bisa mencium bau busuk daging sejelas tali sepatuku sendiri. "Setelah gerbang selatan lalu apa? Aku tetap saja membutuhkan amunisi itu. Kau pikir karena siapa kau bisa berdiri di seberangku saat ini?"

Aku berdiri, menggunakan popor senapan sebagai tumpuan. Dengan langkah pelan terorganisir aku menghampirinya. Ritme ketukan jari itu sudah lama hening. "Tiketnya." Tagihku, menekan tulang rusuknya dengan moncong senapan.

Tanpa kata, setengah hati dia mengeluarkan selebaran kertas kuning kucel padaku. Seperti yang aku duga tiket ini hanya untuk satu kargo. Satu orang. Simpanan amunisi berhargaku lenyap gara-gara kertas begini.

"Terima kasih." Ucapanku spontan membuatnya memucat. Dia tentu teringat akan perjanjian teman sekamar yang telah kami sepakati.

Terima kasih adalah ungkapan perpisahan.

Sekaligus vonis mati.[]

Final Match: 300 Words
Blackpandora_Club

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top