L IN IER

Seperti bulan yang mengelilingi planet, aku sudah tak ingat kapan tepatnya pengelihatanku ternodai warna biru yang beriak-riak, atau bagaimana bisa ada begitu banyak makhluk hidup bersisik yang silih berganti menggelitik kulit ku. Yang aku tahu pasti hanyalah bahwa aku memang sudah ada di tempat ini sedari lama. Bahwa memang itulah kodratku.

Terbujur kaku di antara karang. Menunggu kemustahilan, menunggu seseorang melihat keberadaanku, menunggu kegelapan merangkul aku sepenuhnya.

Namun penantianku berubah menjadi harapan kosong seiring perubahan bentuk karang, arah hiu menerkam dan pembengkakan tubuh.

Lalu kemudian pertanyaan itu beriak ke permukaan, meronta-ronta meminta penjelasan.

Siapa yang sudah membuatku seperti ini?

Penyu yang lambat nan baik hati mengirimkan jawaban melalui matanya yang bagai cermin.

Tangan-tangan sekeras batu karang menekan punggungku, membiarkan pijakanku oleng dan perspektifku jungkir balik. Laut bersorak saat aku jatuh ke pelukannya. Aku berkecipak, sekuat tenaga berupaya lepas dari rayuan laut. Dengan menyedihkan memohon-mohon pengampunan kepada mereka yang memperhatikan--mata-mata merah--tanpa adanya rasa penyesalan, seakan-akan mereka sudah mengguratkan skenario itu di luar kepala mereka. Tanpa sepengetahuan siapa-siapa.

Seperti hujan. Kilasan itu akan menderas mengisi setiap rongga tubuhku. Seseorang tersulut, berkobar sepanas inti matahari, ketika dia membuka mulutnya yang meleleh aku bersumpah bisa merasakan teriakannya yeng getir menggores tubuhku yang biru bengkak, mengikisku perlahan, sedikit demi sedikit.

Saat itu aku kira aku bakal mati.

Tapi aku masih di tempat yang sama. Bertemankan batu karang, tarian ikan dan mata besar kura-kura.

Hanya saja aku sendiri tak yakin soal pembunuhanku sendiri sebab ingatanku sekabur air laut yang menahanku.

Mengapa aku dilempar dari geladak itu?[]

Final Match: 260 Words
Blackpandora_Club

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top