Impression - 2


"Terus Lo ditolongin sama siapa, Sya?" tanya Devi penasaran akibat cerita dari Natasya.

Ya, gadis itu memang menceritakan kejadian kemarin. Saat dimana, Natasya digoda oleh ketiga cowok anak SMA lain, lalu ditolong oleh seorang pria yang katanya satu sekolah dengannya.

Free class di kelas 12-IPA 1 membuat beberapa murid menghabiskan waktu mereka untuk tidur, membaca novel, belajar, dan bahkan ada yang bernyanyi dan juga streaming YouTube.

Natasya yang biasanya menghabiskan waktunya untuk mengerjakan soal-soal persiapan ujian, kini memilih untuk bercerita dengan Devi soal kejadian kemarin yang menimpanya.

"Dia bilang sih katanya dia sekolah di sini," jawab Natasya.

Dahi Devi berkerut, "Lo tau namanya?"

Manik mata milik Natasya melihat ke atas, gadis itu mencoba untuk mengingat-ngingat nama cowok kemarin yang menolongnya.

"Kalau gak salah nih, ya, namanya itu Kevin."

Jawaban yang diucapkan Natasya mampu membuat Devi terlonjak kaget. Cewek itu membulatkan matanya tak percaya.

"Lo serius? Kevin? Kevin William?" tanya Devi antusias.

Natasya mengangguk ragu, "Iya. Kemarin dia bilang namanya itu,"

"Lo tau Kevin, gak?"

"Tau. Orang yang kemarin tolongin gue,"

Devi berdecak pelan, "Maksud gue bukan itu," balas Devi sedikit kesal. "Lo gak tau, ya, kalau Kevin ketua basket di sini?"

"Nggak tau," balas Natasya polos.

"Yaelah, Sya, makanya kerjaan Lo jangan belajar terus,"

"Suka-suka gue, sih, Dev."

Devi menggeleng-gelengkan kepalanya. Kemudian ia berpikir sebentar, sebelum akhirnya gadis itu kembali menatap Natasya.

"Terus, kemarin Lo dianterin pulang sama dia?"

"Ya dia sih sempet nawarin gitu, cuman gue tolak,"

"Lo serius?" tanya Devi tak percaya. "Kevin itu cowok yang diincar cewek satu sekolah loh, Sya. Masa Lo tolak tawaran dia?"

"Ya abisnya gue gak terlalu kenal sama dia," balas Natasya jujur. "Sama Lo yang udah kenal lama aja gue males dianterin pulang, apalagi sama dia."

"Iya juga sih," kata Devi manggut-manggut. "Oh iya, soal elo yang mau jadi guru les private itu gimana?"

Helaan napas terdengar dari Natasya, cewek itu menggelengkan kepalanya.

"Gue bakalan nolak. Capek banget kalau gue belajar di sekolah, terus harus ngajarin anak orang,"

"Ya udah deh. Terserah Lo, kan, elo yang punya keputusan. Gue cuman bisa dukung aja,"

Natasya mengangguk mengerti. Gadis itu menatap jam dinding di kelasnya, kemudian bangkit dari tempat duduknya.

"Bentar lagi istirahat, gue mau ke ruangan Bu Rina dulu. Kemarin dia nyuruh gue,"

Devi mengangguk, "Iya sana. Hush! Gue mau tidur,"

"Najis Lo, Dev." Setelah mengatakan kalimat itu, Natasya langsung pergi keluar kelas menuju ruangan BK. Ia harus cepat-cepat menolak tawaran itu.

Sesampainya, Natasya melihat ada beberapa siswa di dalam sana. Seperti tiga siswa itu membuat masalah, makanya dipanggil Bu Rina.

Karena masih memiliki rasa sopan dan tidak ingin mengganggu, Natasya lebih memilih untuk duduk di kursi yang tersedia di depan ruangan BK. Cewek itu membuka ponselnya. Ya hitung-hitung, sambil menghilangkan rasa bosannya.

Beberapa menit berlalu, ketiga siswa yang tadi berada di ruangan BK itu keluar. Begitupun dengan Bu Rina yang ikut keluar dari ruangan kemudian memanggil Natasya membuat cewek itu berdiri dan mencium punggung tangan Bu Rina.

"Ayo, masuk," ajak Bu Rina membuat Natasya mengangguk dan mengikuti wanita itu ke dalam dan duduk di sofa.

"Jadi, gimana? Keputusan kamu sudah berubah? Kamu sudah mau menerima tawaran itu, kan?" tanya Bu Rina to the point.

Natasya menggeleng-gelengkan kepalanya yakin. Ia rasa, keputusannya memang sudah benar untuk menolak tawaran itu.

"Ngga, Bu. Saya gak bisa terima tawarannya. Maaf, ya,"

"Tap----"

Tok. Tok. Tok

Suara ketukan pintu membuat kedua wanita yang berada di dalam ruangan sontak menoleh ke sumber suara dan mendapati seorang pria dengan seragam yang sama dengan Natasya itu tersenyum tipis.

Bu Rina mengembangkan senyumnya. Namun berbeda dengan Natasya gadis itu malah mengernyitkan dahinya heran kala melihat cowok itu.

"Masuk, Kevin,"

Kevin mengangguk. Ia mencium punggung tangan Bu Rina. Kemudian duduk di sebelah Natasya.

Cowok itu menatap Natasya, sebelah alisnya terangkat diikuti senyuman miringnya. Namun, hal itu membuat Natasya berdecak pelan.

"Natasya, ini Kevin. Dia siswa yang Ibu maksud untuk diajari les sama kamu," ujar Bu Rina santai. "Dan Kevin, dia Natasya. Siswi paling pintar, dia akan jadi guru les kamu,"

Kevin tersenyum bangga. Namun tidak dengan Natasya yang masih memasang wajahnya datar.

"Oke, Bu. Kalau guru lesnya Natasya, saya mau kok diajarin," jawab Kevin dengan senyuman bangganya.

"Tapi saya gak mau ajarin dia, Bu," timpal Natasya. "Siapapun muridnya, saya gak mau jadi guru les. Saya juga masih pelajar, Bu,"

"Tapi, Natasya, kamu bisa pengalaman untuk ini," ujar Bu Rina yang terus membujuk Natasya.

"Tetep nggak bisa, Bu. Lagipula cita-cita saya bukan sebagai guru,"

"Lah, emang Bu Rina tanya cita-cita elo?" Kevin bertanya dengan satu alis yang terangkat sambil menahan senyumnya membuat Natasya menoleh pada cowok itu.

"Diem, ya, Lo! Rese banget, sih!"

"Loh gue, kan, baru ngomong,"

"Terserah

Bu Rina geleng-geleng melihat tingkah keduanya. "Emang kamu punya masalah apa sama Kevin, Natasya?"

"Saya gak punya masalah apa-apa, Bu," jawab Natasya jujur. "Tapi saya yang nggak mau jadi guru les siapapun."

"Lo bisa rugi kalau gak ngajarin gue, Sya,"

"Lebih rugi lagi kalau gue ngajarin elo!"

"Sudah-sudah!" Bu Rina melerai. "Ya udah kalau kamu gak mau gak pa-pa, Natasya. Kamu bisa kembali ke kelas."

"Lah, Bu? Kok gitu? Saya, kan, mau diajarin sama dia," ujar Kevin tak terima keputusan Bu Rina.

"Saya gak bisa apa-apa, Kevin. Gimanapun juga, keputusan tetap ada pada Natasya."

Kevin menghela napasnya kemudian ia menoleh ke arah Natasya yang tengah tersenyum miring. Seolah mengejek cowok itu.

"Ya udah, Bu. Kalau gitu saya mau ke kelas lagi," pamit Natasya. "Saya permisi, Bu."

Natasya bangkit dari sofa, kemudian berpamitan pada Bu Rina dan meninggalkan ruangan BK.

Kakinya melangkah melewati koridor yang mulai ramai akibat bel istirahat sudah berbunyi beberapa waktu lalu. Cewek dengan rambut yang dikucir kuda itu terus berjalan santai sampai-sampai langkahnya terhenti akibat pergelangan tangannya yang tertahan.

Natasya membalikkan badannya. Matanya membulat kala melihat Kevin berada dihadapannya. Cewek itu langsung menepis tangan Kevin ketika tiba-tiba banyak tatapan yang tertuju pada keduanya.

"Lo ngapain sih ngikutin gue?" tanya Natasya langsung dengan nada yang sebal.

"Emang gue ikutin elo?"

Natasya berdecak. "Bilang aja langsung, tujuan Lo apaan nahan-nahan tangan gue kayak tadi?"

"Tujuan hidup gue, kan, elo."

Natasya mengernyitkan keningnya. Cewek itu berdecak sebentar.

"Gak usah banyak bercanda. Mau lo apa?"

"Mau gue, lo jadi masa depan gue. Gimana?"

Natasya kembali berdecak. "Lo kal--"

"Oke-oke. Gue mau lo jadi guru les gue,"

"Lo gak denger tadi di BK gue ngomong apa?"

Kevin menggeleng dengan tak berdosa, "Gue gak perhatiin lo ngomong. Tapi, gue perhatiin wajah lo. Cantik banget soalnya,"

Mendengar hal itu sontak membuat Natasya memutar bola matanya malas.

"Terserah, lo!" Setelahnya, Natasya langsung melangkahkan kakinya pergi meninggalkan Kevin yang tengah mengukir senyumnya.

--- Impression ---

Pintu rooftop terbuka, seorang cowok masuk ke dalam. Kemudian duduk di sofa yang biasanya ia gunakan jika sedang berada di sana.

Kedua temannya menoleh, kemudian menepuk bahu temannya itu.

"Kenapa, lo?" tanya Fadli, sahabat Kevin.

"Gak pa-pa," balas Kevin. "Lo berdua kenal Natasya, gak?"

Baik Fadli dan Nevan langsung saling menatap bingung. Keduanya memang bingung, jarang sekali Kevin menanyakan soal cewek.

Ya walaupun Kevin bukan cowok dingin yang anti dengan perempuan, tapi sangat jarang jika cowok itu mau membahas tentang cewek. Ntah apa alasannya, yang jelas, dari dulu sampai sekarang Kevin belum punya pacar.

"Natasya?" tanya Nevan membeo.

Kevin mengangguk yakin, "Iya. Lo kenal, gak?"

"Gue sih kayak pernah denger gitu kalau lagi upacara, nama dia kadang dipanggil buat pemberian prestasi," jawab Fadli.

"Iya, gue juga pernah denger namanya. Cuman gue gak tau orangnya. Mungkin anaknya terlalu menutup diri."

Kevin mengangguk-anggukkan kepalanya sambil tersenyum tipis. Ntah kenapa cowok itu menjadi memikirkan Natasya, gadis yang ia tolong kemarin sekaligus gadis yang akan menjadi guru les privatenya.

"Tumben banget nih lo nanyain cewek. Ada apaan?" Nevan yang penasaran pun memilih langsung bertanya.

"Itu cewek yang bakalan jadi guru les private gue," jujur Kevin.

"Guru les? Lo yakin mau diajarin sama yang notabenenya sama-sama pelajar? Lo gak minta Pak Hartono aja gitu?" kata Fadli dengan satu alisnya yang terangkat.

Kevin menggidikkan bahunya, cowok itu menggeleng, "Gak usah. Mending sama Natasya. Ceweknya cantik, gue udah ketemu tadi di ruang BK,"

Nevan dan Fadli sama-sama menganggukkan kepalanya paham.

"Tapi kenapa harus Natasya?" tanya Nevan.

"Kata Bu Rina, tuh cewek pinter banget,"

Fadli menjentikkan jarinya, "Pantes aja nama dia selalu dipanggil sebagai siswi berprestasi."

Kevin mengangguk. Cowok itu tersenyum miring.

"Lo berdua bantuin gue nyari kelas dia."

--- Impression ---

Seperti biasa, Natasya dan Devi masih berada di kelas saat pulang sekolah telah tiba. Namun, kedua cewek itu sudah akan beranjak pergi kala bel pulang sekolah berbunyi sekitar limabelas menit yang lalu.

Natasya mengambil tas biru langitnya, kemudian ia beranjak dari tempat duduknya. Bersamaan dengan Devi.

"Sumpah, ya, Sya. Lo bakalan nyesel kalau gak terima tawaran itu. Lumayan loh ini sama Kevin,"

Natasya berdecak. Semenjak menceritakan siapa yang akan ia ajari nanti, Devi menjadi terus meyakinkan agar Natasya menerima tawaran itu.

"Dev, Lo gimana sih. Kok jadi dukung gue buat terima tawaran itu?"

Devi menyengir kuda, "Ya abisnya yang Lo ajarin Kevin, sih. Kalau bukan Kevin juga mending Lo tolak."

Natasya berdecak sebal. Kemudian ia mendorong-dorong bahu Devi agar menjauh darinya.

"Ya udah sana mending Lo balik," kata Natasya dengan nada mengusir. "Gue duluan, dadah!"

Tak ingin mendengar kalimat Devi lebih lanjut, Natasya lebih memilih untuk berjalan dengan cepat menuju halte sekolah.

Namun, baru saja sampai dan duduk di halte, hujan turun ke bumi sampai membuat genangan air di jalanan. Memang, sejak tadi langit sudah mendung. Namun, Natasya kira hujan akan turun saat ia sampai di rumah.

Gadis dengan rambut hitam yang kini sudah dilepas kuncirannya langsung mengambil tasnya dari belakang. Kemudian ia mencari jaket bomber, namun hasilnya nihil.

Pasti ketinggalan di kelas.

Menggumam, kemudian ia memeluk dirinya sendiri. Suhu dingin yang menusuk kulitnya membuat cewek itu kedinginan. Natasya paling tidak kuat dengan udara dingin. AC di kamarnya saja jarang sekali untuk ia nyalakan.

"Hai, Natasya."

Natasya menoleh ke arah samping kala seseorang memanggilnya. Dahinya berkerut, kemudian ia langsung berdecak pelan ketika melihat Kevin dihadapannya dengan senyuman jahil cowok itu.

Natasya jadi berasumsi jika cowok yang sedari tadi berada jauh dari sampingnya itu ternyata Kevin. Namun, dari belakang Natasya sama sekali tidak mengenalnya. Lagipula, Natasya baru 2 kali bertemu cowok itu. Jadi, tidak ada alasan untuk bisa mengenal postur tubuh Kevin.

"Ngapain lo di sini?" tanya Natasya ketus.

"Lo pikir aja, gue gak mungkin pup, kan?"

Natasya berdecak pelan. Kemudian ia kembali menatap ke arah depan. Cewek itu masih mengusap lengannya sedari tadi.

"Lo kedinginan, ya?" tanya Kevin membuat Natasya kembali menoleh ke arah cowok itu.

"Iya,"

"Gue sih bisa aja pinjemin jaket gue. Cuman, sayangnya gue juga kedinginan,"

"Lagian siapa juga yang mau pinjem jaket elo."

Kevin mencibir. "Yaelah, padahal dalam hati sih pingin banget pinjem jaket gue."

Ucapan Kevin barusan membuat Natasya berdecak sebal.

"Lo diciptakan buat jadi manusia yang ngeselin, ya?"

Kevin mengangguk setuju. "Iya, buat jadi orang yang ngeselin biar nanti dikangenin sama elo."

Memutar bola matanya malas. Lalu Natasya kembali berdecak sebal.

"Ngaco!"

Kekehan kecil terdengar oleh Natasya yang berasal dari Kevin. Cowok itu langsung menyentil dahi Natasya membuat gadis itu berdecak sebal.

Membalasnya, Natasya memukul lengan kekar Kevin dari samping. Pukulan gadis itu tidak terlalu keras, membuat Kevin terkekeh geli.

"Oh iya, Sya. Lo harus mau ya jadi guru les private gue?"

Natasya menoleh, kemudian menggeleng. "Nggak mau."

"Lo rugi kalau gak ngajarin gue,"

"Lebih rugi lagi kalau gue ngajarin elo."

Kevin berdecak pelan. Cowok itu mengulurkan tangannya, dan menoyor kepala Natasya pelan.

"Lo kenapa sih gak mau ajarin gue?"

"Gue bukan guru, jadi buat apa gue ajarin elo,"

"Ya elah, gak harus guru juga. Udahlah, Lo terima aja,"

"Kok Lo maksa?"

"Harus maksa dong!"

"Gue gak suka dipaksa!"

"Elo sukanya gue, kan?"

"Kok elo ngaco?"

"Kok elo ngelak?"

Berdecak, Natasya lebih memilih diam tak menanggapi perkataan cowok disampingnya itu. Ia memilih diam daripada berdebat dengan Kevin.

"Lo tuh ya kayak gak suka banget sama gue," ujar Kevin tiba-tiba.

"Gak. Biasa aja,"

"Tapi Lo sebel terus sama gue," Kevin merapatkan tubuhnya pada gadis di sampingnya.

Natasya tentu saja menggeser posisinya, menjauhi Kevin.

"Biasa aja,"

"Masa, sih?" balas Kevin, sementara cowok itu terus menggeser tubuhnya untuk mendekati Natasya.

"Lo bisa diem gak, sih?"

"Ini diem,"

Natasya bergeser, tentu saja Kevin mendekat.

"Kalau Lo ngejauh terus, Lo bisa jatuh terus kehujanan,"

"Biar---"

"Natasya!"

Beruntungnya Natasya ketika ia hampir terjatuh akibat pembatas bagian jalan raya dengan halte. Dengan sigap, Kevin menahan lengan gadis itu, menarik hingga membuat posisinya sangat dekat. Jarak memisahkan keduanya hanya beberapa centi saja.

Jantung Natasya berdegup kencang. Bukan karena dekat Kevin, melainkan karena dirinya hampir saja jatuh.

Menjauhkan tubuhnya dari Kevin, Natasya mengusap dadanya sambil menghela napas lega.

"Gue bilang juga jangan ngejauh," kata Kevin menahan senyumnya.

"Lagian elo deketin gue terus!"

Kevin menggidikkan bahunya, "Udah dua kali gue nolongin elo,"

Natasya menoleh ke arah cowok di sampingnya itu. Gadis itu mengernyit, menatap ke arah Kevin.

"Terus?"

"Gue mau Lo jadi guru les private gue,"

"Apa hubungannya?"

"Ya anggap aja cara Lo berterimakasih sama gue,"

"Lo gak ikhlas?"

"Ikhlas, kok."

Natasya memicingkan matanya ke arah Kevin membuat cowok itu menaikkan sebelah alisnya. Tangan Kevin terulur, kemudian menyentil dahi Natasya pelan membuat cewek itu mengusap dahinya.

"Liatinnya gak usah kayak gitu, ntar Lo naksir sama gue,"

Berdecih, Natasya mencubit pinggang Kevin.

"Kalau ngomong jangan suka ngaco, ya!"

"Oke," balas Kevin. "Biar gue aja yang suka duluan sama elo, tapi jangan lupa respon gue, ya? Mencintai sendirian tanpa dibalas itu gak enak."

"Lo mabuk, ya?" tuduh Natasya dengan raut wajah polosnya membuat Kevin gemas sendiri pada cewek itu.

"Emang dari tadi Lo liat gue lagi minum alkohol? Nggak, kan?" kata Kevin dengan satu alisnya yang ia naikkan.

Natasya menggeleng, "Abisnya omongan Lo ngaco, sih."

Kevin menggidikkan bahunya. Ia menatap ke arah depan. Hujan sudah mulai mereda, hanya ada rintikan hujan kecil saja yang turun ke bumi.

Cowok dengan balutan hoodie hitam itu kembali menoleh ke arah Natasya, memanggil gadis itu.

"Natasya,"

Natasya menoleh, menatap Kevin. "Hm?"

"Ayo bikin perjanjian,"

Dahi Natasya berkerut. "Perjanjian apaan?"

"Kalau dalam bulan ini gue tolongin lo sampai lima kali, lo harus jadi guru les private gue. Dan kalau gue nolongin lo terus, berarti Tuhan emang ngebiarin gue buat jagain lo."

--- Impression ---
To Be Continued.

Gimana sama part 2nya? Masih gak ada feel, ya?😂

Nanti aku usahain buat cerita ini lebih ada feel-nya ya. Hehe.

Buat info-info kalian follow @wp.rastory dan @rhmatrnsrii6

Bye,

See you soon.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top