Impression - 15
"Karena tidak semua hal perlu diceritakan."
— Impression —
Natasya merapikan kembali alat-alat P3Knya dan membuang sisa-sisa kapas yang sempat ia pakai tadi untuk mengobati luka Kevin. Insiden kejadian di kantin tadi sudah ada yang melaporkan ke pihak guru BK. Alvaro sudah diobati oleh pihak UKS tadi.
Mata Kevin tak berhenti menatap Natasya sejak tadi mengobatinya. Perempuan itu sama sekali tak berkata apa-apa setelah memaksa Kevin dibawa ke UKS.
"Sya?" panggil Kevin setelah Natasya sudah selesai merapikan alat yang tadi dipakai.
"Natasya?" panggil Kevin lagi. Kevin menahan tangan Natasya yang hendak pergi. Cowok itu menyentaknya hingga Natasya kembali duduk.
"Apa sih?"
"Kenapa? Marah sama gue?" Kevin mengangkat sebelah alisnya. Sejak didiami Natasya. Kevin tahu bahwa perempuan itu marah. Natasya adalah tipikal cewek yang tidak mau dibela atau dikasihani. Natasya hanya merasa ia bisa melakukan semuanya sendirian.
"Nggak," jawab Natasya singkat.
"Sebutin lo marah ke gue dibagian mana," ujar Kevin lagi.
Natasya mengehela napas panjang. "Gue gak marah."
"Bohong aja terus," ujar Kevin sengaja. Ia meraih sepatunya dan mulai memakainya. "Bohongin aja diri lo sendiri. Sampai lo ngerasa beneran bakalan baik-baik aja. Padahal di hati kecil lo itu, lo butuh hal yang bisa lo ungkapin."
Natasya diam tak menyahut.
"Sesuatu yang selalu dipendam sendirian pun gak baik, Sya,"
"Gue gak suka cara lo tadi," kata Natasya yang mana membuat Kevin menautkan kedua alisnya bingung.
"Yang mana?"
"Mukulin Alvaro tiba-tiba kayak gitu. Ngebela gue di depan banyak orang,"
"Apa salahnya gue ngebela lo?"
"Lo bikin gue terlihat lemah."
Kevin membulatkan matanya. Cowok beralis tebal itu menatap Natasya tidak percaya. Kevin memijat pelipisnya. Ia menghembuskan napas kasar dan berdiri menghadap ke arah Natasya. Tubuh Kevin sedikit dibungkukkan agar sejajar dengan tinggi Natasya saat ini.
"Lo bener-bener ego banget, Sya," ujar Kevin serius. Mata hitamnya menatap tepat di manik mata perempuan di depannya. "Lo dibela bukan berarti lo bisa ngerasa lemah. Kalau lo dibela, artinya banyak yang sayang sama lo. Banyak yang peduli sama lo."
Kevin memundurkan tubuhnya menjauhi Natasya. Ia mengambil ponselnya di atas meja. Melihat notifikasi yang masuk dari Nevan.
"Gue pergi," ujar Kevin pamit.
"Ke mana?"
Kevin menaikkan sebelah alisnya. "BK," sahutnya singkat. "Kenapa tanya?"
"Gue ikut," ujar Natasya ikut berdiri.
"Gak perlu." Jawaban Kevin yang terasa dingin dan singkat membuat Natasya terdiam menatap punggung bidang cowok itu yang kini menghilang dibalik pintu.
*****
Natasya memijat pelipisnya. Ia memejamkan matanya disaat semua pelajaran yang ia pelajari dirasa tidak masuk ke dalam otaknya. Natasya menyimpan pulpen di atas bukunya. Rasa dingin menjalar di pipi mulusnya membuat Natasya menoleh menatap Devi yang membawakannya botol minuman dingin.
"Kenapa lo?" Tanya Devi. Ia melihat Natasya dari luar perpustakaan tadi. Perempuan itu tampak tak bersemangat setelah kejadian di kantin. Natasya yang memangnya pendiam semakin diam karena memilih menyibukkan diri dengan belajar.
"Pusing aja," ujar Natasya menegak minuman yang Devi berikan tadi padanya.
"Kenapa lagi?"
"Biasa," jawab Natasya tanpa minat. Perempuan itu mengambil buku dan juga pulpen di depannya. Hendak menulis sesuatu namun terhentikan oleh Devi. Natasya menatap gadis di depannya dengan kerutan di kening Natasya. "Kenapa?"
"Jangan maksain kalau pikiran lo gak di sini. Gak baik," kata Devi lalu merapikan semua buku di depannya. Menyingkirkannya dari Natasya. Devi tersenyum tipis ke arah Natasya yang hanya diam.
"Gue tau, lo kepikiran Kevin, kan?" tanya Devi tepat sasaran.
Natasya diam sejenak sebelum menggeleng dan berkata, "Nggak. Buat apa gue pikirin dia?"
"Gak usah ngelak deh," ujar Devi.
"Bener."
Helaan napas panjang terdengar dari Devi. Perempuan berambut hitam panjang itu memajukan tubuhnya dan sedikit mendekatkan kepalanya ke arah Natasya. Menatap sahabatnya begitu intens. Devi dapat melihat tatapan lelah dari Natasya. Beban-beban yang terasa begitu berat pada gadis itu. Tapi Devi sendiri tidak tahu harus berbuat apa disaat Natasya sendiri tidak mau bercerita apa-apa padanya.
Menjadi sahabat Natasya lebih dari setahun tidak membuat Devi banyak tahu tentang kehidupan Natasya. Di antara mereka berdua lebih banyak cerita adalah Devi. Perempuan yang lebih aktif daripada Natasya. Setidaknya bagi Natasya, Devi hadis untuk memberikan warna pada hidupnya.
"Sya, biarin kali ini gue tau apa yang jadi pikiran lo, ya?" Pinta Devi serius. Matanya menatap Natasya dengan lembut. Devi juga ingin tahu apa yang Natasya rasakan selama ini. Apa yang Natasya sembunyikan selama ini.
"Gak bisa,"
"Lo... Belum percaya sama gue, ya?"
Natasya menggeleng dengan cepat. Melihat mata Devi yang begitu menenangkan dan sedikit memelas membuat Natasya menghela napasnya gusar. "Gue... Gak tau gimana ceritanya."
"Gak papa, ceritain aja yang ada di pikiran lo. Apa yang jadi beban lo. Gue mungkin gak bantu banyak, tapi seenggaknya gue berusaha menjadi pendengar yang baik buat Lo, Sya," ujar Devi panjang lebar.
Natasya mengehela napasnya panjang sebelum mengangguk. Gadis itu lalu menceritakan semua kejadian di UKS tadi saat bersama Kevin pada Devi. Natasya tau memang seharusnya ia bercerita pada Devi. Tapi, Natasya selalu merasa tidak bisa.
Dari cara Devi memperhatikan Natasya yang sedang bercerita membuat Natasya semakin tau bahwa gadis di depannya sangat tulus padanya. Devi yang menemaninya sejak dulu meski gadis itu tidak banyak tau tentang kehidupannya.
"Sya, apa gue harus saran atau nggak?" tanya Devi membuat Natasya tersenyum. Setidaknya Devi bertanya lebih dulu daripada menghakimi ceritanya langsung.
Natasya mengangguk. "Apapun yang menurut lo baik."
Anggukan dari Devi yang begitu antusias kembali membuat Natasya mengangkat kedua sudut bibirnya tipis. "Bukan karena gue temen lo artinya gue akan bela lo, ya?"
"Di sini, menurut gue Kevin ada benarnya karena emang seharusnya lo nggak merasa lemah karena tadi. Kevin ada buat Lo karena dia serius sama lo. Dan lagi, omongan Alvaro tadi udah keterlaluan banget. Dia yang punya masalah sama Kevin. Tapi dia yang ngejelekin lo. Apa gak keterlaluan?"
Natasya terdiam mencerna perkataan Devi. Otaknya berpikir membenarkan perkataan gadis itu.
"Dan lagi, gue tau Kevin sayang banget sama lo, Sya. Diliat dari matanya tiap dia mandangin lo, sikap dia yang sabar sama lo dan dia yang rela masuk BK setelah sekian lama karena bela lo," lanjut Devi. Perempuan itu benar.
Kevin begitu serius pada Natasya. Sejak awal mereka bertemu, Kevin selalu berjuang pada Natasya yang bahkan Natasya sendiri seringkali menganggap asing.
"Terus gue harus apa?" tanya Natasya setelah cukup lama terdiam.
"Terima Kevin perlahan-lahan," jawab Devi. "Gue emang gak tau apa yang bikin lo pasang tembok besar buat membatasi Kevin dari lo. Tapi gue yakin, Kevin bisa berusaha hancurin tembok itu dan lo siap terima Kevin."
"Sya, lo harus liat dia bukan dari gimana sikap nyebelinnya. Tapi rasa dia ke lo. Dia tulus banget. Gue yakin,"
Natasya menggeleng lemah, "Tapi gue gak seyakin itu, Dev."
"Ini karena asumsi lo sendiri yang bilang kayak gitu,"
"Sya..., Terima apa yang pantas dipertahankan."
*****
Kevin menghela napasnya kasar. Cowok itu baru saja keluar dari ruangan BK bersama dengan Alvaro. Keduanya sama-sama dihukum. Hanya saja hukuman Kevin lebih berat dibandingkan Alvaro. Sejak menjadi kelas duabelas, Kevin sudah jarang sekali terlibat masalah. Namun perkataan Alvaro tadi memang membuat Kevin emosi.
Di ujung lorong laboratorium dekat tangga menuju kelasnya, Kevin melihat seorang gadis yang duduk di sana. Menundukkan kepalanya seolah sedang merenungi satu hal. Kedua sudut bibir Kevin tertahan untuk tidak tersenyum. Ia tahu jelas siapa gadis itu.
Langkah kaki Kevin berjalan dengan biasa ke sana. Mata cowok itu dengan sengaja berpura-pura tidak melihat Natasya duduk di anak tangga terakhir. Hingga akhirnya, tangan Kevin tertahan oleh Natasya yang sudah berdiri.
"Dihukum apaan?" tanya Natasya tanpa basa-basi.
"Mau tau lo?"
Natasya berdecak sebal. Gadis itu memukul lengan Kevin keras-keras yang mana membuat cowok itu berusaha menahan serangan dari Natasya.
"Udah-udah, woi. Sakiiit!"
"Natasya!"
Natasya menghentikan gerakannya. Ia menatap Kevin nyalang. "Dihukum apaan?"
"Disuruh bikin lo jatuh hati sama gue secepatnya,"
"Gue serius Keviiin!"
"Cuman diskors," jawab Kevin begitu tenang yang membuat Natasya melotot ke arahnya. "Santai. Tuh mata keluar tuh."
Natasya kembali memukul Kevin. "Berapa hari?"
"Sehari doang,"
"Kenapa bisa santai, sih?"
"Ya gua harus ngapain emang? Udah kejadian juga, kan?" tanya Kevin yang membuat Natasya terdiam. "Gak mungkin, kan, gue jungkir balik karena kena skors?"
Alis Natasya terangkat sebelah. "Tadi di UKS lo sok-sokan marah, sekarang sok ngelawak."
"Lo ngira gue tadi marah?" tanya Kevin yang membuat Natasya segera mengangguk. Kevin mengeluarkan tawa renyahnya dan menepuk kepala Natasya dua kali. "Gue gak marah itu."
"Terus?"
"Biar lo sadar aja,"
"Soal?"
"Perasaan gue lah!"
"Sinting!" Maki Natasya yang membuat Kevin tertawa renyah. "Jadi gimana? Lo maafin gue gak?"
Kevin memalingkan tatapannya dengan tangan yang berada di dagu seolah cowok itu tengah berpikir. Lalu, Kevin memajukan tubuhnya, mendekati Natasya. Tangan kiri cowok itu bertumpu ke tembok di belakang Natasya. Kepala Kevin kembali maju hingga Natasya bergerak mundur. Menghindari Kevin.
Hembusan yang terasa hangat menerpa wajah Natasya. Kevin memiringkan wajahnya yang spontan membuat Natasya meneguk salivanya susah payah. Jantung Natasya sudah berdetak tidak karuan hingga akhirnya gadis itu memejamkan matanya disaat hembusan napas Kevin semakin dekat.
"Gue maafin, asal lo cium gue. Gimana?" ujar Kevin dengan suara beratnya tepat di telinga Natasya yang membuat Natasya kembali meneguk salivanya susah payah.
"Ngapain tutup mata? Oh— gue aja nih yang cium lo?" Spontan Natasya segera membuka matanya lebar-lebar. Mendorong tubuh Kevin yang sialnya tidak menjauh karena Kevin menahannya. Natasya mengepalkan tangannya di depan wajah Kevin.
"Minggir!"
"Mau gue maafin, gak?"
"Awas!"
Tawa Kevin kembali terdengar. Cowok itu bergerak mundur, menjauh. Tangan Kevin bergerak mengusap rambut hitam Natasya yang mana segera ditepis gadis itu cepat.
"Jangan pegang!"
"Dih galak. Belum gue maafin juga," ujar Kevin sengaja.
"Bodo amatlah," ujar Natasya. Ia mendorong tubuh Kevin dan segera beranjak pergi. Namun belum sempat melangkah, tangannya lebih dulu ditahan Kevin.
"Kemana?"
"Ayok belajar. Biar gak pulang sore,"
"Yes! Berduaan lagi!"
Natasya memutarkan bola matanya malas. "Ayo cepet!"
"Tapi gandeng dong, Sya," ujar Kevin mengangkat tangannya ke arah Natasya yang membuat gadis itu menaikkan sebelah alisnya heran.
"Lo kira mau nyebrang?"
"Cepetan, ah,"
"Lama. Gue tinggal nih?"
"Gandeng,"
"Males!"
"Gandeng, Sya,"
"Ish!" Tanpa basa-basi lagi, Natasya segera menggandeng tangan Kevin dan menariknya secara kasar agar keduanya bisa segera pergi.
"Yes! Makasih, sayang."
"Your eyes!"
******
Natasya memasuki rumahnya yang begitu sepi. Rumah besar yang hanya ditinggalinya sendirian. Setelah mengajar Kevin, Natasya memilih langsung pulang tanpa menawari cowok menyebalkan itu masuk. Dilihat dari jendela depan rumahnya, Kevin sudah pergi menjauh dari rumah Natasya.
Gadis berseragam yang dibaluti sweater hitam itu menaiki tangga menuju kamarnya. Tubuh Natasya direbahkan di atas kasurnya tanpa memperdulikan tas yang sudah ia lempar ke bawah. Mengingat segala kejadian bersama Kevin membuat kedutan disudut bibir Natasya bergerak.
Natasya memang belum mengenal Kevin terlalu dalam. Tapi ia tahu si cowok tengil dan menyebalkan itu menyukainya. Natasya memang selalu bersikap cuek pada Kevin bukan tanpa alasan. Segala kejadian dimasa lalunya membuat Natasya menjadi pribadi yang lebih tertutup dari orang lain.
Mata Natasya tiba-tiba tertuju pada dua jaket yang tergantung di kamarnya. Jaket milik Kevin yang pernah dipinjam Natasya. Ah, ia jadi ingat bahwa Natasya belum mengembalikannya pada Kevin.
Langkah kaki Natasya bergerak mengambil kedua jaket itu. Natasya menggenggamnya dan menatapnya satu persatu. Tanpa ia sadari, sudut bibir Natasya terangkat membentuk seulas senyum tipis.
"Apa gue bisa terima lo, Vin?"
"Apa lo bisa hancurin tembok dalam diri gue?"
"Apa lo bisa bikin gue ngerasa hidup lagi?"
"Gue... Cuman takut memulai sesuatu yang udah selama ini gue hindari."
Hembusan napas berat Natasya terasa begitu banyak beban dalam dirinya. Keuda jaket itu Natasya taruh saat notifikasi ponselnya berbunyi. Tubuh Natasya seketika membeku melihat nama yang tertera dalam pesan itu. Nama yang selama ini ia hindari. Nama yang hadir beberapa saat lalu dan Natasya berusaha melupakannya.
Kenapa harus sekarang?
Dari : +62 8** **** ****
Natasya, ini Danial. Boleh kita berdua ketemu? Rumah kamu masih yang lama kan?
Saat itu pula Natasya tidak bisa berpikiran jernih. Kepalanya membayangkan segala sesuatu yang akan terjadi ke depannya.
— Impression —
•tbc
Hai apa kabar?
Alhamdulillah gak begitu lama kan updatenya 😂
Semoga kalian suka ya!
Makasih untuk kalian yang vote dan spam komen❤️
Yang belum, ayok muncul. Aku gak gigit kok wkwkwkw
1 kata buat chapter ini??
Ada yang penasaran gimana masa lalu Natasya?
Siapa Danial?
Gimana sama Kevin?
Spam komen buat next...
follow:
Wp.rastory
Rahmatrnsrii
See u later💚
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top