Impression - 12

Hai aku balik lagi!

Sebelumnya, terimakasih untuk 30 ribu pembaca Impression ♥️♥️

Maaf cerita Impression selalu lama update. Tapi semoga kalian selalu mau tunggu dan selalu suka cerita ini yaaa♥️

Absen dulu kalian dari kota mana aja nih???

Yuk, baca...

— Impression —

"Tolong jangan tinggalin Ana, kamu udah janji buat nggak tinggalin Ana." Gadis kecil itu terus menangis dihadapan seorang cowok yang sepantaran dengannya.

"Na, aku harus ikut Mama dan Papa. Aku gak bisa di sini." Cowok di depan
Ana menatap Ana begitu dalam. Mencoba memberi pengertian pada gadis kecil yang terus menangis tanpa henti sejak satu jam yang lalu.

Ana mendorong bahu cowok di depannya dengan kuat. Kemudian ia mengusap wajahnya yang basah karena air matanya. Tubuh Ana terjatuh di lantai. Posisi gadis itu duduk dengan air mata yang tetap mengalir.

"Semuanya ninggalin Ana! Apa Nial juga mau tinggalin Ana kayak yang lain?" Ana menatap Nial yang kini tersenyum tipis seraya menghampiri dirinya. Bahu Ana dipegang Nial kemudian ia lantas memeluk Ana begitu erat. "Ana nggak mau sendirian, Nial."

"Nggak akan ada yang ninggalin kamu, Na." Pelukan Nial masih begitu erat di tubuh Ana. Ia bahkan mengusap punggung Ana yang bergetar.

"Bohong! Sekarang aja kamu tinggalin Ana!"

"Na, percaya sama aku. Kamu nggak akan pernah sendirian." Nial melepaskan pelukannya dengan Ana. Ia menatap Ana begitu dalam. "Aku pasti bakalan balik ke kamu, Na. Untuk sementara ini, aku gak bisa sama kamu. Dan kamu nggak akan pernah sendirian."

Suara panggilan keberangkatan pesawat Nial sudah terdengar. Dua orang dewasa yang sejak tadi menatap kedua anak kecil itu lantas menarik tangan Nial. Sebelumnya mereka bertiga sempat pamit pada Ana. Dan memeluk Ana sekejap sebelum kembali berjalan meninggalkan Ana.

Ana sendiri diam di tempatnya ditemani supir pribadi keluarganya. Ia menatap kepergian Nial —sahabatnya, dan juga orang tuanya.

"NIAAAALLL!"

BRAK

Tubuh Kevin terlonjak kaget ketika seseorang dari belakang tubuhnya menjatuhkan suatu benda. Di perpustakaan yang hening itu wajar jika ia benar-benar kaget. Begitupula dengan gadis dihadapan Kevin yang tengah memeriksa denyut nadinya.

Senyum miring tercetak di wajah Kevin. Ia menghampiri Natasya yang sama terkejutnya dengan dirinya. Beberapa menit yang lalu, Kevin melihat Natasya sedang tertidur namun sedikit gelisah. Berniat mengejutkan Natasya, Kevin sendiri malah ikut terkejut dengan kejadian tadi. Karma sebelum bertindak.

"Kagetnya nggak akan buat lo jantungan kali," ujar Kevin. Ia duduk di sebelah Natasya yang tampaknya sudah kembali tenang. Tidak seperti tadi.

"Lo ngapain di sini?" Natasya menatap sinis Kevin. Kemudian ia mengambil minum di depannya.

"Harusnya gue yang tanya sama lo. Ngapain lo di perpus? Sekolah lagi ada acara dan lo malah keenakan belajar." Kevin geleng-geleng melihat buku yang ada di depannya. Bahkan ketika sekolah ada acara pun Natasya tetap belajar. Hal itu membuat jiwa malas Kevin berteriak.

"Gue harus ngejar materi," balas Natasya malas. Ia kembali membuka buku di depannya.

Kevin melihatnya geleng-geleng. Cowok itu lantas menarik tangan Natasya dan mengajaknya pergi dari perpustakaan. Natasya kini sudah meronta-ronta minta dilepaskan. Namun Kevin tak kunjung melepaskannya.

Kevin membawa Natasya ke atap sekolah. Cowok itu lantas melepaskan tangan Natasya yang sedikit memerah. Ia menutup pintu kecil yang sebelumnya terbuka olehnya.

Seakan melupakan hal yang baru saja terjadi, Natasya berjalan ke tepi atap. Ia mengedarkan pandangannya. Ini pertama kalinya Natasya ke atap sekolah. Sebelumnya Natasya tidak berani karena larangan keras dari pihak sekolah. Pemandangan yang disajikan sangat indah. Meski matahari tetap terasa panas, tapi angin yang berhembus seakan mengurangi rasa panas. Benar-benar seru.

"Lo pertama kali ke sini apa? Norak banget," cibir Kevin. Ia berdiri di sebelah Natasya yang baru saja memejamkan matanya.

"Pihak sekolah larang masuk sini. Wajar aja gue nggak pernah ke sini,"

"Cih, bilang aja sibuk belajar. Gak sempet ke sini," kata Kevin.

Natasya membuka matanya. Ia menoleh pada Kevin. "Itu lo tau, gimana ya. Gue kan anak rajin."

Melihat Kevin membawa novel dengan cover berwana biru muda membuat Natasya menautkan alisnya. Sejak kapan Kevin suka baca novel? Dan sejak kapan novel itu berada di tangannya?

"Lo suka baca?" tanya Natasya penasaran. Matanya melirik ke novel yang Kevin bawa.

"Nggak terlalu suka. Tapi karena ceritanya seru dan tentang sepupu gue, jadi gue suka." Kevin memberikannya pada Natasya. Ia tahu cewek itu penasaran dengan novelnya.

"Bad boy?" Gumam Natasya. Kemudian membaca sinopsis yang berada di belakang novel. Ia merasa tidak asing dengan novel tersebut.

"Tentang Nathan sama Keysha kan?" Kevin menganggukkan kepalanya untuk jawaban pertanyaan Natasya.

"Lo tahu?"

"Gue baca," jawab Natasya. "Sepupu lo siapa?"

"Keysha Cyrindia Naditya," jawab Kevin dengan bangga. "Seru loh ceritanya. Di wattpad udah dibaca lebih dari sepuluh juta!"

"Gue tahu, Vin,"

"Lo mau baca versi novelnya nggak? Gue pinjemin. Khusus buat lo!"

"Gue udah selesai baca." Natasya mengembalikan novel berjudul Bad Boy milik Kevin.

"Sweet kan ceritanya?" tanya Kevin dan Natasya kembali membalasnya dengan anggukan kepala. "Jiwa iri gue keluar waktu Keysha pacaran sama Nathan. Bisa-bisanya sepupu gue ngalahin gue."

Natasya terkekeh pelan melihat ekspresi Kevin yang kentara tampak sebal. Ntah kenapa hari ini ia merasa berbeda saat cowok itu mengajaknya ke atap sekolah dan mengajaknya bercanda sejak tadi. Natasya menemukan sesuatu yang baru. Namun ia tahu, ini hanya akan sekilas. Dan Natasya akan menepis apapun yang berusaha menggoyahkan hatinya.

Traumanya dengan kejadian di masa lalu membuat Natasya benar-benar takut untuk merasakan sesuatu yang bisa saja hadir kembali padanya. Sampai saat ini Natasya tidak pernah memikirkan apa yang selalu dipikirkan anak remaja pada umumnya dan menikmati masa SMA yang katanya akan menjadi kenangan paling indah.

Tapi sepertinya itu tidak berlalu bagi Natasya. Dibandingkan untuk melakukan hal seperti itu, Natasya hanya memilih untuk semakin giat dalam belajarnya. Membuktikan pada semua orang bahwa ia bisa. Keadaan yang sejak dulu menuntut Natasya menjadi seperti ini. Bukan menjadi gadis periang yang akan pergi bersama kekasihnya ke cafe untuk menghilangkan penat.

"Lo mau gak sih kayak mereka?" Tanya Kevin menunjukkan novel di tangannya.

Nataysa terdiam. Bingung menjawab apa. Cewek itu memalingkan pandangannya. Kembali menatap jalanan dari atas atap sekolah.

Melihat keterdiaman Natasya membuat Kevin mendengus pelan. "Gue iri banget lihat mereka. Apalagi kalau mau main ke rumah Keysha pas banget ada Nathan. Iri gue iri."

"Lo curhat?"

Kevin terkekeh. "Kata orang, gue tuh uwu-phobia tiap liat mereka."

"Yaudah lo cari aja sana yang bisa diajak uwu gitu," ujar Natasya.

"Ngapain nyari? Kan udah ada lo." Kevin tersenyum lebar pada Natasya yang mana malah dibalas cewek itu dengan menggidikkan bahunya. Kasian.

"Gue udah bilang berkali-kali. Gue gak suka sama lo!"

"Bukan gak suka, tapi belum,"

"Gue gak pernah mau berhubungan sama lo. Sampai seterusnya,"

"Timing-nya aneh ya, Sya?" ujar Kevin penuh makna.

*****

Keramaian dan keseruan benar-benar terjadi di lapangan. Siswa-siswi yang ambyar seketika heboh meramaikan acara sekolah hari ini. Padahal bukan pensi tahunan, namun acara biasa seperti ini saja sudah ramai oleh anak SMA Pelita Harapan.

Di depan panggung sana Natasya sudah melihat Devi tengah bersama Fadli dan juga Nevan. Ketiganya seperti sedang asik. Kalau saja bukan dipaksa Kevin untuk turun dan menghampiri temannya sekaligus bergabung dengan acara hari ini, Natasya akan lebih memilih tidur di perpustakaan dibanding ikut heboh bersama yang lainnya.

Tangan Natasya tidak dibiarkan terlepas oleh Kevin sejak tadi. Cowok itu menarik dirinya memasuki kerumunan murid-murid SMA Pelita Harapan. Tepat di depan Devi, Natasya menepuk bahu Devi agar cewek itu menyadari kehadiran dirinya.

"Lama banget lo! Dari mana aja?" Devi berteriak ke telinga Natasya agar terdengar. Suara sound yang mengisi lapangan membuatnya harus mengeluarkan suara keras-keras.

"Jangan di sini. Ke kantin aja. Gue pusing dengernya."

Devi mengangguk. Ia lantas menggandeng tangan Natasya untuk pergi dari keramaian di lapangan. Kevin dan kedua temannya juga ikut untuk mengikuti kedua perempuan itu. Mereka mengekorinya dari belakang.

Berbeda dengan kondisi lapangan, kantin bahkan lebih sepi dari biasanya. Mungkin mereka yang menonton di lapangan sedang terlalu ambyar hingga tak sempat ke kantin.

"Wih ada yang mau traktir gue nih?" Nevan menaikkan sebelah alisnya. Ia menatap keempat orang yang ada di sekitarnya.

"Siapa lo?" kata Fadli. Cowok itu duduk di sebelah Devi. Tangannya juga bergerak untuk merangkul leher Devi.

"Ish, lepas!" Devi berusaha melepas tangan Fadli yang terasa berat di lehernya. Lagipula ia merasa tak enak karena di depannya ada teman-teman Fadli dan Natasya juga berada di sampingnya.

Meskipun kantin tidak terlalu ramai, Devi tetap merasa risih karena ada beberapa perempuan menatapnya sinis ketika melewati meja yang kini Devi tempati.

"Belum official udah main rangkul-rangkul," celetuk Nevan sengaja. Ia memandang sinis ke arah Fadli.

"Iri bilang, Boss!" Kevin yang mendengarnya memukul lengan Fadli menggunakan sumpit yang ada di atas meja.

"Hormati jomblo dong!" Seru Kevin. Jika saja Natasya sudah menjadi miliknya, ia tak akan kesal melihat Fadli bersama Devi. Kevin akan mengikuti dengan caranya sendiri dan membiarkan Nevan yang merasa jomblo sendiri. Kejam.

"Lo tahu gak sih gue tuh paling gak bisa lihat orang yang uwu-uwu gitu," ucap Nevan mendramatisir. Wajahnya tampak murung. "Gue uwu-phobia."

Devi yang mendengarnya tertawa. Ia geleng-geleng. "Istilah dari mana coba, Van?"

"Kenapa gue selalu ditakdirkan menyaksikan pasangan-pasangan yang romantis gitu ya?"

"Apa salah Baim, Ya Allah?" Lagi, Nevan kini menelungkupkan wajahnya di atas kedua tangannya yang terlipat di meja.

"Gak usah lebay juga kadal! Malu-maluin gue lo!" Kevin memukul kepala Nevan yang mana membuat cowok itu bangun dan langsung menoyor kepala Kevin.

Fadli dan Devi tertawa pelan. Mereka melirik Natasya yang hanya diam sejak tadi dengan sesekali melirik ponselnya yang terus saja menyala. Sepertinya ada panggilan dan pesan dari seseorang. Namun Natasya tidak membalasnya.

"Angkat aja, Sya. Penting kayaknya," kata Devi. Natasya menggeleng. Ia tetap pada pendiriannya.

"Gak usah. Mau pesan apa?" tanya Natasya cepat mengalihkan pembicaraan.

"Mau pesan hati kamu. Boleh gak Sya?" Goda Kevin.

Natasya menatapnya tajam. "Hati gue gak dijual!"

"Tapi kalau gue milikin boleh?" tanya Kevin lagi. Ia akan terus berjuang bntuk Natasya meski cewek itu selalu menolaknya.

"Nggak akan ada yang bisa milikin Vin." tegas Natasya. Ia melirik ponselnya yang kembali menyala. Cewek itu lantas menariknya dan segera pergi dari hadapan teman-temannya tanpa pamit. Natasya menuju ke arah ujung koridor lalu berbelok hingga kini hilang dari pandangan.

Nevan yang sejak tadi memperhatikan Kevin malah tertawa. Ia menepuk-nepuk bahu Kevin. Merasa kasihan dengan nasib Kevin. "Sabar ya. I can feel that too," ujar Kevin meledek.

"Berisik." Ketus Kevin. Cowok itu ingin menghampiri Natasya dan menanyakan ada apa pada cewek itu. Namun karena Kevin masih tahu tentang batasan privasi orang jadi ia mengurungkan niatnya.

"Natasya kenapa ya?" tanya Devi membuat perhatian keempat cowok di dekatnya beralih padanya.

"Lo gak tau masalahnya?" Ujar Kevin bertanya pada Devi. Cowok itu kira Natasya sering berbagi cerita pada temannya. Ternyata dugaannya salah. Natasya, benar-benar cewek yang cukup tertutup dari siapapun.

Devi menggeleng pelan. "Natasya jarang banget cerita sesuatu ke gue. Lebih dominan yang cerita itu gue ke dia," ujar Devi. Fadli yang berada di sebelahnya lantas mengusap bahu cewek itu secara lembut dan sayang.

Melihat kelakuan Fadli membuat kedua temannya mendadak merasa aneh. Kevin dan juga Nevan kompak beradegan pura-pura muntah karena melihat adegan Devi dan Fadli.

"Vin,"

"Hm?"

"Ngelihat orang-orang pacaran, gue sekarang jadi Anuptaphobia deh kayaknya,"

"Apa tuh?"

"Ketakutan jadi jomblo!"

*****

Nevan dan Kevin sama-sama pergi pamit untuk ke kamar mandi. Mereka berdua meninggalkan pasangan yang tak kunjung official itu di kantin. Daripada melihat Devi dan Fadli ber-PDKT dihadapan dua jomblo ini, lebih baik mereka berdua memilih pergi sekalian buang hajat katanya.

Kevin yang selesai mencuci muka di westafel menoleh ketika Nevan kini sudah menghampirinya dan mencuci tangan cowok itu. Raut wajah Nevan yang ditekuk membuat Kevin mengerut heran.

"Mentang-mentang hari ini sekolah ada acara, kamar mandi jadi lebih kotor dari biasanya," ujar Nevan kesal.

"Sekotor itu?" Tebak Kevin. Ia memang tidak masuk ke dalam kamar mandi karena tujuannya hanya ingin mencuci muka. Kamar mandi dan tempat westafel memang terpisah. Ketika masuk kamar mandi maka akan lebih dulu melihat beberapa jajaran westafel, sementara jika ingin buang air harus masuk lagi melewati westafel. Paham kan?

"Lebih kotor. Lo masuk aja kalau gak percaya,"

Kevin menggidikkan bahunya. "Gue nggak segabut itu buat masuk ke dalam cuman liat kamar mandi kotor."

"Gue heran kenapa kamar mandi cowok kotornya kayak melebihi akhlak gue ya?" ujar Nevan. Cowok itu geleng-geleng kepala. "Gue yakin kamar mandi cewek nggak akan sekotor ini."

"Lebih lancar tuh pasti ghibahnya," ujar Kevin.

"Lancar banget. Ditambah pula kamar mandi tempatnya setan. Apa gak makin lancar?" Kevin lantas tertawa mendengar perkataan Nevan.

"Seseru itu ghibah di kamar mandi?" tanya Kevin bingung. Kini ia tahu kenapa perempuan akan selalu beramai-ramai ke kamar mandi. Selain menghilangkan takut karena urban legend tentang sekolah, ternyata mereka akan melakukan rutinitas, ghibah.

"Selain ghibah, mereka tuh suka basa-basi lewat kelas doi dulu. Abis itu mereka ngaca di kamar mandi." Kevin geleng-geleng mendengarnya. Nevan tahu banget ya perihal cewek ke kamar mandi.

"Gue jadi curiga sama lo,"

Nevan menautkan alisnya. "Curiga gimana?"

"Curiga sebenernya lo cewek. Tau banget lo tentang mereka," ujar Kevin.

"Gue aja takut liat cewek. Serem mereka tuh apalagi kalau lagi marah ditambah PMS. Singa aja tunduk," gerutu Nevan. Ia pernah melakukan pendekatan dengan seorang cewek. Namun tampaknya ia salah sasaran karena saat itu Nevan malah dicaci maki ketika ia memberitahu bahwa dirinya bisa selingkuh sewaktu-waktu.

Setelah kejadian itu, Nevan belum juga mendapatkan perempuan baru lagi. Kalau kata Fadli, ini adalah karma untuk Nevan.

"Vin apa gue Caligynephobia ya?"

Kevin mendegus sebal. "Apalagi itu?"

"Phobia cewek cantik,"

"Lo pakar ahli phobia ya? Tau mulu tentang phobia," ujar Kevin tak habis pikir. Kini mereka berdua sudah berjalan keluar dari kamar mandi.

Lalu setelah itu sesuatu menjadi menarik perhatian Kevin saat ini ketika dirinya melihat Natasya berjalan begitu cepat melewati dirinya dan menuju kamar mandi.

Dan sesuatu yang menjadi janggal ketika Kevin melihat wajah dan mata Natasya begitu merah.

Natasya kenapa?

— Impression —
• TBC

Nahloh Natasya kenapa???

Jangan lupa Vote dan komen sebagai bentuk apresiasi kalian untuk ceritaku yaaa♥️ terimakasih!!!

Spam komen sini biar gak jadi sider

Follow Instagram ini buat info update :
Rhmatrnsrii
Wp.rastory

See u,

Salam,

Rahma Trianasari.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top