Impression - 11

Kevin melemparkan bantal yang ada di pangkuannya pada Nevan. Cowok itu tengah asik sendiri bersama ponselnya dengan posisi berbaring. Sementara Fadli ada di sebelahnya tengah sibuk juga dengan ponselnya. Ia bilang jika sedang chating bersama Devi untuk memproses pendekatannya. Padahal Kevin yakin jika dekat dengan Devi tidak akan mudah. Cewek itu kemungkinan 11-12 mirip Natasya.

Nevan yang merasa terganggu akibat ulah Kevin mendengus sebal. Cowok itu balik melemparkan bantalnya pada Kevin. Mereka bertiga tengah berkumpul di kamar Nevan.

"Ganggu aja lo," kata Nevan kesal.

"Lo sejak kapan sih suka drakor? Perasaan kemarin-kemarin gak suka," kata Kevin. Ia jadi ingat beberapa bulan yang lalu Nevan masih sempat menjahili Winda -teman sekelasnya- yang keseringan maraton drama asal negeri Ginseng tersebut. Nevan sering kali meledeki Winda.

"Gue diracunin!" ucap Nevan.

"Diracunin siapa?" Fadli yang sejak tadi sibuk dengan ponselnya ikut nimbrung dalam obrolan kedua temannya.

"Anak cewek di kelas," kata Nevan mendengus sebal.

"Kok bisa?"

"Gue kemarin minta saran cara deketin cewek, terus gue dikasih recommended nonton Drakor. Disitu banyak cara supaya bisa deketin cewek kata mereka," ucap Nevan sangat serius. "Tapi sialnya gue dikasih Drakor tentang pelakor buset!"

Kevin dan Fadli lantas tertawa terbahak-bahak mendengarnya. Bisa-bisanya teman sekelas mereka memberi saran Drama Korea tentang pelakor. Kevin memegang perutnya menahan sisa tawanya.

"Dan lo tau yang lebih sial?" ucap Nevan membuat Kevin dan Fadli mengerutkan kening mereka berdua. Penasaran.

"Gue malah candu anjir," kata Nevan lagi. Cowok itu mengacak-acak rambutnya. "Emang ya gue harus ngomong sama Winda besok!"

"Ngapain?" tanya Kevin penasaran.

"Minta tanggung jawab lah!" sahut Nevan.

"Emangnya Winda apain lo sampai minta tanggung jawab gitu?" sahut Fadli sembarangan membuat Nevan kesal yang mana langsung melemparkan Fadli keripik di sampingnya.

"Ambigu ya sat!" balas Nevan kesal.

Kevin menghembuskan napasnya kesal. Ia mengalihkan pandangannya pada Fadli yang malah kembali memainkan ponselnya. Cowok itu tampak senyum-senyum tipis sekarang.

"Lo gila?" tanya Kevin pada Fadli yang mana membuatnya seketika menoleh dan menunjuk dirinya sendiri.

"Gue?" Fadli bertanya balik. Kevin menganggukkan kepalanya mengiyakan. "Gila kenapa?"

"Lo senyum-senyum sendiri daritadi!" ucap Kevin kesal. "Lagipula gak biasa-biasanya lagi main lo sibuk sama HP lo."

"Maklumin yang lagi PDKT ya beda," sindir Nevan. Ia setuju dengan perkataan Kevin. Fadli sangat jarang memainkan ponselnya ketika sedang berkumpul. Cowok itu lebih sering kebanyakan main PS. Terlebih jika sudah berada di rumah Nevan.

"Yailah sok-sokan PDKT, padahal gak akan official," cibir Kevin.

Nevan terkekeh pelan. Ia memicingkan matanya seraya menunjuk Kevin. "Iri bilang bos!"

"Ngapain gue iri?" tanya Kevin mendelik kesal.

"Iri karena hubungan lo sama Natasya gak ada kemajuan," balas Fadli kemudian tertawa meledek Kevin. Ia sangat kasihan pada cowok itu.

"Sialan ya lo!" Kevin mengumpat. "Tapi seenggaknya Natasya mau ajak gue dinner. Asal lo tau aja," ujar Kevin dengan gaya sombongnya.

Nevan yang tadinya maish berada dlaam posisi rebahan langsung bangkit duduk mendengarnya. Ia terkejut mendengar pernyataan yang dikeluarkan Kevin dari mulutnya.

Sama halnya seperti Fadli. Cowok itu juga menaruh ponselnya di atas sofa dan menatap Kevin dengan tatapan mengintimidasi.

"Serius?" tanya Fadli tak percaya. Jelas saja, Natasya itu masih terlihat enggan ketika Kevin berusaha untuknya. Bahkan dengan jelas saja Natasya menolak Kevin.

Kevin menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Gak ngajak dinner sih, cuman dia ngasih gue satu permintaan."

Nevan juga Fadli mendesah kecewa. Fadli melemparkan bantal sofa yang ada di sebelahnya ke arah Kevin yang mana berhasil ditangkis oleh cowok itu. Kevin menyengir kuda.

"Seenggaknya gue bisa minta satu permintaan ke dia yang menguntungkan," ucap Kevin lagi dengan seringaiannya.

"Lo mau minta apa sama dia?" tanya Fadli penasaran.

"Gue bingung. Kesempatan yang ini gak boleh gue sia-siain,"

"Gue punya saran. Gue tau lo harus minta apa sama Natasya!" Nevan langsung pindah dari kasurnya menuju sebelah Kevin. Cowok itu tersenyum lebar. Seakan ia bangga dengan idenya yang bahkan kedua temannya tidak tahu apa.

"Apa saran lo?" tanya Kevin. Ia tidak begitu yakin pada Nevan.

"Lo minta aja sama Natasya supaya dia ngikutin mau lo kedepannya," ucap Nevan dengan bangga. Ia masih tersenyum lebar. Raut wajahnya tidak menampilkan rasa berdosanya.

"Yang ada Natasya marah sama gue sat!" kesal Kevin lalu menoyor kepala Nevan.

Nevan menyengir kuda. Ia menundukkan kepalanya. "Mianhae."

*****

Alunan musik di lapangan sekolah terdengar begitu nyaring. Anak-anak OSIS serta beberapa anak cowok yang bukan anggota OSIS terlihat begitu sibuk di lapangan sekolah. Hari ini dan besok pagi sekolah tidak mengadakan kegiatan belajar karena sibuk mempersiapkan acara untuk esok hari.

Beberapa anggota ekskul yang akan tampil untuk pembukaan acara besok hari pun ikut sibuk latihan. Mereka menyiapkannya dengan baik.

Di depan ruang musik, Natasya berdiam diri dengan mata yang memandang keramaian di bawah. Tangannya berada di depan dadanya. Seulas senyum tipis muncul di sudut bibir Natasya.

"Sya," panggilan itu membuat Natasya menoleh. Ia tersenyum hangat pada Zidan yang akan menjadi parternya dalam lomba kali ini.

"Kenapa Dan? Ada masalah?" tanya Natasya.

"Ada beberapa soal yang belum gue pahami. Gue mau minta bantuan lo," kata Zidan yang kini sudah berdiri di sebelah Natasya.

"Lo kirim aja soalnya ke gue, nanti gue bantu jelasin," ucap Natasya yang langsung diangguki Zidan. Cowok itu melirik ke bawah. Memperhatikan apa yang Natasya lihat sebelumnya.

Zidan memandang Natasya yang sepertinya sangat merasa tenang ketika menatap keramaian di bawah sana. Cowok itu memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celananya.

"Lo ngapain ngeliatin ke bawah?" tanya Zidan penasaran.

"Suka aja," balas Natasya tanpa menatap Zidan.

"Suka lihat orang kesulitan angkut barang?" Zidan tertawa. Begitupun dengan Natasya yang ikut terkekeh mendengarnya. "Seneng banget ya liat orang kesusahan."

"Gue nggak sejahat itu Dan," balas Natasya.

"Iya jahatnya lo cukup buat Kevin aja,"

Natasya mengerutkan keningnya. "Kenapa jadi Kevin?"

"Gak tau, nama dia tiba-tiba terlintas dalam otak gue," canda Zidan.

"Lo suka sama dia?"

"Gue masih cukup waras Sya," ujar Zidan membuat Natasya terkekeh mendengarnya. Setelahnya cowok itu berpamitan pergi. Urusannya dengan Natasya telah selesai.

Hembusan angin menerpa kulit Natasya. Cewek itu memejamkan matanya sejenak. Menikmati semilir angin yang berhembus. Cuaca hari ini tidak begitu panas dan tidak juga mendung.

Di kepalanya, kenangan-kenangan masa lalu Natasya seakan berputar begitu jelas. Suara tawa anak kecil serta amarah yang biasanya akan dikeluarkan oleh orang tua ketika anaknya sedikit nakal sangat jelas terputar.

Tiap sudut rumah yang begitu tampak ramai walaupun hanya ada beberapa orang seakan sangat membuat bahagia seisi rumah. Kicauan burung di depan balkon serta susu putih hangat yang siap menemani untuk penghantar tidur begitu dirindukan Natasya. Ia sangat ingin kembali ke masa-masa itu.

Namun, keadaan kini telah berubah. Hal yang terjadi di masa lalu mungkin tidak bisa terjadi hari ini. Hal yang biasanya Natasya lakukan dibantu orang lain, kini harus ia lakukan sendiri. Semuanya sudah berbeda.

"Natasya," lagi. Suara panggilan itu membuat mata Natasya terbuka. Cewek itu membalikkan badannya menatap Devi yang menghampirinya.

"Lo ngapain di sini?" tanya Devi begitu penasaran.

"Lagi pengen aja," jawab Natasya sekenanya. "Ada apa?"

"Nggak ada, gue daritadi nyariin lo," balas Devi.

"Bukannya sejak tadi lo lagi sama Fadli ya?" tanya Natasya. Sebelum ke sini Natasya sudah pamit pada Devi. Cewek itu juga sedang berdua bersama Fadli. Natasya tidak ingin mengganggu keduanya.

"Ngomongin Fadli, gue jadi ragu," ucap Devi. Kepalanya menunduk yang mana membuat kening Natasya berkerut bingung.

"Ada masalah?"

"Nggak ada," jawab Devi cepat. Cewek itu juga sudah kembali tersenyum. Tidak seperti beberapa detik yang lalu.

Natasya memilih mengangguk mengiyakan. Ia tidak mau memaksa Devi. Biarkan saja Devi memilih bercerita sendiri padanya. Tidak lama juga pasti cewek itu sudah siap menceritakan apapun.

"Gue baru tau di sini enak banget hawanya," ucap Devi tiba-tiba.

"Karena cuacanya aja lagi enak. Biasanya kadang panas,"

"Oh iya, lo dicariin Kevin tau sejak tadi," Devi ingat ketika dirinya sednag bersama Fadli, Kevin tiba-tiba datang bertanya padanya keberadaan Natasya. Sejak pagi cewek itu memang tidak terlihat.

"Biarin aja," balas Natasya tenang.

"Kevin suka banget sama lo Sya,"

"Hmm."

Devi menghela napasnya pelan. Cewek dihadapannya ini memang agak cuek masalah cowok. Devi tidak tahu apakah sifat Natasya memang seperti itu atau ada satu hal yang membuat Natasya menjadi seperti ini.

Karena semua yang terjadi itu pasti ada alasannya, kan?

"Lo cuek banget sama Kevin. Kenapa sih?" tanya Devi sangat penasaran.

"Gue gak suka dia. Kevin ganggu gue banget,"

"Sya jangan kayak gitu. Bisa-bisa besoknya lo yang suka sama Kevin,"

"Nggak akan," jawab Natasya yakin.

"Di novel yang sering gue baca---"

"Dev hidup gue bukan persis dunia novel yang lo baca," potong Natasya cepat. Dengan segera Natasya memilih pergi dari sana meninggalkan Devi yang terdiam memikirkan perkataannya. Takut-takut ada salah kata hingga menyinggung Natasya.

Hidup Nataysa begitu tertutup. Bahkan kepada Devi pun Natasya tidak terlalu banyak bercerita. Berteman lebih dari setahun tidak membuat Natasya bisa terbuka dengannya. Devi tahu pasti ada beban yang harus Nataysa tanggung. Namun Natasya terlalu menanggungnya sendirian.

*****

Langkah kaki Natasya terhenti di depan kelasnya. Ia melirik ke dalam. Tidak ada siapapun teman sekelasnya di sana. Hanya ada Kevin yang sudah duduk di tempatnya. Cowok itu terlihat tengah menunggunya. Ia tersenyum hangat ketika melihat Natasya.

Natasya menghembuskan napasnya pelan. Ia menyandarkan tubuhnya di ambang pintu. Tangannya ia lipat di depan dada. Membiarkan Kevin menghampirinya dengan senyuman khas cowok itu.

"Ngapain?" tanya Natasya. Tidak ada senyuman di bibir cewek itu. Seperti biasanya, Natasya hanya akan menatap Kevin dengan raut wajah datarnya.

"Nunggu lo,"

"Lo gak perlu tunggu gue. Bikin capek diri lo sendiri aja," kata Natasya sedikit sarkas. Cewek itu memang harus semakin tegas pada Kevin. Selain tidak mau memberi harapan apa-apa, Natasya tidak mau Kevin terlalu jatuh padanya. Walaupun dirinya belum tau niat Kevin yang sebenarnya mengganggu dirinya.

"Untuk lo bagi gue gak ada yang capek," ucap Kevin kentara sekali cowok itu serius.

"Bisa berhenti?" kata Natasya. Matanya menyorot begitu intens ke arah Kevin.

"Berhenti? Maksud lo?" tanya Kevin tak mengerti.

"Berhenti ganggu gue, berhen--"

"Nggak bisa," potong Kevin cepat. Ia tidak mau mendengar apa kelanjutan perkataan Natasya. "Gue udah terlanjur jatuh sama lo."

Nataysa terdiam. Ia memandang Kevin yang kini menatapnya dengan pandangan berbeda. Tak ada raut wajah bercanda di wajah Kevin. Lelucon yang biasa Kevin ucapkan kini tak kentara.

"Kenapa? Bahkan gue nggak melakukan apapun yang bisa buat lo kagum," ujar Natasya.

"Karena itu, karena lo gak melakukan apapun gue suka sama lo," balas Kevin. Ia melangkah untuk lebih dekat dengan Natasya. Keduanya saling melempar tatapan penuh arti. "Biar gue aja yang melakukan apapun buat bikin lo suka sama gue. Gak papa gue yang ngejar lo, seenggaknya nanti lo dan gue bakalan sejajar Sya."

"Kata gue dan lo berharap jadi kita."

"Jangan paksa gue Vin," Kevin tertawa sebentar. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Gue nggak akan paksa lo. Gue tau semuanya perlu progres. Perlahan gue yakin kalau lo bisa balas perasaan gue,"

"Jangan berharap untuk suatu hal yang gak pasti. Itu sangat menyakitkan," ujar Natasya.

"Gue nggak tau kedepannya gimana. Gue cuman berharap diantara lo sama gue gak akan ada yang terluka."

Senyum di wajah Kevin tak memudar. Cowok itu menepuk-nepuk kepala Natasya. Mata yang dihiasi bulu mata lentik itu kini nampak lelah. Lebih dari biasanya. Sejak pertama kali Kevin bertemu Natasya —Sewaktu ia menolongnya— Kevin bisa jelas melihat dari matanya. Jika Nataysa tidak baik-baik saja.

Hidup Nataysa yang sejauh ini Kevin lihat begitu sangat flat. Datang ke sekolah, belajar lalu pulang. Seolah tidak ada hal yang menarik yang bisa Natasya lakukan di sekolah. Selain belajar tentunya. Sejak pertama kali menginjakkan kakinya di rumah Natasya, dalam hatinya Kevin semakin memiliki tekad. Bertekad untuk menjaga dan melindungi gadis yang sebenarnya rapuh.

— IMPRESSION —
•TBC

Halo semuanya! Apa kabar?

Kalau kalian jadi Nataysa, lebih baik terima kehadiran Kevin atau nggak?

Kalau kalian jadi Kevin, memilih nyerah atau nggak?

Jangan lupa Vote dan Komen ya biar aku nextnya cepet.

Rekomendasiin ke temen kalian juga biar baca IMPRESSION

Oh iya, kalau ada yang mau tanya-tanya bisa Komen, DM di IG juga yak!
@/wp.rastory
@/rhmatrnsrii

See u,

Rahma Trianasari.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top