Impression - 1
Sepi. Ini bukan keadaan yang baru bagi seorang gadis yang kini tengah duduk di kursi meja makan seraya menyantap sarapannya.
Rumahnya yang besar nan megah menjadi sangat tak ada artinya jika hanya diisi oleh seorang gadis. Kemana kedua orang tuanya? Ck. Bahkan Natasya saja tidak ingin menjelaskan.
Dia, panggil saja Natasya. Nama lengkapnya Natasya Aurelia. Gadis yang sudah siap dengan seragam sekolahnya itu menghentikan aktivitas sarapannya. Tangannya mendorong sebuah piring yang sebelumnya ia pakai.
Berdiri, kemudian mengambil jaketnya yang tersampir di kursi meja makan. Natasya melangkahkan kakinya menuju keluar gerbang dan memasuki taksi yang sebelumnya ia pesan.
Gadis itu memang tidak menggunakan mobilnya. Ia lebih memilih menggunakan taksi karena Natasya malas menyetir sendirian.
--- Impression ---
Natasya keluar dari dalam taksi setelah membayar ongkosnya. Kemudian, ia berjalan menuju gerbang sekolah, melewati koridor sekolah yang ramai tiap paginya.
Tidak banyak yang menatapnya ketika melewati koridor. Hanya ada beberapa siswa yang kemudian memalingkan kembali tatapannya.
Lagipula, Natasya bukanlah gadis yang famous karena kecantikannya atau karena hal lainnya. Bukan, ia bukan gadis yang famous di sekolahnya. Natasya hanyalah seorang gadis yang memiliki kemampuan otak yang cerdas dengan sikap yang selalu menutup diri dari lingkungan sekitar.
Ya, walaupun begitu, Natasya tetap mempunyai teman. Hanya saja, jika ia tidak terlalu mengenalnya, Natasya akan merasa canggung atau tidak nyaman.
Walaupun Natasya selalu dipanggil ke depan lapangan untuk diberikan penghargaan tiap kali dirinya memenangkan olimpiade perwakilan sekolah, gadis itu tetap menjadi gadis yang tidak famous. Orang lain mungkin mengenalnya, hanya saja sebatas nama bukan wajah. Natasya terlalu menutup diri dan sering kali menunduk jika ia berada di tengah lapangan.
Atau mungkin, Natasya sudah cukup banyak yang mengenalnya hanya saja, ia tidak terlalu famous seperti anak gadis yang biasanya famous karena kecantikannya. Atau bahkan, Natasya tidak famous seperti murid yang selalu menjadi trouble maker.
Gadis yang memiliki tas biru langit itu memasuki ruangan kelas 12-IPA 1. Langkahnya langsung terhenti ketika sampai di depan tempat duduknya.
Tasnya disimpan di gantungan samping mejanya. Kemudian ia menatap gadis yang tengah duduk menyamping ke arahnya.
"Kenapa, Lo?" tanya Natasya setelah duduk di kursinya.
"Mau liat tugas fisika lo dong, Sya." kata Devi dengan cengiran kudanya.
Natasya memutar bola matanya malas. Gadis itu sudah biasa jika tugasnya selalu dijadikan contekan oleh sahabatnya sejak SMP itu.
"Ambil aja di tas gue," kata Natasya, kemudian ia bangkit dari tempat duduknya membuat sahabatnya itu mengernyit.
"Terus Lo mau kemana sekarang?"
"Gue ke kantin dulu. Lo mau nitip makanan?"
Devi berpikir sejenak. Kemudian ia menggeleng, "Nggak, deh. Nanti aja pas istirahat."
"Oke. Gue duluan."
Setelah mengatakan kalimat itu, Natasya pergi meninggalkan kelas. Masih ada waktu sekitar setengah jam sebelum bel masuk, dan hal itu bisa Natasya manfaatkan sebentar untuk ke kantin.
Ke kantin sebelum masuk kelas memang sudah menjadi kebiasaannya. Gadis itu akan pergi ke kantin hanya untuk membeli air mineral. Supaya nanti saat belajar, ia tidak dehidrasi dan masih bisa terfokus pada materi yang dijelaskan.
Mungkin kalian berpikir, kenapa Natasya tidak membawa air mineral saja dari rumahnya? Ck. Gadis itu sangat malas untuk menyiapkannya. Padahal, hanya menuangkan air mineral pada botol minumnya. Namun, Natasya berpikir, ia saja sudah repot jika menyiapkan makanannya sendiri.
Suasana kantin saat pagi memang ramai. Namun, ini tak seramai pada saat jam istirahat nanti. Mungkin saja, untuk sekarang banyak siswa-siswi yang memilih untuk mengerjakan PR mereka yang belum tuntas. Seperti Devi tadi misalnya.
Mengambil satu air mineral dari dalam kulkas, kemudian membayarnya di pemilik stand itu. Setelahnya, Natasya langsung kembali ke kelas.
"Sya gue nyontek fisika punya Lo, nih," ujar Rizky, teman sekelas Natasya. Cowok itu langsung meminta izin pada si pemilik buku fisika yang baru saja memasuki kelas mereka.
"Iya, Ky." balas Natasya, kemudian ia duduk di kursinya. "Lo udah nyalin tugas rumah?"
Devi yang merasa ditanya langsung menoleh ke arah sahabatnya yang baru saja meneguk air mineral milik Natasya yang baru dibeli gadis itu.
"Udah," balas Devi. "Tadi Rizky sama Haikal minta contekan juga. Gue kasih deh, gak papa, kan?"
Natasya mengangguk. "Iya. Gak papa."
--- Impression ---
Bel istirahat berbunyi. Guru yang baru saja memberikan materi langsung membereskan peralatan mengajarnya, lalu keluar dari kelas 12-IPA 1.
Penghuni kelas itu mulai keluar satu persatu. Mencari tempat untuk menghabisi jam istirahat mereka. Dan pastinya, 8 dari 10 orang memilih untuk pergi ke kantin ketimbang ke tempat yang lainnya. Right?
Sama halnya dengan Natasya dan juga Devi. Kedua cewek yang menjadi sahabat itu membereskan alat tulis mereka. Kemudian, langsung beranjak dari tempatnya menuju kantin.
Langkah kaki kedua cewek itu terhenti bersamaan kala seseorang menghadang mereka. Namun saja, orang itu menghadang Natasya dan Devi bukan untuk melabrak.
"Ada apa, nih?" tanya Devi bingung.
"Maaf, Kak. Tadi saya disuruh Bu Rina buat nyari Kak Natasya," ucap cewek yang diyakini Adik kelas Natasya dan Devi.
"Oh gitu," Devi mengangguk-angguk, kemudian menoleh ke arah Natasya. "Lo bikin masalah apa, Sya? Perasaan gue, lo anteng-anteng aja di sekolah ini."
Natasya menggidikkan bahunya, ia juga benar-benar bingung. Seingatnya, Natasya sama sekali tak pernah membuat masalah di sekolah. Melainkan, cewek itu malah menjadi siswi kesayangan para guru karena prestasinya.
"Bu Rina ngapain nyari saya?" tanya Natasya sopan. Walaupun pada adik kelas, cewek itu akan memperlakukan seseorang yang berhadapan dengannya sesuai orang itu memperlakukan dirinya.
"Saya juga nggak tau, Kak. Saya cuman disuruh nyari Kak Natasya terus minta Kakak buat ke ruangan Bu Rina," jelas Adik kelas itu sekali lagi.
Natasya mengangguk paham, "Ya udah. Makasih, ya."
"Iya, Kak, sama-sama. Kalau gitu saya permisi." Adik kelas itu kemudian melenggang pergi setelah berpamitan dengan Natasya dan Devi.
"Lo mau ke ruangan Bu Rina?" tanya Devi dengan satu alis yang terangkat.
"Iya," balas Natasya. "Lo gak pa-pa ke kantin sendirian?"
"Santai aja. Nanti kalau urusan Lo sama Bu Rina udah selesai Lo langsung kabarin gue, biar nanti gue kasih tau posisi gue ke elo,"
Natasya mengangguk paham.
"Iya, nanti gue kabarin." jawab cewek itu. "Ya udah gue duluan, ya."
--- Impression ---
Pintu coklat yang sudah terbuka kini diketuk oleh Natasya membuat guru yang biasanya berurusan dengan para murid nakal itu menoleh dan tersenyum tipis ke arah Natasya, kemudian menyuruh cewek itu masuk dan duduk di sofa.
Natasya menurut, gadis itu mencium punggung tangan Bu Rina, kemudian duduk di depan wanita itu.
"Maaf sebelumnya, Bu. Tapi kenapa saya dipanggil Ibu, ya? Saya gak ada buat masalah, kan, Bu?" Natasya bertanya dengan berbondong-bondong membuat Bu Rina terkekeh geli.
"Nggak ada, Natasya. Kamu tenang aja,"
Natasya menghela napas lega. Ia tersenyum pada Bu Rina. "Terus? Kenapa Ibu panggil saya, ya?"
"Jadi gini, Natasya," Bu Rina berdeham sebentar, kemudian menatap manik mata Natasya lagi. "Tadi ada wali murid datang ke Ibu, terus minta bantuan buat adain pelajaran tambahan buat anaknya. Beliau bilang, dia mau anaknya punya nilai yang cukup buat ujian nanti."
Natasya mengernyitkan dahinya keheranannya, "Terus? Hubungannya dengan saya, Bu?" tanya cewek itu berusaha sopan.
"Jadi, Ibu memutuskan buat bikin kamu jadi guru les anaknya. Kamu, kan, siswi pintar, Natasya. Hampir semua guru juga tau itu,"
"Tapi, Bu, saya gak ada minat buat jadi guru les. Saya juga mau fokus belajar buat ujian nanti,"
"Tapi, kamu masih bisa belajar juga, Natasya. Ya itung-itung kamu belajar bareng sama dia,"
Natasya menghela napasnya pelan, "Gini aja, Bu. Lebih baik pihak sekolah adakan pelajaran tambahan setiap pulang sekolah. Jadi, anak yang Ibu maksud tadi masih bisa dapet belajar tambahan. Lagipula, selain dia, anak-anak yang lainnya juga bisa ikut pelajaran tambahan."
"Gak bisa, Natasya. Kamu tau sendiri kalau siswa-siswi di sini itu lebih milih buat les tambahan di luar sana yang jadi tempat les terfavorit,"
"Loh, kalau kayak gitu kenapa anak yang ibu maksud tadi nggak ikut les tambahan di luar aja?"
"Orang tuanya gak mau. Mereka pingin satu guru mengajari satu murid. Biar lebih fokus katanya,"
"Kalau gitu, beliau bisa, kan, cari guru les private buat anaknya?"
Bu Rina menghela napasnya pelan. Wanita itu tersenyum ke arah Natasya. Gadis yang menjadi kebanggan guru itu memang sangat pintar membalas ucapannya.
"Alasannya sederhana, metode pembelajaran di sekolah ini sangat mudah dimengerti. Dan lagipula kamu siswi yang pintar, Natasya. Cukup bagus jika kamu jadi guru les privatenya. Lagipula, kamu sama dia, kan, seumuran, jadi buat pembawaan materinya bisa dibuat enjoy," kata Bu Rina mencoba membujuk Natasya.
"Maaf, Bu. Apa dia anak nakal sampai-sampai memaksa untuk minta guru les private?"
"Dia anak baik, belum ada nama dia di catatan BK saya." jawab Bu Rina sambil menggeleng. "Kamu besok ke ruangan saya lagi aja untuk kembali bahas ini. Sekalian, besok anaknya saya panggil biar ketemu sama kamu."
Natasya mengangguk mengerti. Daripada ia terus membantah, lebih baik ia mengangguk. Lagipula, mau bagaimana pun juga, Natasya tetap akan menolak tawaran itu. Menurut dirinya, keuangan Natasya masih bisa memenuhi kebutuhan dirinya. Sampai-sampai ia tidak perlu bekerja mencari uang tambahan.
Ya, bagaimana pun juga, kedua orang tuanya di sana tetap mengirim uang bulanan kepada Natasya dengan jumlah yang lebih dari cukup.
Natasya bangkit dari posisinya. Ia berpamitan kepada Bu Rina, kemudian keluar dari ruangan BK dan segera menuju kelasnya.
--- Impression ---
"Terus Lo terima apa nggak tawarannya?"
Natasya menghela napasnya. Ia menatap sahabatnya itu, kemudian menggelengkan kepalanya.
Saat ini, keduanya masih berada di dalam kelas yang mulai sepi. Sebab, beberapa menit yang lalu, bel pulang sekolah sudah berbunyi membuat para murid mulai berhamburan keluar sekolah untuk segera pulang.
Namun, berbeda dengan Natasya dan Devi. Kedua siswi itu memilih diam di kelas sambil membicarakan masalah Natasya saat di ruangan BK tadi. Ya itung-itung sambil menunggu gerbang sekolah sepi dari murid yang berdesak-desakan.
"Gue udah berusaha nolak. Cuman, Bu Rina seakan tetap maksa gue buat terima," jawab Natasya atas pertanyaan Devi barusan.
"Ya udahlah, Lo terima aja. Siapa tau anaknya yang dimaksud Bu Rina itu cewek. Jadi lumayan, bisa nambah temen,"
"Mau cewek ataupun cowok, gue tetep gak mau. Lagian kenapa harus gue coba?"
"Natasya... Lo itu siswi kebanggaan guru di sini. Lo itu pinter, cantik, sopan. Ya walaupun kadang kalau sama gue nggak sopan, sih. Lo rada nyebelin kalau lagi sama gue," ujar Devi sambil tertawa.
"Sialan lo!" Natasya mengumpat, kemudian bangkit dari tempat duduknya. "Ayo balik, gerbang juga udah mulai sepi kayaknya."
Devi mengangguk. Kemudian ia ikut bangkit dan pergi menyusul sahabatnya yang sudah berjalan di depannya.
"Lo balik naik apa?" tanya Devi saat posisinya sudah bersebalahan dengan Natasya.
"Biasa, naik angkot."
"Ya udah. Hati-hati, ya, Natasyakuuu."
Natasya terkekeh pelan. Ia bergidik ngeri melihat raut wajah Devi yang menurutnya sok imut itu.
"Najis banget muka Lo!" ujar Natasya seraya menoyor kepala temannya itu.
"Enak aja! Muka cantik begini,"
"Ge-er banget!" balas Natasya. "Udah sana, tuh mobil Lo,"
Devi mengangguk, "Gue duluan ya. Sorry gak bisa anterin Lo balik."
Natasya menoyor kepala Devi lagi.
"Sok-sokan! Biasanya juga gitu,"
Devi tertawa pelan. "Ya udah. Bye, hati-hati Lo."
Setelahnya, Devi melangkahkan kakinya menuju arah parkiran. Sementara Natasya, cewek itu berjalan menuju gerbang sekolah dan menunggu angkutan umum lewat.
Lima belas menit menunggu, tak ada satupun angkutan umum yang lewat. Baik itu bus, taksi, atau bahkan angkot.
Saat Natasya tengah melirik jam tangannya, tiga cowok dengan seragam putih-abu yang sekiranya dari SMA lain datang menghampiri gadis itu yang sontak membuat Natasya memundurkan langkahnya.
"Hai, cewek. Sendirian aja, nih."
"Kita boleh kenalan gak, nih? Nama Lo siapa?"
"Cantik-cantik kok bisu, sih? Dari tadi ditanya malah diem aja."
Natasya tetap diam. Gadis itu menutup mulutnya rapat-rapat dengan hati yang terus mengumpati ketiga cowok dihadapannya.
"Lo mau pulang, kan? Mau dianterin, gak?"
"Lah kok diem terus, sih?"
Natasya berdecak sebal. Ia menghela napasnya kasar.
"Lo bertiga anak sekolah mana, sih?" tanya cewek itu yang sudah pusing dengan kelakuan ketiga cowok dihadapannya.
"Nah gitu, dong! Kedengeran suaranya, kan, aura kecantikannya makin nambah,"
"Kita anak SMA Kencana,"
Natasya menganggukkan kepalanya, ia memalingkan wajahnya ke arah lain.
"Pantesan Lo semua rese-rese!" Kata Natasya yang sudah mulai kesal. "Lo semua mending jangan godain gue terus. Bentar lagi pacar gue sampai ke sini," lanjut Natasya dan tentu saja berbohong.
"Terus? Kalau pacar Lo ke sini kenapa emang? Masalah buat kita?"
Natasya berdecak pelan, "Lo semua bisa kena hajar sama dia. Lo bisa abis sama dia."
Ketiga cowok itu tertawa hambar membuat nyali Natasya sedikit menciut. Namun, gadis itu berusaha untuk tetap terlihat tidak takut.
"Yaelah, kita bertiga gak takut kali,"
"Yo'i. Kan satu lawan tiga, pasti pacar Lo kalah, lah!"
"Lo ja---"
Bugh
Sebuah pukulan tiba-tiba mendarat ke salah satu cowok itu. Bahkan sampai membuat Natasya dan ketiga cowok yang tadi menggodanya dibuat terkejut bukan main
"Oh jadi lo pacar cewek ini?" tanya si cowok yang tadi kena bogeman.
"Iya. Kenapa emang?" Cowok yang tiba-tiba datang itu bertanya balik.
"Dih. Sok jagoan!"
Bugh
Tiba-tiba saja pertengkaran diantara keempat cowok itu terjadi membuat mata Natasya membulat akibat terkejut.
Gadis yang tengah memegang jaketnya itu menelan salivanya susah payah kala ketiga cowok yang tadi menggodanya sudah terduduk di aspal dengan kondisi yang sedikit lemah.
"Pergi Lo, jangan ganggu cewek gue lagi." kata cowok yang tadi menolong Natasya.
Ketiga cowok itu mengangguk, kemudian dengan kompak, mereka semua berdiri lalu kabur dari hadapan Natasya dan juga cowok yang menolongnya.
Natasya menatap cowok yang tadi menolongnya, lalu tersenyum tipis.
"Makasih."
Si cowok mengangguk. "Iya sama-sama," balasnya. "Btw Lo pacar gue, kan?"
Mata Natasya membulat, "Maksud Lo apaan sih? Gue kenal Lo juga nggak!"
"Loh kata cowok tadi gue itu pacar Lo,"
"Ngaco banget sih, Lo!" ujar Natasya sebal. "Gue bilang cowok gue mau dateng untuk jemput gue itu cuman sebagai alasan biar mereka pergi. Eh, taunya mereka gak pergi-pergi."
"Alasan aja, Lo!" sangkal cowok itu. "Intinya, kita pacaran, kan?"
"Nggak lah. Gue gak kenal Lo!"
Cowok itu mengulurkan tangannya ke arah Natasya membuat gadis itu menaikkan sebelah alisnya bertanya apa maksudnya.
"Sekarang kita kenalan. Kalau udah kenal, kita pacaran. Iya, kan?
Natasya berdecak sebal. "Lo gila, ya?"
"Gak sih, gue waras. Kalau gue gila, gue udah buka baju dari tadi."
"Nggak-nggak. Lo emang gak waras!"
Cowok itu menggidikkan bahunya tak peduli. Sesaat kemudian, cowok itu melirik ke arah nama sekolah yang berada di lengan kiri Natasya. Kemudian, cowok itu membulatkan matanya.
"Lo anak SMA Pelita Harapan?"
Natasya mengernyit, kemudian ia mengangguk ragu, "Iya. Kenapa emang?"
"Lo satu sekolah sama gue!"
"Candaan lo garing banget,"
Cowok dihadapan Natasya berdecak pelan. Ia membuka sebagian jaket hitamnya kemudian menunjukkan logo sekolah yang sama dengan Natasya di lengan bajunya.
"Noh. Sama, kan?"
Natasya menganggukkan kepalanya tanpa menjawab apapun.
"Tapi, kok gue gak pernah liat Lo, ya?" tanya cowok itu membuat Natasya memutar bola matanya malas.
"Sorry aja, gue bukan cewek famous di sekolah,"
"Masa sih? Cewek secantik Lo gak famous?"
"Ya bodo amat sih," balas Natasya. "Gue terlalu gak peduli urusan semacam itu,"
Cowok dihadapan Natasya mengangguk-anggukkan kepalanya mengerti. Kemudian ia menatap manik mata Natasya.
"Tapi, Lo pasti kenal gue, kan?"
Natasya menggeleng, "Gue, kan, udah bilang sebelumnya. Gue gak kenal sama Lo!"
"Seriusan?" tanya cowok itu tak percaya. "Gue kapten basket loh di sekolah,"
Natasya menggidikkan bahunya acuh tak acuh. "Gue terlalu gak mau tau soal itu,"
"Loh kenapa?"
"Gue gak mau buang-buang waktu cuman biar gue tau siapa kapten basket ataupun kapten futsal. Kurang kerjaan."
Cowok itu berdecak sebal sambil kembali mengulurkan tangannya di depan Natasya membuat gadis itu menaikkan sebelah alisnya.
"Ya udah gue mau memperkenalkan diri,"
"Gue Kevin. Kevin William."
--- Impression ---
•To Be Continued
Garing banget gak sih(?) 😂
Baca terus aja deh. Nanti semoga lama-lama bisa suka sama ini cerita😂
Ngetiknya sesuai mood jadi maklumi kalau gak nge-feel ceritanya dan update random. Tapi aku usahain bisa cepat 😂
Bye,
See you soon
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top