🍃3🍃

"Kenapa kau tidak bilang dari tadi"
Jerit mama, malu pada kelakuan Yasa.

Yasa menoleh pada Kriti yang kini terlihat lebih malu dari mama.

"Soalnya Yasa tidak terlalu mengenal saya tante"
Bisik Kriti sambil menunduk.

Yasa kesal karena Kriti terlihat sedang melindungi Yasa.

"Dia junior ku di kampus" sela Yasa.

Kakek dan Mama terlihat mencela Yasa tapi papa mengangguk mengerti, seolah dia tahu bagaimana hubungan Yasa dan Kriti.

Lalu Roja menjerit kuat dan memeluk Kirti hingga nyaris terjengkang.
"Nah. Kan aku benar. Kakak pasti kenal dengan kakak ku"
Soraknya hingga makin membuat Kriti malu.

Papa menyodorkan sebuah kartu nama pada Kriti.
"Terimakasih atas bantuanmu. Jika ada dengan cek nya. Kau bisa menghubungi nomor yang tertera di sana"
Ucapnya Dingin dan yang Yasa rasakan kalau papa sedang mengusir Kriti secara halus.
Dan tentu saja Kriti lebih merasakannya

Kriti mendongak menatap persis ke mata Papa yang tinggi. Kriti meyodorkan kembali cek yang di dapatnya dari papa sementara kartu nama papa tak diambil olehnya.

"Sebenarnya ini apa maksudnya?" tanya Kriti dengan gugup.

Papa mengangkat sebelah alisnya menghina.
"Seperti yang sudah kami janjikan. Siapapun yang menemukan Roja dan membawanya pulang, maka kami akan memberi imbalan. Dan kami sedang menepati janji dengan memberimu uang ini" tukas Papa.

Seketika wajah Kriti merah padam. Dilihatnya Yasa dan Roja bergantian.

"Maaf, saya tidak tahu tentang pengumuman ataupun imbalan yang anda janjikan. Saya bahkan tak tahu kalau Keluarga Roja ternyata begitu kaya Raya" ungkap Kriti.
"Karena dikamar kost saya yang sempit. Saya tidak punya TV ataupun radio"
Terangnya.

Yasa rasa jantungnya langsung menciut.
Kenapa dia bisa lupa hal itu?
Dan Kriti sepertinya tahu kalau Yasa menuduhnya ingin uang imbalan ini.

"Kalau dari semalam Roja mau bilang siapa nama keluarganya atau dimana rumahnya, saya pasti sudah mengantarnya. Saya bahkan tak bisa menepati janji pada seorang teman semalam. Karena tak ingin Roja sampai jatuh ke tangan yang salah"
Ucap Kriti tanpa melirik Yasa.

Yasa melangkah dan akan bicara tapi sudah Kriti melangkah melewati papa dan meletakkan cek diatas permukaan kaca meja.

"Sebaiknya saya pergi saja. Sebelum salah pahamnya makin menjadi"
Gumam Kriti yang sudah tak tahan berlama-lama dirumah Ini.

"Maaf. Rasanya tidak sopan jika saya tidak memperkenalkan diri. Nama saya Kriti. Dan saya pastikan kalau saya ikhlas menolong Roja tanpa mengharapkan pamrih apapun"
Kata Kriti sebelum berbalik dan tersenyum pada Roja.
Dan Yasa rasa Kriti sedang menyindirnya.

"Kakak pergi dulu ya"
Ucapnya perlahan pada Roja. Baru saja Kriti melangkah, Roja sudah memeluk pinggangnya dari belakang.

"Tidak boleh pergi" rajuk Roja.

Tak ada yang bergerak menghalangi Roja. Soalnya mereka semua Sedang menahan Malu karena sikap tak sopan yang mereka tunjukan pada Kriti.

Kriti melepas tangan Roja. Tapi Roja yang sama tinggi dengan Kriti dan lebih berat darinya, tak mau melepas Kriti.

"Yasa, tolong lah" guman Kriti berbisik. Kalau tak terpaksa, Kriti yakin dia takkan mau minta tolong pada Yasa yang malu mengakui Kriti.

Yasa bergerak perlahan dan menarik bahu Roja. Biasanya jika Yasa lakukan itu maka Roja akan langsung melompat dab minta gendong pada Yasa. Tapi Kini Roja tetap memeluk Kriti dan tak membiarkan Kriti pergi.

"Kakak jahat. Aku cari-cari tak ketemu. Trus kak Kriti yang nolong pas ada anjing nakal yang gonggong aku"

Yasa menatap Kriti yang tak mau melihat padanya. Yasa tahu persis kalau Kriti juga takut pada anjing.

"Trus Kak Kriti bawa aku kerumahnya. Aku bilang lapar dan Kak Kriti buatkan Mie rebus enak. Lalu baju aku ketumpahan kuah. Kak Kriti Kasih baju ganti dan cuci baju aku. Lihat ,sekarang aku pakai baju kak Kriti" beber Roja panjang lebar.

Yasa baru ngeh kalau Baju Roja memang beda. Baju Roja selalu gaun seperti Berbie. Sekrang Roja pakai jeans dan kaos, ini memang gaya Kriti.

"Bajunya masih Dirumah. Soalnya belum kering. Nanti kalau udah kering akan saya antar" ucap Kriti pada Mama dan Kakek yang kini juga sudah berdiri didekat Kriti tanpa Yasa sadari.

"Tidak apa-apa. Ambil Saja. Roja punya banyak baju seperti itu kok" sela Papa.

Ini jelas-jelas sebuah hinaan.
Kriti memucat dan sedikit lebih kuat berusaha melepaskan pelukan Roja.

"Roja sayang. Ayo sama mama. Kita makan es Krim yuk"
Mama bahkan sampai turun tangan untuk membujuk Roja.

Roja menggeleng dan makin menempel kuat pada Kriti.
"Tidak. Kak Kriti tak boleh pulang. Mulai sekarang Kakak tinggal di sini aja"
Teriaknya sambil menghentakkan kaki hingga Kriti terguncang.

"Tinggallah sebentar lagi" ujar Yasa perlahan. Kriti akhirnya menatap Yasa sekilas..
Nafas Yasa tercekat saat melihat mata Kriti berkaca-kaca.

"Kak Kriti pergi sebentar aja. Ambil baju Roja sama baju Kak Kriti. Habis itu kakak kembali lagi"
Bohong Kriti agar Roja melepasnya.

Meski enggan, Roja akhirnya melepasa Kriti.
"Aku ikut. nanti kakak malah nggak kembali" rengeknya.

Kriti memeluk Roja.
"Tidak. Pasti kembali kok, kakak janji. Roja disini aja ya" bohong Kriti bertubi-tubi. Demi apapun Kriti tobat menginjakan kaki ke rumah ini lagi.

"Janji" isak Roja sambil memberikan kelingkingnya. Kriti tersenyum dan mengaitkan kelingking mereka.

Sebelum Roja berubah pikiran, Kriti langsung berbalik. Mengangguk pada mama dan kakek dab melewati Yasa begitu saja.

"Apa-apaan itu tadi"
Bentak Kakek pada Papa, begitu Kriti menghilang dan tak mendengar suaranya lagi.

"Apa? " seru papa.
Mama langsung memeluk dan membawa Roja yang menangis, duduk di sofa sambil melotot pada Papa.
Sedangkan Yasa benar-benar ingin menonjokk wajah papanya.

"Begitu caranya kau bicara pada orang yang sudah menolong putrimu?. Seharusnya kalau perlu kau mencium tangannya dan bilang terimakasih" hardik Kakek.

Papa jelas tersinggung.
"Tapi bukannya papa yang mengusulkan ide itu. Jadi aku hanya memastikan dia mendapat hak nya"
Jawab Papa.

"Dasar tak tahu sopan santun" maki kakek sebelum akhirnya berlalu meninggalkan mereka semua..

Mama menghela nafas dan Yasa langsung menyusul kakek.
Mereka keluar dipintu yang sama tapi naik mobil berbeda.

Yasa harus segera mengejar Kriti sebelum dia naik kendaraan apapun. Dan Yasa bisa meramal kalau Kriti pasti naik bis karena ongkos yang murah. Kalau begitu Kriti harus berjalan sedikit lebih jauh, semoga Yasa belum terlambat.

Begitu sampai perhentian Bis, Yasa lega karena Kriti sedang Antri naik bis yang baru sampai.

Yasa melompat keluar dan meneriakkan nama Kriti agar Kriti mendengar dan menoleh sambil berhenti melangkah. Yasa langsung mendekat.

"Aku yang akan mengantarmu" tegas Yasa sambil menarik tangan Kriti yang penurut dan hanya pasrah saat Yasa mendorongnya masuk ke mobil.

Kriti diam sampai Yasa baik ke kursi pengemudi dan menutup pintu.
"Aku tak tahu kalau kau punya adik"
Ucap Kriti perlahan.

"Diamlah" kata Yasa sebelum menarik leher Kriti dan menyambar bibirnya.
Yasa menghisap bibir Kriti dengan lumayan kasar dan rakus, tak perduli suara erangan Kriti.

Sebelah tangan Yasa meremas Dada Kriti. Kriti berusaha menepis tangan lebar Yasa namun tak dihiraukan yasa.
Tak puas menyentuh dada Kriti yang tertutup.

Yasa mendorong kaos dab bra kriti ke atas dan langsung meremas Dada Kriti yang sudah mengeras.

Bunyi cecapan bibir dan lidah Yasa yang menguasai mulutnya, membuat kuping Kriti panas.
Kriti juga mendengar suara erangan dari tenggorokannya dan Yasa.
Untunglah orang diluar takakb tahu apa yang sedang mereka lakukan, akibat kaca yang hitam.

Akhirnya setelah merasa kalau dia sendiri butuh bernafas, Barulah Yasa melepaskan bibir Kriti.

Yasa menempelkan keningnya ke kening Kriti.
Nafas mereka berdua tersengal-sengal. Sementara kedua tangan Yasa, sekarang berada di masing-masing payudara Kriti.

"Terimakasih sudah menolong ROJA. Jadi karena itu kau tak datang semalam?" bisik Yasa saat nafasnya sudah kembali normal.

Kriti yang Kini terengah-engah karena remasan dan sentuhan yasa Diperut dan dadanya, hany bisa mengangguk lemas.

Melihat Hal itu, Yasa kembali melumat bibir Kriti.
Selalu seperti ini. Melihat sifat lemah dan penurut Kriti membuat Gairah Yasa membumbung tinggi.
Yasa belum pernah merasa begitu menggebu-gebu seperti ini dengan wanita manapun.

Bahkan dengan calon tunangannya, Shinta.

Yasa kembali melepas Kriti saat celananya mulai terasa sempit.
Tanpa Suara Yasa menyalakan mobil dan membawa mereka berdua ke kos an Kriti, hinggalah Kriti Turun dari mobil YAsa Langsung tancap gas meninggalkan Kriti.

Kriti terdiam hingga mobil Yasa hilang di pandangannya.

Kalau perempuan lain mungkin sudah marah dab melaporkan Yasa pada polisi atas tindakan pelecehan yang dilakukan padanya.

Namun Kriti tetaplah Kriti. Si lemah yang mencintai Yasa yang hanya menjadikan Kriti alat bersenang-senang.
Lihatlah tadi, bahkan didepan keluarganya, Yasa terlihat malu memperkenalkan Kriti.

Kriti berputar dan masuk dalam kawasan kos nya yang besar dan bertingkat-tingkat.

Semalam karena Roja tak mau tidur dan minta Kriti bercerita, jadinya Kriti kurang Tidur. Masih ada waktu hingga mata kuliah berikutnya. Kriti bisa tidur sebentar, agar dia tak mengantuk saat kerja ditempat baru, nanti malam.

Yasa tidak kembali ke rumah. Dia lebih memilih pulang ke rumah kakek yang lebih seperti rumahnya sendiri dari pada rumah yang ada papa dan mama. Kalau bukan karena Roja disana, Yasa malas pulang dan bertemu papanya. Apalagi sekarang setelah melihat gayanya yang merendahkan Kriti.
Apa papa lupa kalau dulu dia juga berasal dari kelas yang sama denga Kriti.

Saat masuk makin jauh ke dalam rumah, Yasa menemukan kalau kakek sedang sarapan.
Yasa mendekat dan kakek mengangguk.

"Kau juga belum sarapan kan?.
Ayo makan bersamaku"
Ujar kakek sambil memberi kode agar Feri si pelayan membantu menyiapkan sarapan untuk Yasa.

"Gadis yang cantik dan baik" bukan Kakek saat Yasa mulai menyuap roti dan telurnya.

Yasa hampir tersedak jika dia tak langsung menelan makanan dimulutnya.

"Siapa? Kriti"
Tanya Yasa setelah minum beberapa teguk air Putih digelasnya.

Kakek Mengangguk.
"Dia lebih sesuai untukmu dari pada Shinta yang jadi pilihan papamu"
Kata Kakek sambil mengunyah daging asapnya.

Yasa selama ini tak pernah perduli dengan siapa papa menjodohkannya. Toh bagi Yasa semua perempuan sama saja saat lampu mati.

Namun Kriti selalu berbeda.
Mencium Kriti selalu membuat Yada nyaris kehilangan kendali diri.
Melihat Kriti membuat sifat Yasa yang protektif langsung keluar begitu saja.

"Masih calon. Bukan tunangan ataupun istriku. Aku bisa membatalkannya kapanpun"
Kata Yasa datar dan disambut tawa kakek.

"Bagus.. Bagus. Aku suka pada sikapmu yang seperti ini. Kau selalu tahu apa yang kau inginkan dan bagaimana cara mendapatkannya"
Tutur Kakek penuh kepuasan.

"Dan kenapa kau tadi merona setiap melihat pada Kriti" bisik Kakek jahil.

Wajah Yasa sekrang juga mungkin sedang merona mendengar pertanyaan usil kakek.

"Jangan katakan padaku kalau hubungan kalian hanya sebatas senior dan junior, dikampus.
Yang mengalir ditubuhmu itu sebagian dari darahku. Jadi aku tahu kalau kau selalu birahi saat menatap Kriti. Darahmu menggelegak dan jantungmu pasti berdetak cepat saat Kriti didekatmu. Kriti juga terlihat salah tingkah saat berada didekatmu. Jadi jujur saja padaku, apa hubungan kalian sebenarnya"

Saking panjangnya analisa kakek, Yasa sampai BISA menghabiskan isi piringnya.

SETELAH melap mulutnya, Yasa menyeringai pada kakek.
"Ya hanya sebatas itu. Aku suka menyentuhnya dan dia suka akan sentuhan"
Jawab Yasa Datar.

Kakek langsung antusias.
"Kau harus membawanya kesini. Aku suka gayanya yang tenang itu. Tapi sebelum itu, kau harus bilang padaku, Sudah sejauh mana hubungan kalian. Dan apa yang ingin kau lakukan selanjutnya?"
Tanya Kakek penuh semangat.

Yasa mendengus dan melempar saputangan ke atas meja.

"Kalau kau sudah merasa birahi. Hubungi jasa pelayanan penyedia wanita.
Atau kau bisa nonton koleksi DVD pornomu yang selemari itu"
Ketus Yasa.

Dan sebelum berdiri, Yasa kembali bicara.
"Aku harus ke kampus dan malamnya aku akan membawa Roja makan malam diluar. Kalau kakek mau ikut, kabari saja aku. Biar aku menjemputmu sekalian"

Kakek kembali mengangguk
"Ya.aku akan makan malam bersama kalian"

Yasa tersenyum dalam hati melihat kakeknya yang berjiwa muda.

"Baiklah. Aku harus mandi dan ganti baju dulu"
Ujar Yasa yang berlari kecil menaiki tangga yang menuju ke kamarnya.

Biasanya Yasa tak pernah memikirkan soal Shinta lebih lama dari pada ini.
Namun semenjak bertemu dan dekat dengan Kriti,Yasa merasa kalau dia mulai keberatan atas pilihan papa.

Meski bukan anak yang patuh, Selama ini Yasa tak keberatan papa mengatur hubungannya dengan Shinta.

Lagipula menurut Yasa, Shinta itu cantik dan pintar.
Setiap pria selalu kagum dengan kecantikan dan tubuh Shinta yang kerja sampingan sebagai model majalah dewasa semenjak umur lima belas tahun.

Kakek bilang Kriti lebih pantas untuknya.
Yasa terkekeh sendiri saat mulai rebahan didalam bathtub yang penuh busa.

Kriti yang lemah, penakut dan pemalu sama sekali takkan cocok dalam lingkungan pergaulan Yasa.
Contohnya saja di kampus sana.

Yasa takkan terpengaruh dengan kata-kata kakek yang terlalu ngawur.

Kakek memang seperti itu orangnya, Dia lebih suka bercanda daripada serius.
Pasti itu juga yang sedang berlaku ketika mereka membahas tentang Kriti tadi.

******************

(11042018) pyk.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top