3. Imajinasi

"I think it's different, this last pict looks like both are happy, so let's think that he got accepted then the HRD say 'congrats, you son of a b****, now welcome to the hell', so this person just smiling know he'll die soon."

Tahu wajah kagetnya pikachu? Iya tampang Roca begitu sekarang. "You sure have a great rainbow in your head."

"Sorry, I'm not gay."

What? Dengan sfx suara cowok kaget setengah teriak.

"Why the hell everyone keep saying rainbow is gay? They haven't watched spongebob yet? I mean, when he says imagination with rainbow in his hands."

"Ah, that one."

Awkward.

"Whatever, thanks for your story."

"Any time."

Apa sih? Roca tidak paham sama sekali bagaimana tipikal orang-orang di sini. Ia pikir spongebob itu universal selain di China. Ternyata candaannya tidak pernah sampai di otak mereka. Atau dirinya yang tidak jenius membuat basa-basi.

Roca baru saja menerima beasiswa pertukaran belajar ke luar negeri. Awalnya banyak yang mengajaknya mengobrol hanya karena ingin tahu. Terus lama-lama mereka kembali biasa saja. Roca masih bersikap receh seperti biasa. Namun teman-teman beda rasnya ini sepertinya tidak tertarik.

Barusan dia hanya bertanya ke teman blonde di sebelahnya mengenai deskripsi apa yang harus ia buat pada keterangan gambar di soal. Mencoba bercanda karena ia tahu spongebob tidak dilarang di sini. Namun tetap saja tidak ada yang nyambung.

Saat makan siang, Roca duduk bersama anak-anak lain tapi mereka sibuk sendiri sementara dirinya mulai makan di pinggir meja. Di tengah ia sedang menyuap burger alot, anak blonde yang tadi datang. Meletakkan nampannya dan mulai makan. Roca masih sibuk sendiri, ia tidak akan berharap cowok ini tidak hanya kepo soal dirinya. Berharap dia cuma butuh tempat duduk saja untuk makan.

"Hey."

"Mmm?" Roca mengangkat sebelah alis sambil menatapnya dan minum soda.

"I still haven't known your name."

Seseorang yang pernah jadi artis beberapa hari di awal ia masuk sebulan lalu sudah dilupakan cowok ini? Wow, luar biasa. Roca hanya tersenyum sambil melanjutkan gigitan burgernya.

"So what?"

"You don't even know who I am?"

Roca mengangkat bahu. "The 'I'm not gay' guy."

Dia tertawa. "You're quite funny. Nice to meet ya, I'm Irwin."

Lah, yang begini dia anggep jokes sementara yang jokes beneran dia nggak paham? Luar biasa. Namun Roca hanya menghela nafas melihat dia masih tersenyum. Sepertinya ia memang harus megikuti arus saja. Lakukan atau tidak sama sekali. Masih mending dari pada dia sendirian sampai waktu pertukaran pelajarnya habis. Hanya sebentar.

"Roca, it's nice to meet you too."

"Great, I hope we could be a good friend from now on."

Roca memakan sisa burgernya dengan malas. "Hope so."

Waktu pertukaran pelajar hanya sekitar 4 bulan. Sebulan setelah ia disini, satu-satunya yang ia kenal baik hanya Irwin. Terasa aneh memang. Namun Roca tahu ini bukan cerita teenlit dimana tiba-tiba saja ada cowok yang mau berkenalan dan dimulailah cerita drama. Sebenarnya saat sesekali melihatnya di kelas, Roca sudah merasakan keanehan sejak awal.

Apa ya niatnya ikut begini? Roca hanya ingin melarikan diri dari rumahnya dengan cara yang keren. Teman-teman kuliahnya sama dengan fake friends. Keluarganya tidak bisa diharapkan untuk memberikan uluran tangan. Jadi, Roca menghalalkan segala cara untuk keluar dari zonanya, bahkan sampai membuat perjanjian.

"C'mon, we have football competition to watch this afternoon!" Suara nyaringnya memekakkan telinga padahal Roca tidak menyalakan loudspeaker.

"Shut up, Dude!" Duh, perut Roca tambah sakit. "I'll come late." Memang tidak baik menelpon kalo lagi buang air di toilet. Siapa sih yang buat tradisi membawa ponsel ke manapun bahkan ke kamar mandi?

"I hear some noise. Do you, anyhow, join a battlefield?"

F****! Roca cepat-cepat mematikan ponselnya. Apa sih? Dia kan sedang diare. Roca mengumpat bukan hanya karena perutnya yang sakit, tapi juga karena reaksi Irwin. Pelangi di kepalanya selalu terlihat cerah. Alias, imajinasinya selalu bekerja dengan sangat baik. Jokes pelangi sebagai imajinasi yang kadang diplesetkan menjadi gay sudah jadi makanan mereka berdua sekarang. Dirinya yang receh sementara jawaban tak terduga Irwin memang klop.

Dua bulan terakhir Roca dipenuhi oleh Irwin. Bukan masalah jatuh cinta atau drama teenlit. Namun ini masalah keanehan yang semakin lama semakin membingungkan. Mereka mengobrol sering, secara langsung atau telepon. Dan terkadang Irwin langsung bergegas menemuinya kalau Roca sedang senggang. Namun reaksi teman-temannya yang lain, yang ia bahkan tidak tahu namanya karena tidak pernah berkenalan, menjadi buruk entah pada dirinya atau pada Irwin.

Pernah beberapa dari mereka mengajaknya mengobrol. Seperti biasa, Roca menanggapi dengan santai dan candaan receh yang sulit dipahami. Namun kalau diambil kesimpulan, semua bicara padanya seolah bertanya apa dia baik-baik saja.

"I really am. Why everyone see me like I almost died on something?" tanya Roca pada akhirnya.

"Okey, I'm just gonna be honest. So, you know I've learnt so many psychological things in my major. Let's straight to the point, do you, somehow, have schizophrenia?"

Oh, jadi gitu. Tiba-tiba Roca sudah dapat jawaban semua keanehan Irwin. Ia tidak bisa mengatakannya langsung. Namun Roca tentu juga tidak bisa langsung percaya. Jadi ia putuskan untuk memeriksa semuanya sebelum membuat kesimpulan terakhir.

"Just because he actually never been there, so you think I have schizophrenia?"

"Oh, wait. What the heck actually happened to you?"

Roca mengangkat bahu. "I still have 2 weeks before I'm going back to Indonesia. But, I'll make sure everything's okay. Don't worry."

Cewek afro itu terdiam lama. "Well, okey.  It's not just me, but everyone in the class feel like we haven't get close and suddenly you'll go back. You can join us for shopping or party, and for the last we can throw best farewell party that you ever had."

"Fine." Roca tertawa. "I'll looking forward for it."

"Give me your number, I'll let you know when and where we should hang out often."

Roca mengeluarkan ponselnya. Mereka saling bertukar nomer, lalu untuk mengeceknya, Roca menghubungi nomer cewek afro itu. Si cewek menunggu dengan sabar dan tersenyum lebar saat namanya dengan emo hati muncul di notifikasi panggilan. Sejenak Roca memperhatikan daftar log panggilannya, tidak pernah ada panggilan keluar masuk meski ia sering menelepon. Tidak ada tanda-tanda nama Irwin.

"Thank you so much." Dia tersenyum lagi dan pamit pergi.

Oke, waktunya mengecek. Roca kemudian pergi ke toilet. Melihat ada cewek-cewek yang sedang berdandan sambil mengobrol. Roca ikut di sana juga, memilih cermin terjauh dari mereka lalu mulai berdandan. Menyisir rambut, menatanya lagi, memoles lagi make up di wajahnya. Lalu mengingat saat di mana ia biasanya sendiri dan mulai merasa ingin mengobrol. Saat itulah Irwin muncul di belakangnya. Tanpa digubris sekumpulan cewek di sana.

"Hurry up, why every girls always take a long time to make theirselves pretty when actually not?"

Pedes banget ngomongnya, keluh Roca dalam hati kemudian tersenyum. Dalam hati lagi kemudian ia berkata. "We just wanna look the best, for confident. Like when boys make their game characters so they'll look badass."

"We take so long for equipments, allright? I bet you never played a game beside tetris."

"Nice rainbow, but how do you know?" Roca kemudian berharap ia dan Irwin adalah teman masa kecil. Seperti film roman dimana mereka dipertemukan kembali dan jadi akrab lagi.

"You've played it since little."

Roca tersemyum. "Sepertinya yang punya pelangi paling bagus cuma aku."

"Ha? Jadi kamu gay beneran?"

Roca tertawa cekikikan. Berusaha agar tidak menarik perhatian para cewek yang ternyata belum selesai mengobrol juga. Namun terlambat, mereka sudah melihatnya dengan tatapan aneh. Roca cepat-cepat merapikan peralatan make up-nya. Lalu keluar dari sana. Tentu dengan Irwin yang masih memgikutinya.

"Aku sampai lupa pernah janji. So, how long my left time? Aku belum sempat bersenang-senang di 2 minggu terakhir lho," gurau Roca melangkah di lorong.

"I can't tell. Tapi kalau kamu mau bersenang-senang, aku bisa ikut."

"Horor banget." Karena semakin sering dia muncul, semakin sedikit sisa waktunya.

Gimana ya~? Sekarang Roca yang mulai takut tapi dia cuma bisa tertawa. Harusnya dia menulis di formulir pendaftaran pertukaran pelajarnya kalau dia menderita penyakit. Iya, penyakit jiwa.

*
✦━impetuous headlong rush━✦
*
*
*

Heroin(e)
Enakan sub dong dari pada dub
01.33

Kecap Ban Go
Sub bikin gak fokus
01.33

Heroin(e)
Matamu gak bakat blas liat scene sub
01.34

Kecap Ban Go
Mata kek bunglon aja bangga
01.36

Gelang Alit
Kukira apaan bgsd, bahas pagi-pagi
Ternyata pekob laknat😔
06.21

Chaicha
Asalkan english, w minat, sub or dub👌
07.48

Ichacha
Si babi malah ikutan 😡🐷
07.57

Heroin(e)
Jangan salah, ini cara cepat belajar bahasa inggris atou jepang
09.16

Kecap Ban Go
Jauh-jauh ke luar negeri demi AV
09.32

Gelang Alit
Oke, stop atau kalian di-kick
09.40

You removed Heroin(e) and Kecap Ban Go

ME
Heran, masih banyak orang gentong ternyata di dunia ini
10.00

NiNi
Gentong? 🤔
10.02

ME
H****i = Hentong = Gentong
10.04

Heroin(e) joined with this grop link
Kecap Ban Go joined with this group link

Chaicha
Mantap, budak gentong emang luar biasa, gak heran bebal pol
11.27

Heroin(e)
Protes mulu luh bucin, kan ikutan jg tadi
11.31

Kecap Ban Go
Kan kita uda stop ngapain di kick, bedebah sialan
11.35

ME
Oh iye, maap :v Awas diulang
11.37

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top