47 : Berbeda
Spam Love dulu sini😘
Siap baca?
Happy reading😘
.
Malam ini kedua mataku tidak mau berkompromi. Keduanya terus terbuka hingga jam menunjukkan pukul sebelas lebih tiga puluh tiga menit. Aku berusaha mencari posisi nyaman agar tubuhku tidak menolak lagi untuk beristirahat, tapi tetap saja mereka tidak mau menuruti perintahku.
Aku lalu mengambil ponsel yang terletak di samping bantalku. Kubuka aplikasi pesan, whatsapp, line dan telegram tetapi sama sekali tidak ada pemberitahuan dari Mas Regaf. Harusnya, aku tidak sekhawatir ini mengingat profesi Mas Regaf yang mengharuskan dia selalu stay jika sewaktu-waktu ada panggilan mendadak di rumah sakit. Tapi, kali ini rasanya ... aneh saja.
KRIET
Aku menoleh ke arah pintu yang tiba-tiba terbuka. Sosok lelaki yang sedaritadi kutunggu pun muncul dengan wajah kusam dan baju yang kusut. Rambutnya yang biasa terlihat rapi pun terlihat sedikit berantakan. Tidak biasanya.
Apakah pasien kali ini separah itu?
"Mas?"
Kedua mata Mas Regaf membulat kaget. Sepertinya dia tidak menyangka jika jam segini aku masih terjaga.
"Loh, Ay. Belum tidur?" tanyanya seraya mendekat ke arahku. Aku bangun dari posisi tidurku dan Mas Regaf lalu duduk tepat di sampingku.
"Aku khawatir, Mas."
"Aku minta maaf." Mas Regaf menggenggam tanganku menggunakan satu tangannya dan tangan satunya lagi membelai lembut pipi kiriku. "Ada pasien mendadak yang harus kutangani."
Aku tersenyum semringah karena akhirnya kekhawatiranku mendapatkan jawaban. Ternyata benar, Mas Regaf sedang ada pasien.
"Mas udah makan?"
"Hm, udah. Kamu tidur, ya. Aku mau mandi dulu." Aku mengangguk pelan.
Mas Regaf sudah beranjak menuju kamar mandi, namun aku terus menatap punggung lebarnya hingga menghilang setelah ia menutup pintu kamar mandi. Aku pun berinisiatif untuk menyiapkan pakaian yang akan digunakan Mas Regaf, karena aku tahu pasti dia sangat kelelahan.
Setelah menyiapkan pakaian yang akan digunakan oleh Mas Regaf, aku kembali merebahkan diri di ranjang. Malam ini, aku tidak perlu dihantui oleh rasa khawatir dan akan tidur dengan nyenyak.
***
Pagi sudah tiba, aku bersama Ibu menyiapkan sarapan untuk Mas Regaf, Ayah dan Zahra. Aku dan Ibu juga menyiapkan bekal yang lebih banyak dari hari biasanya, karena Ibu dan Ayah akan berangkat ke Yogyakarta untuk menemui ibu dari Ayah. Tentu saja Ibu membawa bekal, kalau tidak, kata Ibu, Mas Regaf akan ceramah panjang lebar mengenai kesehatan dan betapa tidak menyehatkannya junk food atau makanan siap saji di luar sana. Kedengarannya sangat berlebihan untuk aku yang penyuka junk food, tapi tentu tidak bagi orang yang berprofesi seperti Mas Regaf. Justru itu adalah hal yang wajar.
"Tambahin buah-buahan juga ya, Ay. Ayah itu paling malas makan yang namanya buah. Dipaksa baru mau. Itu pun cuma beberapa potong. Mirip sekali dengan Nenek. Bu, kalau Ayah nanti nggak makan buahnya, Ibu lapor ke Regaf, ya."
Oke, Mas Regaf nyuruhnya satu macam, tapi buntutnya sepanjang rel kereta api. Tidak heran jika ekspresi Ayah saat ini berubah jadi seperti anak-anak yang baru saja habis dimarahi oleh ibunya.
Lucu.
"Kamu dengar kan, Nak? Regaf itu selalu seperti itu. Sensian kalo soal asupan makanan Ayahnya," bisik Ibu yang saat ini berdiri di sampingku–ikut menyiapkan bekal yang akan dibawa Zahra ke sekolah.
"Ibu dan Zahra juga. Sayurnya banyakin, Ay."
"Ih, Kak. Dikit aja. Zahra nggak terlalu suka sayur," protes Zahra saat Regaf mengambil sayuran di dalam kulkas.
Lihatlah, meski saat ini Mas Regaf sudah rapi dan sebentar lagi akan berangkat ke rumah sakit, dia masih saja menyempatkan diri mengurus makanan keluarganya. Dia bahkan tidak segan-segan ikut memotong sayuran yang sudah dicuci dan memasukkannya ke dalam kotak bekal milik Ayah, Ibu dan Zahra.
"Jangan banyak protes, Dek. Pokoknya ini habisin," balas Mas Regaf tak ingin dibantah. "Ay, kamu juga banyak makan sayur dan buah, ya. Jangan ngemil terus sama Zahra. Oke?"
Wah, ternyata aku juga kena imbasnya.
"Iya, Mas."
Kudengar di sampingku Ibu terkekeh. Pasti ngetawain aku. "Bu~"
"Hihihi, iya, iya. Maaf. Habis, ibu pikir Nak Aya nggak akan kena ceramah Regaf juga. Ternyata, ckck. Dasar si Regaf itu."
Aku mendekat ke arah Ibu lalu berbisik, "Tenang saja, Bu. Nggak ada jatah untuk mereka yang merusak kesenangan."
Kami berdua terbahak, membuat Ayah, Zahra dan Mas Regaf sukses menatap heran ke arah kami berdua.
***
"Ibu dan Ayah hati-hati, ya. Jangan lupa telepon Aya atau Mas Regaf kalau sudah tiba di Jogja." Aku mencium punggung tangan Ayah dan Ibu secara bergantian.
"Iya, Nak. Nitip Regaf dan Zahra ya. Kalau Zahra nakal, lapor saja sama Regaf," pesan Ayah.
"Siap, Ayah."
"Ya sudah. Ayah dan Ibu pergi dulu, ya. Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumussalam."
Sesaat setelah mobil yang ditumpangi Ayah dan Ibu pergi, keheningan tiba-tiba menggerayangi. Tak ingin merasa kesepian, aku segera bersiap-siap untuk ke kampus, menemui dosen pembimbing yang kemarin telah ditetapkan oleh pihak fakultas. Tadi malam aku juga sudah berkomunikasi dengan pembimbingku, katanya hari ini beliau ada jam mengajar di kampus sekitaran pukul sembilan dan sekarang sudah pukul delapan lebih lima belas menit.
"Hari ini bimbingan pertama. Fighting, Aya!"
Setelah memesan taksi online, aku memutuskan untuk mengirim chat ke Mas Regaf. Khusus malam ini, aku akan memasak makanan kesukaannya. Ya, walau nantinya tidak akan seenak masakan Ibu, tapi aku akan berusaha membuat seenak mungkin.
Hm, kalau Bang Arsel melihat aku seantusias ini, pasti dipikir aku sedang kesurupan. Tidak heran, karena aku dulunya–sebelum menikah merupakan gadis yang hanya ke dapur saat akan menyicipi masakan Mama, Mbak Zillah dan Mbak Linda. Dan sekarang, berniat untuk memasak? Seketika bayangan Bang Arsel menertawakanku memenuhi isi pikiranku.
"Hush! Hush! Sana, Bang! Jangan merusak suasana hatiku!" ujarku seraya mengibas-ibaskan tangan seolah mengusir bayang-bayang Bang Arsel.
Aya
Mas, nanti pulang jam berapa?
Hingga aku sampai di kampus, Mas Regaf belum juga membalas chat-ku. Tapi, aku tidak pusing karena jam segini biasanya Mas Regaf memang sibuk.
Sementara aku mengurus skripsi, aku tidak lagi perlu menunggu balasan Mas Regaf. Toh, nanti pasti juga dibalas kalau sudah tidak sibuk.
Ting!
Mas Regaf
InsyaAllah jam delapan, Ay. Kenapa?
Loh, sudah dibalas.
Aya
Oke, Mas. Nanti malam aku mau masak makanan kesukaan Mas loh. Hehe☺️
Mas Regaf
Wah. Jadi nggak sabar pengin pulang. 😍
Aya
Hihi, pokoknya nanti malam aku tunggu! 😘
Mas Regaf
❤️
Aduh, rasanya ada kupu-kupu yang beterbangan di dalam dadaku. Padahal Mas Regaf hanya mengirim stiker berbentuk cinta. Tapi, tetap saja. Aku yang belum pernah merasakan dicintai oleh lelaki selain Papa dan Bang Arsel, tentu saja akan merasa senang sesenang anak kecil yang mendapat gulali.
"Aku akan masak makanan yang enak!" ujarku setelah membaca pesan terakhir dari Mas Regaf.
Cukup untuk hari ini, untuk bagian proposal, tidak banyak yang harus kurevisi. Hanya perlu menambahkan beberapa referensi dan memperbaiki typo yang bertebaran.
Setelah melakukan bimbingan, aku segera pulang untuk membeli beberapa bahan masakan. Makan malam kali ini akan benar-benar spesial.
***
"Wah! Kak Aya masak apa itu?" tanya Zahra yang ikut bergabung bersamaku di dapur.
"Ini, ayam kecap kesukaan Kakakmu."
"Wow! Kak Aya bisa masak ayam kecap?" Aku mengangguk pelan, sementara Zahra terlihat ingin sekali menyicipi masakanku itu.
"Tapi kan Kak Regaf belum pulang. Jadi, ayamnya untuk Zahra aja, ya Kak!"
"Eh? Untuk suami kakak dulu, dong. Hehe. Aku sisain buat Zahra deh!"
"Bener? Ya udah, Kak. Siniin ayamnya. Zahra udah laper, gak bisa nungguin Kak Regaf lagi," keluh Zahra yang kemudian mengambil sebuah piring dan menaruhnya di depanku.
Karena ayamnya sudah masak, aku pun menyisihkan beberapa potong untuk Zahra. Dia lalu menyicipinya sedikit dan kemudian bertepuktangan.
"Enak banget, Kak! Pasti Kak Regaf suka deh!"
Mendengar pujian dari Zahra tentu membuat aku semakin semangat. Semoga Mas Regaf benaran suka.
Tapi, sudah pukul delapan lebih sepuluh menit, belum ada tanda-tanda akan kedatangan Mas Regaf. Bahkan Zahra sudah menyelesaikan makannya beberapa menit yang lalu. Apa Mas Regaf terjebak macet, ya?
Aku mengambil ponsel dan mengeceknya, tapi sama sekali tak ada pesan atau telepon dari Mas Regaf.
"Apa aku telepon saja, ya?"
Aku mencoba menelepon nomor Mas Regaf. Sekali, dua kali sampai tujuh kali, tetapi dia tak juga mengangkatnya. Hingga pukul sepuluh, Mas Regaf masih tak ada kabar. Rasa khawatir kembali menyeruak di benakku.
Aku terus menunggu hingga tanpa sadar aku tertidur di meja makan dengan kepala menelungkup. Kedua mataku baru bisa terbuka saat kurasakan sebuah tangan mengelus pelan kepalaku.
"Mas?"
"Maaf."
Aku tersenyum canggung, tapi rasa berbeda tak pelak kurasakan bahwa kali ini ada yang berbeda dari Mas Regaf.
***
Malaaam, guys~😘
Gimana kabarnya?
Ketik lima emoticon untuk Mas Regaf dan Aya
Btw, ada yang berbeda dari Mas Regaf. Kalian ngerasa nggak? Atau cuma perasaan Aya aja? 🤔
Luv,
Windy Haruno
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top