16 : Perbincangan Serius [2]

Melihat semua orang yang ada di ruang makan sibuk mewawancarai Mbak Linda dan Kak Rifki, tentu aku tidak menyia-nyiakan kesempatan ini. Perlahan kutinggalkan meja makan seraya membawa piringku ke dapur, niatnya ingin kabur sekalian cuci piring, tapi memang dasar mata Bang Arsel yang suka jelalatan itu berhasil menangkap basah gerak gerikku.

"Mau ke mana, Aya?"

Aku menelan saliva pelan. Ugh! "M-mau ke dapur."

"Lah, bentar dong. Perbincangan kita kan belum selesai."

Mama menepuk tangannya sekali pertanda bahwa sebenarnya tadi dia lupa tapi diingatkan kembali oleh Bang Arsel.

"Ha! Iya, Linda, Rifki. Adikmu itu ternyata diam-diam dekat sama cowok loh," ucap Mama heboh.

Mati kau, Aya!

"Hah? Iya kah, Ma?" tanya Mbak Linda terkejut. Dia bahkan berdeham pelan, mungkin karena terkejut mendengar nada suaranya sendiri yang naik beberapa oktaf.

"Iya, Abang kamu yang bilang tadi. Iya kan, Sel?" tanya Mama yang hanya dijawab dengan gumaman tak jelas oleh Bang Arsel.

"Um, dengan ... siapa? Kalau boleh tahu?"

"Regaf," jawab Bang Arsel pelan namun masih bisa dijangkau oleh indera pendengaran semua orang yang ada di ruangan ini.

Aku membasahi bibir dengan menjilatnya. Entah mengapa suasana tiba-tiba terasa canggung. Atau ini hanya perasaanku saja?

"Mas Regaf?" tanya Mbak Linda lagi. Ia bahkan menatapku dengan tatapan yang sulit kuartikan. Mungkin dia terkejut karena cowok seganteng Mas Regaf kenapa bisa-bisanya mau denganku, ya? Astaghfirullah.

"Kamu kenal dia, Nda?" tanya Papa dengan tatapan lurus pada Mbak Linda.

Mbak Linda meminum satu teguk air putih yang ada di hadapannya lantas mengangguk pelan. "Dia temannya Bang Arsel, Pa."

Papa dan Mama mengangguk bersamaan. Kali ini kembali semua tatapan tertuju padaku. Ck! Aku benci tatapan penasaran seperti itu. Bikin grogi tahu, nggak?

"Ceritain dong, Ya. Gimana sih, kok bisa kenal Regaf?" Mama mulai melancarkan pertanyaan pamungkasnya.

"Ya, simpel, Ma. Dia kan temennya Bang Arsel," jawabku seadanya.

"Yaiya, Mama tahu. Tapi kan, pasti ada semacam adegan gitu kan pas kenalan gimana, mulai deket gimana, dan gimana-gimana yang lain."

Mama ini ya, kalau disandingkan dengan Mbak Feny Rose, pasti tidak kalah, deh.

"Nggak gimana-gimana, suer, Ma. Cuma Bang Arsel dulunya nyuruh dia jemput di kampus karena–"

"Apa? Jemput di kampus? Hih, anak Mama ternyata udah dijemput-jemput juga sama cowok, aih."

Aku memutar kedua bola mata mendengar respon dari Mama. Berlebihan sekali.

"Ya kayak gitu deh, Ma."

"Dia bahkan udah dilamar loh, Ma," tambah Bang Arsel.

Aku melotot garang ke arah Bang Arsel. "Bang!" teriakku seraya refleks menghentakkan kaki di lantai.

Aku menatap semua yang ada di ruangan itu, dan yang kutangkap setelah melihat ekspresi dari mereka adalah raut keterkejutan.

Dasar Bang Arsel! Awas kau! Bisa-bisanya dia memberitahu semua orang di saat tidak ada kesepakatan denganku? Lagipula, ini terlalu cepat! Harus ada kesiapan dulu antara hatiku dan juga pikiranku. Tapi, apakah Bang Arsel memikirkan itu semua? Hah, tentu saja tidak! Argh!

"D-Dia, melamar Aya?" tanya Mbak Zilla menatap suaminya dengan tatapan terkejut.

Wah, sepertinya Bang Arsel memang tidak memberitahu siapa-siapa terkait niat jahatnya itu. Bisa-bisanya dia ... argh! Aku sampai bingung mau ngomong apa lagi.

"Aya," panggil Papa.

Aku meremas daster yang kugunakan dengan cukup keras. Jujur saja, aku gugup. Mulai dari telapak tangan hingga telapak kakiku bahkan sudah mendingin saking gugupnya.

"Y-ya, Pa?"

"Benar apa yang dibilang Arsel?"

Aku menundukkan pandangan, tak berani lagi menatap mereka yang masih menampakkan wajah penuh penasaran.

"I-iya, Pa. Tapi–"

"Suruh dia datang menemui Papa," sela Papa dengan nada tegas.

"Sama Mama juga."

Wait. Apa ini pertanda mereka menerima Mas Regaf? Tapi, aku belum bilang menerima kan? Ah, aku tidak tahu lagi harus bilang apa. Maka dari itu kulirik Bang Arsel yang entah mengapa menyunggingkan senyum kemenangan.

Apa dia sedang menjadi musuhku? Sepertinya, iya. Dan perang baru saja dimulai. Lihat saja kau Bang!

Setelah perbincangan yang sangat serius itu. Aku memutuskan untuk ke balkon kamar. Menikmati angin sepoi-sepoi yang seketika membelai wajahku. Namun, saat aku tengah menikmati angin dan suara jangkrik yang berasal dari taman, tiba-tiba kudengar suara bisik-bisik yang sepertinya juga berasal dari taman. Kuedarkan pandanganku untuk mencari keberadaan mereka dan berhasil, tak jauh dari lampu taman yang tidak terlalu terang itu berdiri dua sosok berbeda gender yang kuyakini adalah sosok Mbak Linda dan juga Bang Arsel. Sedang apa mereka?

Lamat-lamat kutajamkan pendengaranku. Beruntung, seolah tahu niatku, suara jangkrik yang tadinya sibuk menemaniku pun akhirnya terdiam. Suara bisikan Bang Arsel dan juga Mbak Linda otomatis lebih terdengar dari sebelumnya.

"Bang, Regaf yang Abang maksud tadi itu ... Mas Regaf? Muhammad Regaf Bimantara?"

"Iya, Linda. Memangnya kenapa?"

"Um, tidak apa-apa, Bang. Aku hanya ... terkejut. Bukannya Mas Regaf sudah tunangan?"

"Siapa yang bilang?"

"Yang kudengar begitu."

"Tidak. Dia tidak menjalin hubungan dengan siapapun setelah ditolak oleh kekasihnya dulu."

Aku mengerutkan kening semakin penasaran. Namun, lama aku menunggu kelanjutan percakapan di antara mereka, tak ada lagi tanda-tanda bahwa mereka masih ada di sana. Aku mendongak, benar saja, di sana tidak ada lagi sosok Bang Arsel dan juga Mbak Linda.

"Loh, ke mana mereka?" Aku celingak celinguk, tapi nihil. Sepertinya mereka sudah masuk. Hah, yasudahlah.

***

Tamat

***

Tapi bohong😂😋

***

Kaget nggak? wkwkwk.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top