jingga.

HAIIII HAIIII PAKABS?!

***

Kami berjalan menyusuri danau dengan berdampingan. Sepulang sekolah seperti biasa, aku dan Yuuji biasa pulang bersama jika ia tidak ada kegiatan klub. Kalau adapun, aku menunggunya. Menonton ia berlatih maupun bertanding adalah kesukaanku.

Obrolan ringan dengan penuh candaan dan tawamu yang  nyaring itu terasa nyaman.

"[name], kau tahu mengapa langit sore berwarna jingga?" tanyanya, aku memiringkan kepala tanda tidak tahu.

"memang kenapa?"

"karena aku menyukaimu, hahaha," seperti biasa ucapannya yang seakan akan benar tetapi hanya candaan. Aku hanya terkekeh pelan, entah hatiku sedikit sesak mengingat ia selalu bercanda dengan kata kata itu.

Kami beristirahat sejenak di samping danau, Yuuji merebahkan dirinya di hamparan rumput. Wajahnya tersiram oleh binar bagaskara berwarna jingga. Rambut pirangnya menari nari pelan karena sarayu yang menggerakkannya. Ia terlihat tampan.

"[name] besok conteki aku saat ulangan matematika ya? Aku tidak pernah paham apa yang diajakkan si botak itu," ucapnya.

"tidak mau. Nanti kalau ketahuan bahaya. Lagi pula, kan aku sudah menawarkan untuk mengajarimu. Kau saja yang beralasan terus, tahu rasa sekarang kesulitan," jawabku menolak. Yuuji sering sekali meminta contekan kepadaku. Jika tugas aku membiarkannya, tapi kalau ulangan aku tidak akan memberinya.

"jahatnya. Ya sudah, pinjami aku uang," ucap Yuuji enteng.

"uangku minggu kemarin belum kau kembalikan."

"jadi teman pelit sekali. Besokku kembalikan deh," ucap Yuuji. Kalau boleh jujur aku sedikit tidak suka dengan kata teman itu. Pasalnya aku dengannya sudah mengenal sejak kecil, dan kau tahu aku menyimpan perasaan ini. Mengharapkan hubungan lebih.

Swastamita terlihat dari posisi kami. Terlihat indah, dengan warna jingga. Aku dan Yuuji sama sama menyukai warna itu. Sangat.

***

Seharusnya hari ini aku pergi sekolah. Tapi, aku ada urusan yang penting. Jadi, aku izin kepada guru untuk tidak mengikuti pelajaran hari ini. Siap siap saja dengaj ulangan susulan minggu depan sendirian.

Aku bosan disini, ku lirik jam di pergelangan tangan. Menunjukkan pukul setengah sepuluh, mungkin Yuuji sedang istirahat. Aku meraih ponsel di sakuku dan mulai mendial nomor Yuuji, semoga saja di angkat.

"[name]! Kau tidak sekolah?!" ucapnya sedetik setelah mengangkat telepon dariku. Aku menggelengkan kepala pelan.

"aku ada acara keluarga," ucapku, "dan aku kesepian. Jadi aku menghubungimu." lanjutku.

Panggilan beralih menjadi panggilan video, Yuuji tersenyum lebar. senyuman yang selalu berhasil membuat dadaku bergemuruh senang. Senyuman seterang matahari.

"hee? Kesepian ya? Kasihan deh, hahaha," ucapnya menggodaku.

"yasudah ku matikan saja," ucapku sedikit kesal.

"eh jangan dong! Lagi pula aku juga bosan. Aku bolos omong omong," ucapnya.

"bolos saja terus. andai saja aku disana. Telingamu sudah ku tarik hingga piercingmu terlepas," ucapku mencoba menakuti. Kebiasaan Yuuji adalah membolos. Aku sedikit tidak suka.

"kejam sekali! Sakit tahu!" ucapnya, "omong omong acara keluarga apa? Kedengarannya sepi sekali," lanjutnya penasaran.

"doa bersama. aku tidak tahu doa apa, hanya mengikuti," jawabku. Ia mengangguk pelan, setetes bulir air turun kala ia mengangguk.

"kau hujan hujanan ya?!"

"hehehe. Iya, disini hujan. Aku menyegarkan diri, menyenangkan tahu! Ayo coba!" jawabnya. Aku menghela nafas berat, terlalu lelah dengan sikapnya itu.

"kalau sakit jangan manja kepadaku!"

***

Malam hari ini terlihat sedikit mendung. Nabastala menunjukkan sisi kelamnya, dan kemudian bulir air turun dengan lumayam deras. Hawa menjadi dingin, aku menyelimuti diriku dengan selimut tebal.

"sepertinya aku tidak bisa tidur."

Ponselku tiba tiba berdering, tanda panggilan berbunyi. Ku condongkan badanku, meraih ponselku di nakas. Ku lihat nama yang tertera, ternyata Yuuji.

"halo ada apa?" tanyaku kepadanya.

"tidak bisa tidurkan? Aku temani," ucapnya. Aku termenung, ia tahu dari mana jika aku tidak bisa tidur.

"sekarang sedang hujan lebat, kau pasti kesusahan tidur. Aku akan menemanimu," ucapnya lagi. Benar juga, ia hafal dengan tabiatku yang tidak bisa tidur jika malam hari hujan lebat.

Malam itu obrolan ringan mengudara di ikuti dengaj tawaannya yang nyaring. Sesekali aku memergokinya tertidur, dan ketika ia sepenuh tidur ku matikan telpon dan aku menuju tidurku.

***

Yuuji memergokiku menelan pil.

Matanya menatapku tajam, seakan akan menuntut penjelasan tentang pil tersebut. Ya tuhan, hari ini saja aku berdoa kepadamu untuk membantuku. Aku hanya ingin dia tidak mengetahuinya.

"i-ini hanya obat pereda nyeri saat menstruasi kok," jawabku sedikit gagap. sial terlihat sekali kalau aku gugup.

"bohong. Obat apa?" tanyanya. Kami sedang berada di rooftop sekolah, seperti biasa menghabiskan bekal buatanku bersama. Tapi, sialnya hari ini aku terpojok. Ia memergokiku menelan pil asing.

"obat pusing biasa, tak usah khawatir," kumohon jangan sekarang.

"yakin?" tanyanya lagi.

"i-iya." kumohon, sakit ini pergilah. Jangan sekarang, tolong.

***

Aku melihat [name] yang terlihat pucat, ka memegangi dadanya sedari tadi. Wajahnya terlihat menahan sakit.

"hey kau kenapa?!" tanyaku panik. Ia hanya menggeleng pelan, dan mencoba bangun dari duduknya. Tapi nihil, itu malah membuatnya ambruk kepangulkuanku.

Aku langsung menggendongnya menuju UKS. Berlari, melewati banyak orang orang, mencoba meminta jalan sembari berteriak. Wajah [name] semakin pucat, sebenarnya kau kenapa [name]?

Sesampainya di UKS, penjaga menginstruksiku untuk membaringkan [name] di kasur. Penjaga UKS pencoba memeriksa [name].

"panggil orang tuanya sekarang!"

***

Koridor rumah sakit itu terlihat ramai dengan suara dari bangsal yang di dorong. [name] dengan wajah pucatnya, juga tangannya yang sedari tadi memegangi dadanya. Sang Ibu berada di sampingnya, mengenggam erat tangan sang putri. Membaca doa doa, supaya sang putri baik baik saja.

Langkah kaki Terushima membuat kebisingan ketika bangsal milik [name] memasuki ruangan operasi. Ia bertanya tanya, [name]nya sakit apa.

"Ibu, [name] kenapa?" tanya Terushima kepada Ibu [name]. Ia benar benar tidak tahu apa apa, panik menguasai dirinya. Satu satunya hal yang bisa ia lakukan hanyalah berdoa.

"maafkan Ibu, [name] menyuruhku untuk menutupi darimu," jawab Ibu [name]. Beliau sedikit terisak.

"beritahu aku, Bu. Ia sakit apa?" tanya Terushima lagi. Ia menahan semua amarah, supaya tidak meledak.

"[name] pengidap sindrom Brugada. kelainan genetik yang ditandai dengan gangguan aliran listrik pada jantung," jawab Ibu [name] mendengarkan.

Tubuh Terushima seketika melemas. Ia mendudukan diri pada kursi yang tersedia. Bisa bisanya ia tidak mengetahui penyakit parah yang di derita [name] ia kecewa karena tidak menyadari dari awal.

Pintu ruangan terbuka. Dokter keluar dari ruangan, raut wajahnya tak terbaca. Terushima dan Ibu [name] buru buru menghampiri dokter hendak menanyai kabar [name].

"bagaimana keadaanya, Dok?!" tanya sang Ibu dengan panik.

Dokter menghela nafas berat, "maafkan kami kami tidak dapat menyelamatkan nyonya [name]."

Seakan akan dunia runtuh bagi Terushima, matanya sudah menghasilkan cairan yang hendak menetes kapan saja.

Sang Ibu sudah menangis keras di lantai. Menangisi anak satu satunya.

"t-tidak. Tidak mungkinkan Dok? [name] baik baik sajakan?! Saya tahu ini bulan April, tapi tidak lucu bercandaanmu Dok!" ucap Terushima. Ia menarik kerah baju sang Dokter memknta kebenarannya. Tapi nihil, ucapan sang dokter tadi adalah kenyataan. Kenyataan pahit yang harus di terima.

"maafkan saya."

***

Tatapan kosong itu menatap kearah batu nisan berbentuk salib dengan nama [name] terukir disana. Semua yang melayat telah meninggalkan tempat peristirahatan ini sedari tadi. Hanya saja Terushima tifak beranjak dari sana.

Surat kecil yang sempat Ibu [name] kasih berada di genggamannya, langit mendung seakan akan mendukung suasana hatinya saat ini. Bahkan kata sedihpun tidak cukup menunjukkan kesedihan Terushima kali ini.

Ia mendudukan diri di tanah, samping makam [name]. Celana kainnya kotor karena tanah yang ia duduki. Tangannya membuka perlahan surat tersebut. Ia yakin surat itu tulisan kesedihan [name].

Hai, Yuuji.

Selamat pagi, siang, sore atau malam di manapun kau berada.

Maafkan aku ya telah merahasiakan musuhku satu ini. Aku hanya tidak ingin terlihat lemah di hadapanmu. Jadi kurahasiakan. Kau ingat saat aku menelponmu karena bosan di acara keluarga? Haha sebenarnya aku sedang di rumah sakit untuk check up. Actingku bagus sekali bukan?! Haha.

Aku tidak akan menulis banyak. Karena kau sudah pasti mengerti apa yang sebenarnya ingin aku katakan.

Jangan bersedih jika aku telah tiada. Di kehidupan selanjutnya mari kita hidup bersama.

Teruslah tersenyum, kau tahu? Senyumanmu membantu banyak orang bahagia. Seperti halnya denganku, senyuman yang akan selalu ku kenang.

Jika aku pergi kau akan terus mengingatku bukan? Kau sudah berjanji lho dulu. Kalau kau ingkar janji, akanku gentayangi selamanya.

Untuk musim semi selanjutnya bahagialah. Menangkan juga pertandingan voli, untukku.

Segini saja.

Oh iya, aku mencintaimu, Yuuji. Sangat cinta. Hehe.

Bahagialah! Kenang aku selalu! Jangan lupakan aku!

Dari, [name].

Tangisan itu turun bersamaan dengan hujan yang membasahi tanah. Hatinya rekah dan pukah ketika membaca kalimat terakhir. Tangisan seperti bayi itu mengisi suara hujan di makam.

"bodoh. Aku juga mencintaimu. Dan maaf jika aku terlambat menyadarinya."

***

/mohon ampun karena nulis angst.

Besok fluff deh, janji😔😵💘

Aku kobam sama lagu orang, jadi beginilah.

1363 words loh:D

Sugarhmhm.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top