35. [Jimin] dedek baru
Vote sebelum baca
.
.
.
Aku dan Jimin adalah abang adik. Selama ini kami selalu hidup berdua karna kami sudah tidak memiliki orangtua lagi. Selama ini kami hidup di rumah peninggalan orangtua kami, untung saja ada warisan dari ayah kami jadi kami masih bisa hidup aman sampai sekarang.
Tapi setelah Jimin tamat sekolah, ia pun langsung mencari kerja dan sekarang sudah sanggup membiayai kehidupan kami.
Sedangkan aku baru tamat sekolah dan berniat cari kerja, walaupun Jimin sebenarnya tidak mengizinkan aku melakukan hal itu. Katanya aku di rumah aja jaga rumah.
Hm.. kok jadi mirip seorang istri yg menunggu suaminya pulang kerja ya? 😶 eh?
Jangan salahkan kalau aku punya pemikiran seperti itu, semua ini di karenakan kami mempunyai hubungan yg tidak biasa dari abang adik biasanya.
Bila biasanya abang adik itu sering bertengkar tanpa alasan, kami juga sering bertengkar, tapi bukan melalui ucapan.. melainkan tubuh uhh 😳
Walaupun aku adiknya, dia abangku, tapi ia sering memelukku, mengecupku, melumatku, bahkan kadang ia suka mengajakku mandi bareng. Dan setelah itu kalian tau apa yg terjadi? Ia bakal memainkan tubuhku hingga aku mendesah tidak karuan, ah... aku sungguh malu 😔
Apakah ini hubungan yg normal? Ntahlah aku tidak tau itu. Aku hanya tau aku menyukainya dan Jimin juga menyukaiku, aku tidak ingin berpisah dengannya, dan aku ingin selamanya seperti ini dengannya.
Walaupun.. status tidak jelas?
Tapi sepertinya sekarang aku harus memikirkan hubungan ini lagi, karna walaupun aku tidak memerlukan status tsb tapi seseorang memerlukannya.
Iya, bayi kecil yg kini tengah hidup dalam perutku. Bayi kecil kami, anak kami, benih cinta kami.
Apakah Jimin bisa menerimanya?? Mengingat selama ini ia tidak pernah memberikan kejelasan apapun padaku 😳
Seseorang tiba tiba memelukku dari belakang ketika aku sedang sibuk memasak sambil melamun sebenarnya.
Aku pun menoleh, ternyata Jimin "oh, oppa. Kamu sudah pulang ya? Kebetulan aku baru siap masak, ayo di makan" ajakku.
Jimin langsung mengendongku dan mendudukkanku di kursi meja makan "iya, makasih sayang. Ayo makan bersama hehe" lalu ia mengecup pipiku dan mulai makan.
Aku senang sih, tapi aku juga takut. Takut kalau Jimin meninggalkanku. Jadi sebenarnya apa yg harus ku katakan tentang hal ini?
"Hm... oppa..." panggilku juga.
"Oh, ada apa? Kenapa tidak di makan?" Belainya perhatian.
"A a aku..."
Jimin menatapku curiga "ada apa?" Ia mengengam erat tanganku, ntah kenapa perasaan takut ini malah membuatku menangis.
"O o oppa.. a a aku... hamil.. hiks.. maafkan aku, aku .. hiks..hiks" aku tidak bisa berhenti menangis, aku bahkan tidak berani menatap Jimin sekarang "please.. jangan benci padaku... hiks.."
Jimin langsung memelukku "benerkah?" Tanyanya dengan suara yg terdengar sangat dingin.
Ya aku tau itu, dia pasti membenciku? Mengangapku menyebalkan kan?
"Maafkan aku oppa, aku tau apa yg harus ku lakukan. Aku akan pergi, biar aku yg menjaganya! Argh!" Tapi Jimin langsung menarikku ketika aku berniat pergi.
"Bodoh! Apa yg kamu katakan! Itu anak kita, anakku juga, mana mungkin ku biarkan kamu menjaganya sendirian. Biarkan aku yg menjaga kalian" Jimin kembali memelukku dan menghapus airmataku.
"Jadi apa yg harus kita lakukan sekarang oppa? Aku--takut"
"Jangan takut. Apa yg kamu takutkan sayang, bukankah kita hanya perlu menikah. Baguslah.. mulai sekarang kita adalah suami istri" Jimin tersenyum dan melumat bibirku, tapi aku malah mendorongnya.
Tidak, ini tidak benar! Jangan lupa kalau kami adalah saudara? Apakah mungkin menikah?
"Tapi kita saudara--"
"Lalu kenapa? Siapa yg berani memisahkan kita?"
"Tenanglah.. dari awal aku sudah menyiapkan semuanya. Aku sudah keluar dari kartu keluarga kita"
"A a apa maksudnya?"
"Aku sudah bukan oppamu lagi sayang, tapi aku akan menjadi suamimu kelak"
"Benerkah bisa seperti itu?"
"Ya tentu, percaya saja padaku. Ayo kita menikah"
Aku pun menganggukkan kepalaku "ya baiklah oppa" lalu Jimin kembali memelukku, melumat bibirku. Aku juga membalas lumatannya.
***
9 bulan kemudian.
Aku memegang tangan Jimin dengan eratnya "aaar aarrghh aaaarrrrggghhhh!!" Teriakku berusaha mendorong hasratku untuk melahirkan anak ini.
Tak lama bayiku pun keluar juga "oooeeeekkk oeeeekkkk"
Jimin tersenyum dengan lega lalu mengecup pipiku manja "lihatlah anakku manis sekali hehe makasi sayang, kamu sudah berusaha keras hari ini. Aku mencintaimu" kecupnya kembali.
"Ya, aku juga hiks" balasku terharu lalu mengecup bayiku secara bergantian "umma juga mencintaimu sayang hiks"
"Ya, appa juga"
"Mari kita hidup bahagia untuk selamanya hehe"
***
1 tahun kemudian.
"Aaaahhh...aaahhhh....Jimin oppahhh... aahhh...." desahku tidak tahan di bawahnya. Jimin terlalu lihai dalam memainkam tubuhku.
"Sebentar lagi sayang, ah--" baru saja Jimin hendak klimaks, anakku yg baru satu tahun ini tiba tiba masuk ke kamar kami membuatku segera beranjak dari tubuhnya.
"Ummaaaaaaaa" tangisnya.
"Iya iya umma disini sayang, ssstt... sssttt.." aku pun langsung mengendongnya. Sepertinya ia mimpi buruk dan terbangun.
Aku pun terpaksa menidurkannya di kasur bersama kami malam ini.
Wajah Jimin terlihat jutek tidak senang. Ya, aku tau apa yg ia pikirkan. Aku pun hanya bisa tersenyum melihatnya.
Setelah aku berhasil menidurkan anak kami di tengah tengah kami, aku pun mulai mengengam erat tangan Jimin.
"Sabar oppa, waktu kita masih banyak. Aku yakin kita pasti bisa mendapatkan dedek baru lagi hehe"
"Iya, aku tau sayang hehe"
Aku sabar
Aku seterong - Jimin 😊
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top