#2 - Promise / BSD

   "Menikmati kopinya, Zal-chan?"

   Zal El tersentak, hendak berbalik dapati suara familiar—namun tahan diri tidak bergerak, rasakan langkah ringan insan di belakang, lewati seraya duduk di kursi depan.

   Alihkan pandang dari buku dalam genggaman, lirik pemuda sinis nan datar. Frappucino di pinggir meja jadi pembatas, kala sang gadis mulai merasa was-was.

   Dan tanpa basa-basi maupun sapa, bertanya kasar sebagai awal. "Apa yang membawamu kemari, Dazai-kun?"

***

Promise

story © alice-dreamland

Bongou Stray Dogs © Asagiri Kafka

tradefic with zenorys

- story only: 1104 words -

***

   Pertanyaan terlontar, terkesan ragu serta curiga. Tapi juga ketus, sinis, tak bersahabat. Mengusir secara halus lewat intonasi nada.

   "Hanya mampir berelaksasi. Tapi senang bertemu denganmu di sini."

   Zal menautkan kedua alis, ragu harus percaya atau tidak dengan jawaban Dazai yang terkesan tak logis. Dia yakin pemuda ini memiliki motivasi lain, hanya saja—apa gerangan hal terkait?

   Ah, sudahlah.

   Kembali fokuskan atensi pada novel favorit, Zal bertanya di tengah sepi. "Mengapa kau duduk di sini?"

   Dazai tertawa. "Kau tidak suka?"

   Hening.

   Zal putuskan tidak menjawab, meski hati akui gembira akan keadaan sekarang.

   Toh ini ...

   Seperti masa lalu saat mereka masih dalam satu organisasi bersama; yang tidak lain adalah Port Mafia.

   Berbeda dari Dazai yang dapat keluar dengan bebas, Mori adalah paman Zal—dia takkan biarkan Zal lepas menjadi lawan, terlebih disertai kekuatan sang gadis yang cukup merepotkan, rasanya tidak mungkin dia diizinkan keluar.

   (Dalam tubuh sang gadis, terdapat monster yang bisa teleportasi, sekali dimakan makhluk terkaittamatlah riwayat, jasad kelak ditemukan di perairan laut Yokohama.)

   Sebanyak apa pun Zal berusaha, sulit rasanya lepas dari genggaman.

   Organisasi begitu mengekang, dan diri telah tercatat sebagai pembunuh dalam media. Wanted di mana-mana, tak dapat bergerak bebas tanpa modal penyamaran hebat.

   (Saat ini pun dia sedang menyamar, tutup diri dengan campuran pakaian—blouse putih dipadu rok merah, ditambah rompi hitam bertali senada. Tak lupa kacamata bundar gelap sebagai pelengkap, berakhir beri kesan menawan namun tidak pula mencolok dan norak.)

   Diam lagi-lagi sapa.

   Zal kembali membaca buku, toh suasana kafe sangat mendukung, tenang tanpa suara satu pun. Juga hanya merekalah pengujung, duduk manis di lokasi terujung.

   Pendingin ruangan setia berhembus, buat tempat dingin dan sejuk, kala pelayan sibuk di dapur—urusi pesan delivery yang lebih penuh (toh mengingat lokasi kafe cukup terpencil dan jauh, wajar pesanan delivery lebih menggebu).

   Dazai putuskan memesan minum, mengangkat tangan lantas berseru, membuat seorang pelayan pria keluar dapur—layani sang pengunjung panik dan kaku.

   Di balik tebalnya buku, Zal terus amati perilaku. Mungkin pekerja baru, batin pun berpikir ragu. Tapi putuskan tak mau tahu, baca lektur acuh tak acuh.

   Entah berapa menit terbuang tanpa komunikasi khusus, yang pasti interaksi kembali terhubung—

   "Shinjuu wa, hitori de wa, dekinai ... demo demo, futari nara dekiru~"

   —kala Zal tangkap lagu khas Dazai Osamu, bertema bunuh diri ganda yang dia yakini tak membawa untung.

   "Kau masih saja menyanyikan lagu itu," komentarnya datar; membalik lembar buku tanpa sekali pun lirik ke atas. "Apa maumu? Kuyakin kau kemari tidak hanya untuk bertemu."

   Tak menggubris komentar awal, Dazai tunjukkan seulas senyum yang penuh makna. "Hmm, begitukah?"

   Zal menghela napas—tutup buku, tatap Dazai dengan iris hitamnya lurus. "Jangan berputar-putar, jika kau tidak mau menjawab—cukup diam. Sifat cerewetmu itu membuatku ingin membuangmu ke Antartika."

   Dingin, ketus—sasuga member terkuat Port Mafia nomor tujuh. Hidup dalam lingkup pembunuh membuatnya tak mudah luluh.

   Tapi Dazai tahu, emosi tersirat dalam mata bercampur sendu—setelah sekian lama habiskan waktu, tidak mungkin Dazai tak paham akan perilaku. Bagaimanapun, Zal adalah perempuan yang dia jaga khusus sedari dulu.

   "Benar-benar ..." Tak memberi kesempatan Dazai untuk menjawab, lanjutkan kata. "Aku akan benar-benar akan membunuhmu jika kau tidak menepati janjimu waktu itu."

   Buku diletakkan di atas meja bermaterial kayu, kaca gelas beserta sendok beradu—munculkan denting kala cream diaduk rata dalam frappucino tersebut.

   Dazai terpaku, meski mereka lawan yang sukar bertemu—dia gembira Zal mengingat janji mereka di masa lalu.

   Janji yang Dazai tutur saat keluar Port Mafia dan bertemu Zal di depan pintu.

   Berusaha santai, sandarkan punggung pada kursi seraya memulai, "Zal-chan."

   Terus mengaduk meski cream telah habis, berucap kecil: "Ya?"

   (Dalam hati, Zal sedikit panik, bagaimanapun—bertemu musuh tak sepenuhnya baik untuk situasi kini.)

   Tapi Dazai adalah pria penuh prediksi, dia pasti telah menduga serta asumsi—apa yang kelak terjadi di masa depan nanti. Zal akan diancam Mori? Jujur dia tak mau hal itu terjadi, meski tampilan tegar dan nampak berani—Zal sensitif jika telah menyangkut harga diri.

   "Kau mau dengar prediksiku?"

   Mendadak, tawaran halus menyapa diri. Menggiurkan meski terima sedikit gengsi. Tapi, merasa tak ada salah untuk diketahui, mengangguk tunggu respons dari sang lelaki.

   "Aku akan membawamu keluar dari Port Mafia, kemudian kita menjadi rekan kerja seperti masa lalu—dan berakhir hidup bersama selalu. The end." Dazai berujar riang, terkesan bermain namun Zal paham, dia tidak sekedar mengada-ngada.

   Zal juga paham, asumsi Dazai tak pernah salah. Prediksi tepat sasaran, akurat dan tidak bercela.

   Tapi entah mengapa, mulut tak dapat tahan untuk menolak.

   "Maksudmu—di dalam Agensi Detektif Bersenjata?" Tertawa remeh, terkesan dingin. "Jangan bercanda. Bagaimana mungkin ojii-san akan mengizinkannya? Yang ada, aku justru dikurung dalam sel bawah tanah."

   Zal tahu, diri ragu.

   Mungkin memang sedikit susah untuk pendahulu, tapi akhir kelak pasti terjadi sesuai dengan ramalan yang Dazai tutur.

   Namun ...

   Mungkin dia hanya perlu pemastian nyata akan realita ke depan?

   Dazai tersenyum. "Apa prediksiku pernah salah, Zal-chan?"

   Tubuh Zal tak lagi kaku, benak lega tak lagi ragu. Otot rileks kala wajah tunjukkan senyum. Tipis dan samar tertutup rambut.

   Tapi sukses buat Dazai merasa cukup. Pertemuan ini berakhir memiliki arti dan maksud.

   Dentingan gelas tercipta kala kaca bertemu sendok pengaduk gula, jemari Zal setia memutar, terus membuat spiral hingga—

   "... Tidak."

   —Zal buka suara, akui kebenarannya.

  "Tapi jika prediksimu salah." Manik menyipit, meski Dazai dapati iris sedikit berair; ups, tampaknya sang gadis mulai membuka hati. "Akan kupastikan kau berkawan dengan para penguin di Artik."

   Tetap tersenyum, Dazai memberi konfirmasi penutup, "Kaudapat pegang ucapanku, Zal-chan."

   Sesuatu bergejolak di dalam hati, ditambah sesak rasa sapa dada sendiri—apakah kebahagiaan seperti ini? Zal pun tak tahu pasti.

   Kebahagiaan hilang sejak Port Mafia mengambil diri—jadikannya pembunuh di usia dini, terlibat dalam pekerjaan gelap yang datang tanpa berhenti.

   Zal tahu pasti, salah membunuh insan yang hanya saksi—tapi Port Mafia takkan peduli, sekedar saksi dapat menjadi sesuatu yang genting.

   Karenanya, dia tidak memiliki pilihan lain—selain kotori tangan dengan dosa yaitu memberi mati.

   Tapi salahkah dia berharap diselamatkan dari neraka ini? Suatu saat akan dilepaskan dari belenggu dosa dan terlahir kembali?

   (Zal hanya dapat berharap pada masa depan dan Dazai nanti.)

   "Kalau begitu ..."

   Zal berdiri—ambil buku di meja dengan menunduk sedikit, tangan bergetar kala paras tertutup poni, berjalan keluar dari posisi; tubuh membelakangi.

   "... Pastikan kau tidak membuatku lama menunggu."

   Tap.

   —Seraya berjalan pergi, tinggalkan frappucino setengah habis. Tubuh bergetar tahan emosi, dan mungkin Zal tak sadar sama sekali, tapi Dazai lihat sesuatu yang penting.

   Kala Zal berjalan pergi, sekilas dia dapati—air mata leleh turuni pipi.

***

   Aku suka karakter Zal di sini, kuat dan dingin. Teguh namun sensitif. Aaaaa pasangin sama Dazai buat hati berseri-seri /// moga ga OOC orz. Seperti kasus Kenma, aku pertama kali buat fanfic BSD dan menggunakan karakter Dazai juga.

   Semoga. Ngak. OOC. Baik. Zal. Maupun. Dazai. Aku. Nangesh.

   Last, hope you like it

   Sekian,
     alice-dreamland

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top