s e m b i l a n b e l a s

Apa yang harus diimpi, oleh gadis yang sebentar lagi akan mati.

***

"Benturan kali ini memperparah keadaan anak ibu." Faisal menyerahkan hasil CT scan yang ia lakukan pada Ghendis. "Dia baru beberapa hari pulih. Kalau terulang sekali lagi sampai menyebabkan pendarahan, peluang kelumpuhan sangat besar."

Ibu sama sekali tak bisa berkata apa pun, kelopak matanya pun tak bisa berkedip begitu mendengar penjelasan dokter. Kepalanua kosong, tak terisi apa pun selain gelap yang menyelimuti. Ibu tak bisa berpikir, pun menggerakkan tubuh. Sekujur badannya seolah mati rasa.

"Argani bisa pulih, ibu jangan khawatir. Tapi semoga tidak lagi terjadi benturan keras seperti ini." Faisal kemudian menjelaskan semua detail luka yang Ghendis alami. Berapa hari akan sembuh, obat dan lain-lain.

Sementara di ruang rawat inap. Ghendis duduk di atas bankarnya. Memandang ke arah kaca jendela yang menampilkan sosok dirinya berbalut baju rumah sakit.

Ternyata, bukan hari inilah kematiannya. Ghendis masih tegar berdiri, hanya lebam yang ia dapati di bagian-bagian tubuhnya. Juga parah tulang di bagian hidungnya. Entah Tuhan memang menciptakan fisiknya sekuat baja, tapi hatinya seolah rapuh bak porselen yang sudah berumur ratusan tahun.

Air mata Ghendis jatuh, ia turun dan menetes tanpa pemisi. Membasahi wajah juga baju yang Ghendis pakai. Segala sesak ketika mengingat tiap nyeri yang menjalar, juga perkataan kasar yang terlontar akhirnya tumpah ruah. Tangis tanpa suaranya membuat hati Haikal yang baru saja masuk ikut teriris.

Melihat kehancuran Ghendis adalah hal yang tak pernah Haikal sukai. Sakitnya tak sebanding dengan penolakan Ghendis siang tadi. Tekadnya untuk menjaga gadis iru juga seolah hanyalah angin lalu, ketika melihat tubuh Ghendis yang diinjak seperti barang tak berguna oleh pria besar yang pernah ditemuinya.

Beruntung ia berbalik arah saat itu. Jika terlambat sedikit saja, Haikal mungkin akan kehilangan gadis itu. Ia tak peduli dengan Syarif yang babak belur akibat aksi membabi butanya. Pria itu seharusnya tak perlu mendapat perawatan dan langsung diringkus ke kantor polisi. Haikal masih belum puas, sebelum Syarif mendapatkan balasan yang serupa atau malah bagus jika lebih pedih dari apa yang Ghendis alami.

"Pak Haikal?" Tangisan Ghendis terhenti. Bibirnya tersenyum dengan mata sembab. Masih dengan posisi memunggungi, Ghendis dapat melihat Haikal yang jalan mendekat ke arah ranjangnya.

"Kata bapak, Tuhan itu hebat," ucap Ghendis. Kalimatnya cukup untuk menghentikan langkah pemuda itu agar tetap di tempatnya. "Ia menciptakan manusia hingga sedetil-detilnya. Ah bahkan bukan hanya manusia. Seluruh makhluk hidup di dunia ini, semua diciptakan sangat detil. Tapi...," jeda sejenak. Ghendis menghapus air mata yang masih tersisa di pipinya. Lantas berbalik memperlihatkan senyum getirnya pada Haikal. "kenapa Allah nggak pernah melihat yang seperti tadi?"

Hati Haikal nyilu, seolah ada jarum tak kasat mata yang menusuk tepat di jantungnya. "S-saudari nggak bisa menyalahkan Tuhan, ini semua mungkin—"

"Cobaan?" potong Ghendis. Ia masih tersenyum, namun ada amarah di balik senyuman yang gadis itu tampilkan untuknya. "Harus seperti apa lagi dicoba?" Ghendis turun dari ranjangnya, ia mendekati jendela lantas membukanya. Membiarkan angin menerpa wajahnya yang masih basah oleh air mata.

"Harus berapa ujian lagi? Bukankah Ia Maha Pengasih? Maha Penyayang?"

"Argani, yang perlu saudari lakukan hanya sabar—"

"Sampai saya mati?"

Untuk kali ini Haikal bungkam. Ruangan itu hening. Tak ada yang berani bersuara lagi setelah itu. Suara Ghendis cukup memberitahukan Haikal, jika ia sudah berada di ambang keputus asaan.

***

"Ghendis sama Pak Haikal?" Gilang bergumam heran. "Kenapa Ghendis sama Pak Haikal di dalam?"

Perempuan di sampingnya mendorong badan jangkung Gilang untuk minggir. Keyna menyipitkan matanya, berusaha melihat dengan jelas apa yang tengah dilakukan dosen dan sahabatnya itu di dalam. Jika ada Haikal, tak salah lagi kalau yang menolong Ghendis dari nasib malangnya adalah dosen mereka.

Keyna berjengit ketika melihat Ghendis yang berdiri di depan jendela secara tiba-tiba jatuh pingsan. Gilang yang juga menangkap kejadian itu lewat jendela pintu berseru singkat dan coba menerobos ke dalam.

Namun, sambaran tangan Keyna lebih cepat daripada kaki Gilang. Ia menyeret pemuda itu menjauh dari kamar rawat inap Ghendis, jika bisa membawa Gilang pulang itu jauh lebih baik. Sayang, belum juga sampai di depan pintu keluar Gilang menyentak tangannya kuat-kuat.

"Kamu kenapa sih, Na?" Gilang berseru kesal.

"Jangan ganggu mereka," balas Keyna datar.

"Ganggu?" Gilang tertawa kecil. "Kita ini temennya, Na. Kenapa kamu bilang jangan ganggu? Pak Haikal bahkan bukan siapa-siapa Ghendis, selain asisten. Temen kita pingsan!"

"Pak Haikal bisa jaga Ghendis lebih daripada kita."

"Maksud kamu dia? Dia bisa aja berniat jahat sama Ghendis. Bisa aja dia yang bikin Ghendis kaya gitu."

"Pak Haikal nggak gitu, Lang!"

"Dari mana kamu tau, Na?"

"Karena Pak Haikal punya perasaan melebihi asisten buat Ghendis!"

Gilang ketawa frustasi. "Pantas. Pantas aja dia selalu nempel sampai jadi pembimbing Ghendis."

Perasaan tak karuan yang Gilang rasakan, membuatnya bingung harus berekspresi bagaimana. Sedih? Karena apa? Marah? Untuk apa? Kesal? Pada siapa? Gilang tak tahu.

Anehnya, melihat kegelisahan Gilang Keyna tak lagi merasakan sakit seperti yang sudah-sudah. "Lo harus ngakuin perasaan yang lo punya, Lang."

"Apa sih, Na? Kamu itu nggak muak ngomong gitu terus?"

"Demi kebaikan lo. Demi Ghendis juga. Jangan bikin dia terkurung karena lo selalu gunain kata persahabatan."

Keyna memejamkan matanya sejenak. Menetralkan sedikit rasa nyeri yang hadir. Mungkin, kali ini ia sudah belajar mengikhlaskan? Percuma bertahan, percuma berjuang untuk orang yang tak pernah menyadari keberadaan kita.

"Terima perasaan lo, jangan menghindar. Gue yakin lo tau apa maksud gue. Semakin lo berpura-pura, semakin bingung yang lo rasakan."

***

Triple up Ghendis. Hiyaaaa

Mungkin ini bikin bingung banget ya. Karena alurnya kaya gaje gitu 😂 soalenya aku ngebut kejar setoran wkwk.

Tapj kuharap masih tetap enjoy dibaca. (ngarep banget sih hehe)

Sekian dulu. Lain kali kita ngobrol lebih lama. Sekalian cerita dari mana inspisrasi cerita Ghendis ini.

Sampai jumpa minggu besok semuaaa.
.
.
.
Salam rindu, bawelia-

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top