Asterisma Sirius Berdasi

Coba kumpulkan beberapa bintang, lalu tarik garis dari bintang pertama, dan hubungkan dengan bintang selanjutnya. Begitu terus, sampai terbentuk pola mirip bangun datar. Dalam ilmu astronomi, pola yang kamu ciptakan dinamakan asterisma.

Saburo yang bilang begitu, saat kami berusaha mencari penampakan planet Venus yang katanya terlihat sekecil otak Jiro (ini juga Saburo yang bilang, tapi dengan suara yang dikecilkan) di ufuk timur, ini cerita tiga hari lalu.

Jiro yang punya radar "kayaknya gua lagi dijelek-jelekin si tengil", diam-diam berusaha menenggelamkan kepala adiknya ke dalam termos mini berisi teh barley. Dan Saburo, yang sudah terbiasa dengan pola pikir Jiro sejak lahir, buru-buru berbalik dan mencubit perut sang kakak.

Setelah itu, kami nggak jadi mencari planet Venus. Ichi Nii-san dengan insting "abang galak"nya datang dan menyeret dua adiknya ke ruang tamu (aku nggak ikut diseret karena bukan adik kandung Ichi Nii-san).

Begitu sesi "Mari Mendisiplinkan Jiro Saburo" berakhir, Ichi Nii-san mengantarku pulang sambil menceritakan seberapa akur dua adiknya itu saat masih kecil di sepanjang perjalanan.

"Ichi Nii-san marah pada adiknya, tapi diam-diam membanggakan mereka di belakang, tsundere nggak, sih? Bukan, ya? Aku nggak tahu apa semua kakak di dunia melakukan hal seperti itu, soalnya aku enggak punya saudara dan ..."

Aku diam sebentar, kemudian mengeluarkan suara melengking kayak jeritan babi yang terlempar dari truk.

"ASTAGA AKU MERACAU LAGI, YA?!"

Sadar bahwa suara barusan bisa membunuh teman ngobrol malamku di luar sana, aku diam lagi. Kali ini berusaha mengatur volume suara ke level rendah, lalu pelan-pelan kembali berbicara, "Maaf aku teriak. Doppo-san nggak apa-apa?"

Terdengar suara tawa selembut bulu anak kucing dari seberang ponsel.

"Aku baik-baik saja, jangan khawatir. Sejujurnya aku merasa jenuh karena harus lembur lagi tanpa teman ngobrol, berkat si Botak Sial-ah, maaf. Kamu boleh cerita apapun, aku akan mendengarkan."

Selama ini, hanya sedikit orang yang mau mendengarkan omonganku-termasuk Papa dan Mata Belang Bersaudara, soalnya aku kebanyakan meracau-makanya aku nyengir lebar saat Doppo-san bilang aku boleh cerita dan dia akan mendengarkan.

Sungguh laki-laki dewasa yang sangat baik, kudoakan dia tambah ganteng (kalau aku bilang begini padanya, pasti dia minta didoakan supaya dapat jatah cuti setahun). Aku bersyukur dia nggak ada di depanku sekarang, soalnya cengiranku sejelek kuda nil mangap.

"Kalau begitu, aku akan ngobrolin soal asterisma. Doppo-san janji bakal dengar, kan?"

•───────•°•˙·.¸¸.͡ପଓ࿚ ͜•°•───────•

Sekarang jam setengah sembilan dan itu adalah jam tidur normal bagi anak SMP, tapi aku malah sibuk bahas hal-hal nggak nyambung dengan om-om pegawai berambut kece.

Kali ini kujelaskan bahwa dengan menghubungkan bintang-bintang pada konstelasi Sagitarius, maka akan terbentuk Teko Teh angkasa.

"Sayang tekonya nggak guna, soalnya isinya bukan teh atau susu. Tapi teh susu buatan Papa enak tuh, kapan-kapan Doppo-san harus coba," kataku. "Atau sudah pernah coba?"

Kannonzaka Doppo-san-pegawai perusahaan alat-alat medis yang merangkap sebagai kenalan sekaligus pasien Papa-tertawa lagi dari seberang ponsel, diiringi suara ketikan keyboard komputer.

"Belum pernah coba, mungkin nanti pas sesi konseling berikutnya. Oh ya, kamu bilang asterisma itu gabungan dari bintang-bintang yang membentuk semacam pola di angkasa. Berarti Segitiga Musim Panas juga termasuk?"

Aku terharu karena tingginya tingkat pemahaman Doppo-san terkait penjelasanku mengenai asterisme, meski aku lebih banyak menceritakan kerusuhan antara Jiro dan Saburo. Mungkin orang yang selalu diledeki "Budak Korporat" sebenarnya adalah spesies paling jenius sedunia.

"Benar, Segitiga Musim Panas termasuk asterisme. Padahal banyak asterisme lain di luar angkasa, Virgin's Diamond di musim semi, Great Square of Pegasus di musim gugur, dan Winter Hexagon di musim dingin. Tapi kayaknya orang-orang cuma peduli sama Segitiga Musim Panas karena ada festivalnya. Jadi kesimpulannya, kalau nggak punya festival sendiri, kamu nggak akan tenar."

"Itu benar. Kalau tidak punya daya tarik tersendiri, kamu tidak akan diperhatikan di dunia," komentar Doppo­-san. "Kamu tahu banyak soal perbintangan, ya. Padahal hampir tidak ada yang peduli lagi dengan bintang karena pesonanya kalah dengan lampu kota sekarang. Sepertinya kamu remaja paling keren yang pernah kukenal."

Aku nyengir lagi, lalu mengucapkan "terima kasih" dengan sopan pada Doppo­-san, sebelum akhirnya angin malam kurang ajar di akhir musim semi memaksaku menelan rambut sendiri. Aku mendekat ke arah jendela yang terbuka di sebelah kiri lalu menatap ke bawah.

Doppo-san benar soal pesona lampu kota yang membuat populasi bintang di langit Shinjuku perlahan punah. Semakin banyak bangunan berkelap-kelip yang berterbaran di bawah langit, membuat pancaran cahaya bintang seakan memudar, meski dia terus bersinar terang.

Doppo-san adalah bintang malam di antara lautan lampu kota di perusahaannya, sinarnya terlihat padam meski terus bekerja keras. Tadi kedengaran ada suara bentakan dari seberang ponsel yang diikuti permohonan maaf berulang-ulang khas kacung perusahaan.

Katanya Doppo-san dimarahi karena dianggap nggak becus kerja lalu diancam bakal dapat gaji minim, jahat sekali.

Aku mendadak ingat hari pertama bertemu Doppo-san, dia kelihatan seperti salah satu pemeran dari film zombie-dengan kantung mata tebal dan wajah super lesu-yang berkeliaran di ruangan serba putih milik Papa Jinguji Jakurai. Sebagai anak yang punya radar peka setajam serdawa sigung, aku langsung sadar: orang ini stress kebanyakan kerja dan butuh jam tidur yang banyak.

Setelah dia selesai menceritakan keluhannya kemudian dapat obat mencurigakan, kuulurkan tangan dan mengusap kepalanya-ini metode terapi yang dipopulerkan Papa padaku, terbukti ampuh untuk membuat orang lain merasa tenang dan nyaman.

Doppo-san adalah pasien pertama Papa yang membiarkanku menerapkan metode tadi, meski sebenarnya sangat nggak sopan mengusap kepala orang lain, apalagi orang dewasa.

Tapi Doppo-san sama sekali nggak mempermasalahkannya. Dia memberiku jenis senyum yang bisa menambah pasien Papa detik itu juga-aku, maksudnya-dengan kasus, kena serangan jantung karena fangirling pada zombie ganteng.

Setelah insiden 'Hampir Tewas Karena Naksir Pasien Om-Om', Papaku yang jenius melakukan berbagai riset mengenai pasiennya itu, lalu dua hari kemudian, dia pulang sambil bawa sebuket mawar merah muda dengan beberapa tangkai tiger iris di tengah.

Katanya, itu hadiah dari Doppo-san untukku. Sambil mati-matian menahan diri supaya nggak fangirling-an di depan Papa, kuterima buketnya dan menitipkan ucapan terima kasih untuk Doppo-san.

Kudengar dari Ichi Nii-san yang pernah bekerja sampingan sebagai florist-bukan flower boy, bunga dirangkai menjadi sebuah karangan berdasarkan maknanya yang dimiliki.

Satu buket mawar yang mekar sempurna bermakna "ucapan terima kasih" dan mawar merah muda bermakna "aku menghargaimu" (sebenarnya bisa bermakna "aku mengagumimu", tapi aku yakin Doppo­-san nggak berminat jadi pengagumku). Lalu tiger iris dengan nama lain yang nggak kalah kece, tigridia, bermakna "tolong aku".

Dengan otak setingkat bayi lumba-lumba Hawaii, aku menyatukan semua makna bunga yang ada dan menerjemahkannya menjadi: "Terima kasih atas bantuanmu saat itu, aku menghargainya. Kumohon tolong aku sekali lagi!".

Aku memasang tampang bego ala Jiro dengan mulut menganga dan mata agak melotot selama beberapa detik, lalu berlari ke ruang tamu sambil berteriak-teriak heboh, gara-gara pesan tersembunyi yang berhasil kuterjemahkan.

Berkat hasil terjemahanku (minus kelakuanku yang kayak manusia gua), Papa berhasil merampungkan risetnya, dan memintaku menjadi teman ngobrol Doppo-san, dengan alasan supaya dia nggak terus-terusan merasa stress karena nggak punya teman curhat. Dan begitulah awal mula Sesi Ngobrol Malam Dengan Doppo-san Lewat Ponsel.

"Ngomong-ngomong," aku yang nggak bisa lupa seberapa jelek suara bentakan yang diterima Doppo-san tadi, mendadak kepo.

"Manajer Doppo-san orang yang seperti apa, sih? Terus sebenarnya pekerjaan Doppo-san ngapain aja? Aku dapat tugas mengisi lembar karir buat masa depan, tapi masih nggak tahu mau jadi apa nanti."

Dengan nada super ketus, Doppo-san menjawab pertanyaanku sesabar budak korporat yang belum digaji.

"Dia bapak-bapak bau tanah yang suka marah dan menggeram. Kerjanya cuma mengomel sana-sini lalu melemparkan berkas-berkas yang kalau tidak segera dibereskan, gajiku bakal dipotong seenak jidat. Belum lagi kepala botaknya itu, bikin silau pemandangan sekitar kalau kena cahaya matahari. Aku harus terpaksa kerja pakai kacamata hitam gara-gara si Botak Sialan-"

Sementara Doppo-san mengabsen satu per satu nama hewan dari hutan Amazon, aku berusaha membayangkan wujud si manajer. Sejenis manusia berumur dengan kepala botak super licin, mirip karakter Humpty Dumpty dengan tambahan mulut berisik yang terus bergerak kayak anus ayam. Selanjutnya, tawaku yang kedengaran kayak setan meledak.

"Ha-halo? Kamu baik-baik saja?"

Berkat bayangan nista tentang manajer botak tadi, aku hampir lupa dengan Doppo-san. Aku berdehem sebentar, berusaha jaga image, lalu menjawab, "Aku baik-baik saja, maaf berisik. Terus soal pekerjaan Doppo-san."

"Ah ya, pekerjaanku. Sebenarnya tidak terlalu menarik sih, cuma berurusan dengan alat-alat medis dan orang-orang di dunia kesehatan. Tapi karena di dunia kerja pegawai adalah kacung, aku harus tetap berhadapan dengan berkas-berkas dan layar komputer," jelas Doppo-san. "Kurasa bukan jenis pekerjaan yang ramah untuk jam tidur sehat. Kamu gadis yang cerdas, tidak boleh merelakan jam tidurmu hanya demi pekerjaan sialan sepertiku."

TAPI NIKAH SAMA OM BOLEH, KAN?

Serius aku ingin memberi tahu Doppo-san, tapi agak ngeri membayangkan anak di bawah umur bilang begitu pada om-om gemas di usia akhir 20-an. Jadi sebagai gadis yang baik, aku cuma mengiyakan kata-kata Doppo-san barusan dan mendengarkan curhatan mengenai betapa biadabnya orang-orang yang menjadikannya budak korporat.

"Oh ya, ini soal asterisme yang kamu bahas di awal."

Sebelumnya Doppo-san bilang kalau pekerjaannya sudah selesai dan sekarang dia sedang dalam perjalanan pulang, dengan panggilan yang masih tersambung dengan ponselku.

"Aku sempat mencari tahu sedikit saat kerja tadi, ternyata selain musim panas, musim semi dan musim dingin punya segitiga sendiri."

Kalau sudah nggak bahas soal pekerjaan, berarti malam ini Doppo-san terbebas dari masalah stress dan tugasku sebagai teman ngobrolnya sukses besar. Sepertinya bintang adalah topik terbaik untuk menyembuhkan stress, jadi segera kujawab ucapan Doppo-san tadi.

"Iya, ada. Segitiga Musim Semi dan Segitiga Musim Dingin. Nggak setenar Segitiga Musim Panas sih, tapi tetap keren kok!"

"Kamu benar, asterismanya keren," kata Doppo-san setelah mencari tahu lagi di internet. "Tapi kurasa aku lebih suka Segitiga Musim Dingin untuk saat ini."

"Doppo-san tahu nggak," Ini saat yang bagus untuk memamerkan pengetahuanku mengenai perbintangan.

"Segitiga Musim Dingin terbentuk saat memisahkan bintang Sirius dan Proycon dari Winter Hexagon, kemudian menyatukan mereka dengan Betelgeuse dari konstelasi Orion. Kalau dipikir-pikir lagi, Papa, Hifumi-san, dan Doppo-san kayak Segitiga Musim Dingin. Maksudku, em ..."

Doppo­-san dengan jiwa budak korporat yang baik hati, tertawa maklum.

"Aku paham maksudmu. Betelgeuse Sang Pemburu sangat cocok dengan image Jakurai-sensei, sementara kami adalah dua anjing setia di sampingnya, maksudku, Canis Minor dan Mayor berarti anjing kecil dan besar. Karena Hifumi lebih gemerlap-kalau kamu paham maksudku, dia Siriusnya, dan karena aku lebih redup, berarti aku Proyconnya."

"Aku rasa Doppo-san lah Siriusnya."

Kugenggam erat ponselku, berharap bisa menggandeng tangan om-om unyu yang selalu berpikiran negatif itu, dan memeluknya erat.

"Aku setuju soal Papa yang jadi Betelgeuse, soalnya kalian berdua kayak anak Papa dari dunia lain, yang bukan saudaraku. Mungkin Hifumi-san yang terlihat cemerlang adalah Sirius, tapi nyatanya nggak begitu. Di saat banyak orang menggantungkan harapan pada Hifumi-san, dia justru bergantung pada Doppo-san. Bukankah itu berarti posisi Sirius Sang Anjing Besar lebih cocok untuk Doppo-san?"

Hening sebentar. Selanjutnya aku yang baru sadar kalau omonganku barusan sama memalukannya dengan bilang kalau aku naksir sama om-om teman ngobrolku secara langsung, buru-buru menenggelamkan kepala ke dalam bantal, berharap Doppo-san nggak jantungan terus terkapar di tengah jalan.

"Terima kasih."

Di luar dugaan, reaksinya nggak semenyeramkan bayanganku soal dia yang masuk berita malam Shinjuku karena tewas jantungan terus jadi tontonan semua orang ...

"Untuk kata-katamu soal aku sebagai Siriusnya. Itu terlalu manis untuk remaja akhir 20-an, tapi aku menyukainya."

... namun secara pribadi, responnya itu nggak menyehatkan untuk jantungku. Untuk menutupi rasa malu sekaligus girang luar biasa (karena dinotice gebetan), aku kembali meracau selayaknya anak SMP nggak normal dan bilang,

"Karena Doppo-san adalah Sirius yang baik, aku membuatkanmu asterisma istimewa. Tarik garis lurus dari bintang Sirius ke bawah, lalu bentuk persegi panjang nggak beraturan dengan badan Canis Mayor, bagian kepala dan kakinya bisa dibuang saja. Aku menyebutnya 'Asterisma Sirius Berdasi'."

Doppo-san kayaknya bengong di seberang sana (aku membayangkan dia mangap bego kayak Jiro) lalu buru-buru mengeluarkan tawa serenyah wafer cokelat.

"Maaf aku tidak bisa membayangkan bentuknya, tapi terima kasih lagi untuk asterisma. Kamu baik sekali. Kebetulan aku sudah sampai di rumah sekarang, jadi bisa kita akhiri sesi ngobrol malam ini?"

Setelah aku bilang "iya" dan mengucapkan "selamat beristirahat" pada Doppo-san, kuambil lembar karir-yang sudah kusut karena keganasanku bergerak di atas kasur-dari lantai.

Ada tiga kolom kosong di sana. Sepertinya aku tahu satu hal yang mau kulakukan di masa depan nanti, jadi aku mengisi kolom pertama dengan jawaban seperti ini:

1. Melamar om-om gemas berjas.

•───────•°•˙·.¸¸.͡ପଓ࿚ ͜•°•───────•

.

.

.

.

.

.

Note :

Halo halo, selamat datang di fanfiksi Hypnosis Micku. Di sini "aku" adalah para pembaca yang berperan sebagai anak dari Jinguji Jakurai, namanya sengaja enggak disebutkan (write the character with "(Name)" word sound boring for me, so here we are).

By the way, isinya mungkin kelihatan penuh adegan meracau, tapi Niumi enggak berniat pakai bahasa hutan Amazon alias kata-kata kasar.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top