IkhtiarExtra

Attention please!

Awass! Extra bab ini hampir 4000kata. Alurnya maju mundur cantik ya teman-teman, jadi jangan ada yang dilewatin narasi maupun dialognya biar gak gagal paham. Happy Reading!

------

"Dalam sebuah hadits riwayat Muslim No 2.563 dari Abdullah bin Amr Al Asl dijelaskan bahwa jodoh kita sudah ditulis oleh Allah 50.000 tahun sebelum penciptaan langit dan bumi, artinya sebagai takdir dari Allah SWT, hal itu berarti sebelum manusia dilahirkan di bumi, takdir terkait jodoh sudah ditulis lebih dahulu."

-------

"Assalamualaikum, Selamat siang non Pri -- eh Nyonya Langit!"

"Wa'alaikumusalam, Selamat siang, pak Jonas, manggilnya biasa aja, pak," Senyum Prilla mengembang melihat security yang terlihat garang itu tersenyum menutup mulut merasa salah sapa.

"Bingung bapak setelah nikah mau manggil apaan, ibu saja ya, lama gak keliatan bu, tumben muncul dimari?"

Pak Jonas security senior itu memutuskan panggilannya sendiri tanpa diiyakan atau ditolak juga lalu langsung bertanya tentang kedatangannya yang tak biasa. Beliau terlihat surprise dengan kehadiran Prilla.

"Kangen suasana kantor ini, pak, kelihatannya tidak ada perubahan nih dimulai dari depan," kerling Prilla sambil menyerahkan paperbag yang ia tenteng kepada pak Jonas yang disambut dengan pertanyaan.

"Wah, apa ini bu?"

"Oleh-oleh buat pak Jonas, buatan saya sendiri loh, dicoba ya pak!"

"Masya Allah, terima kasih loh bu, lama gak ketemu dapet oleh-oleh, pasti segera saya coba!"

"Semoga suka!" Harap Prilla.

"Insya Allah, suka bu, dan akan saya jaga pak Langit baik-baik!"

"Haiih, ini bukan sogokan, pak," komplin Prilla disambut tawa pak Jonas.

"Bercyandaa buu, bercyandaa!"

Prilla meringis. Bercandanya pak Jonas begitu mengena sampai ke jantung. Pengertian sekali kalau jaman sekarang agak edan. Rata-rata gadis-gadis lebih suka mendekati yang sudah berpengalaman dan mapan biar tidak susah-susah lagi memulai dari awal. Bahkan bisa saja bukan gadis tapi istri orang yang suka dengan rumput tetangga yang kelihatannya lebih hijau.

Hari ini ia ingin sekali datang ke kantor lamanya, kenapa lama? Karna sejak setahun yang lalu, tepatnya sejak dinikahi Aku Langit Indarta, ia sudah tidak lagi tercatat sebagai karyawan diperusahaan tersebut.

Sebagai pemegang saham diperusahaan orangtuanya, ia dan Daniel sepakat untuk mulai menjalankan bisnis keluarga mereka. Kenapa bukan Langit yang ikut serta diperusahaan keluarga mereka, Langit sendiri lebih memilih tetap berkarir diperusahaan lain meski tadinya ia diberi pilihan jika bersedia bergabung dengan perusahaan calon mertuanya kala itu.

"Rasanya lebih terhormat jika aku berada diperusahaan yang mengangkat aku atas prestasi bukan karna aku calon menantu komisaris," ucap Langit.

"Tapi kamu janji ya, menjaga pandangan kamu, karna aku sudah tidak ada disana kamukan jadi lebih bebas!" Pinta Prilla seolah ragu melepaskan Langit tanpa dirinya diperusahaan tersebut.

"Hampir 10tahun tahan godaan, apa lagi yang diragukan?"

"Janji?"

Prilla mengangkat jari kelingkingnya.

"Insya Allah, I still commited," janji Langit menyentuh ujung jari kelingking Prilla dengan ujung jari kelingkingnya.

"Kok Insya Allah?" Ragu Prilla lagi.

"Ya iya kan atas ijin Allah, sayang,"

"Tapi ini beneran 'Insya Allah' untuk mengingat bahwa setiap hal terjadi atas kehendak Allah Swt kan, bukan alesan sebenarnya cuma asal janji?"

"Iyaaa 'i love you' -nya AKU, gak percayaan banget sih?" Langit mengguncang kepala tertutup kerudung Prilla yang hampir melorot.

"Aduhhh," Prilly membetulkan letak kerudungnya kemudian Ali membantu membenahinya."kan supaya aku yakin," lanjutnya.

"Aku mengucap Insya Allah karna meyakini akan menepati janji jika Allah menghendaki," tutur Langit meyakinkan.

"Oke, aku pegang janji kamu, pokoknya kalau---!"

"Iyaaaa," potong Ali mencubit bibir Ily yang mengerucut.

Akhirnya mereka sepakat dan mereka ingin segera lanjut ke Akad. Berhubung Daniel tidak ada rencana dalam waktu dekat, maka akhirnya ia harus ikhlas disalip sahabat.

"Gak sabaran amat sih?" Gemas Daniel pada Prilla. Lagi-lagi kepalanya menjadi korban rangkuman tangan yang mengguncang.

Tidak Langit, tidak Daniel, nasib Prilla memang selalu membuat mereka gemas.

"Abang sendiri kok bisa sabar sih? Abang sudah LDR lama loh, kenapa gak langsung sikat aja pas sudah di negeri sendiri begini?" Tukas Prilla setelah mengaduh karna kepalanya menjadi korban, ia komplin dengan sikap Daniel yang tak juga kunjung ingin mengakhiri masa lajang.

"Abang sudah gak bisa sama dia!" Lirih Daniel akhirnya membuat Prilla tercengang.

"Kok? Jangan bilang abang kepincut bule, aku gak rela bang, bisa-bisa dosa abang aku yang kena, tau-tau Langit juga kepincut yang lain setelah aku sudah gak ada disitu lagi, aduhh, no no noooo...!" Jerit Prilla protes.

"Dia lebih suka sama yang berseragam."

"Hah? Bego banget yang ninggalin abang."

"Kelamaan di LN katanya, lagian gak ngasih kepastian."

"Lah, ken---"

"Dah, ii nikah aja sana duluan, udah pada ngebetkan nunggu 10tahun cuma bisa pandang-pandangan," potong Daniel tak kuat mendengar celoteh adiknya yang panjang lagi beroktaf-oktaf nadanya.

"Dih!"

Bukan nyuruh nikahnya yang buat Prilla merasa tertampar, tapi kalimat 10 tahun cuma bisa pandang-pandangan. Nahan nafsu berdekatan dan bersentuhan itu memang berat, sebab setan tentu saja akan bekerja meski dengan keras. Bahkan sholat saja tidak boleh berduaan. Belum mahrom. Haram. Pacaran saja sebetulnya tidak ada dalam Islam. Yang ada sebutannya Ali sudah mengkhitbah Prilly. Mereka sudah berkomitmen saling menunggu.

"Allah jagakan kamu buat aku selama ini, semoga 50.000 tahun yang lalu, Allah  tuliskan memang Prilla Lily Yahesa jodohnya Aku Langit Ramadhan!"

50.000 tahun?
Prilla teringat kata ustadz yang pernah ia dengar saat ia banyak menyibukkan diri belajar dan datang ke kajian-kajian untuk mempersiapkan diri disela menanti kesiapan Langit.

"Dalam sebuah hadits riwayat Muslim No 2.563 dari Abdullah bin Amr Al Asl dijelaskan bahwa jodoh kita sudah ditulis oleh Allah 50.000 tahun sebelum penciptaan langit dan bumi, artinya sebagai takdir dari Allah SWT, hal itu berarti sebelum manusia dilahirkan di bumi, takdir terkait jodoh sudah ditulis lebih dahulu."

Kemudian ia ceritakan hal itu kepada Langit dan Langit berkomentar demikian, dengan kata semoga 50.000 tahun yang lalu jodoh mereka sudah tertulis. Meski begitu, jodoh tetaplah harus di ikhtiarkan. Ikhtiar yang sudah mereka jalani tentu adalah tuntunan dari Allah SWT. Siapa yang menggerakkan hati dan pikiran untuk berikhtiar menjadi lebih baik agar mendapatkan jodoh yang diharapkan? Tentu saja yang baik dari Allah dan yang tidak baik adalah pilihan.

"Saya terima nikahnya, saya terima semua yang ada pada dirinya..."

Setelah akad, sesaat Langit memandang gadis yang digiring untuk menghampirinya, gadis sudah sepuluh tahun ia damba. Lensa hazel itupun lekat mengunci lentiknya yang hampir saja tak berkedip bahkan ada rasa haru melihatnya hingga tak terasa ia menitikkan airmata. Dan keharuannya menular pada yang ditatap lekat. Tatap yang mengharu seolah berkata, "Masya Allah, inilah i lovenya aku, yang dituliskan Allah, 50.000 tahun sebelum terciptanya langit dan bumi!"

Pertama kali menatapnya saat halal. Pertama kali ia menyentuhnya dengan ibu jari untuk menyeka airmatanya yang menitik. Ia mengecup kening itu dan pertama kali ia berdoa dengan telapak tangan diubun-ubunnya setelah gadis itu mencium punggung tangan dan telapaknya.

"Allahumma inni as’aluka min khoirihaa wa khoirimaa jabaltahaa ‘alaih. Wa a’udzubika min syarrihaa wa syarrimaa jabaltaha ‘alaih." Bisiknya sementara Prilly menunduk meresapi bisikan yang berarti, "Ya Allah, sesungguhnya aku mohon kepada-Mu kebaikan dirinya dan kebaikan yang Engkau tentukan atas dirinya. Dan Aku berlindung kepada-Mu dari kejelekannya dan kejelekan yang Engkau tetapkan atas dirinya."

Setelah mencium kembali puncak kepala itu, Ali tak bisa menahan tangannya untuk mencubit pipi dan dagu Prilly gemas hingga yang menyaksikan tersenyum bahkan ada yang tertawa.

"Tahan bro tahan, nanti lebih gemesin lagi kalau sudah berdua-duaan saja!!" Celetuk penghulunya, semakin membuat tawa terdengar riuh.

"Kenapa?"

Lekat lensanya tak beranjak, seolah yang lain tidak menarik lagi untuk membuatnya lekat. Sedari dipelaminan hanya bisa mencuri-curi pandang. Saling melirik, bertatapan sebentar sudah ada gangguan. Yang mau salaman, yang mau photo. Mereka harus bersabar menanti waktu berdua, dimana setelah resepsi itu, waktu milik mereka.

Tangan Langit terangkat lalu mengusap wajah cantik dengan make up yang minimalis tapi tetap bikin pangling sebab lensanya tak juga mau melepaskan tatap.

"Inilah Langit, i love you-nya aku,  ikhtiar mengejar dia sudah sampai, tapi ini hanya permulaan, banyak ikhtiar-ikhtiar yang lain yang harus kita kejar, sekarang aku mau memeluknya dulu!"

Prilla menyusupkan kedua tangannya melalui lengan yang menerima rangkumannya. Cukup lama ia memejamkan mata memeluk tubuh itu. Mencium wangi yang selama ini mengguar yang hanya bisa ia nikmati dengan tubuh berjarak.

"Cuma mau memeluk?"

Langit menunduk dan mengangkat dagu yang kemudian mendongak kearahnya.

"Sudah halal ini boleh lebih dari peluk kan?" Lanjutnya lagi.

"Memangnya mau apa?"

Ada denyut yang lebih terasa seolah menendang dada Prilla, padahal hanya ibu jari Langit yang menggesek bibirnya.

"Aku mau ngaku," ucap Langit membuat Prilla mengerucutkan bibirnya.

"Ngaku? Ngaku apa?"

"Mmhhh, aku--, dosa gak sih setiap lihat kamu ngoceh, bibir kamu gerak-gerak, aku selalu pingin--- gigit?" Tutur Ali dan diakhir kalimat ia menggigit bibir bawahnya.

"Idih!"

Jari Prilly mendarat diperut Ali yang masih tertutup kemeja putih sementara jas pengantinnya sudah tidak tahu kemana.

"AWW!"

Hanya pura-pura sakit, biar lebih dramatis.

"Pikiran kamu sekotor pikiranku!" Pengakuan Prilly membuat pupil Ali melebar.

"Astagfirullah hal adzim!"

Ali beristigfar, seperti selama ini mereka membilas pikiran kotor terhadap satu sama lain mendengar ucapnya.

"I Love You-nya AKU, boleh gak--"

"Boleh!" Jawab Prilla sebelum Langit menyelesaikan pertanyaannya.

Speechless sejenak sebelum akhirnya Ali menarik pinggang Prilly dan menunduk sementara Prilly berjinjit lalu mereka saling menjangkau kenyal yang ternyata selama ini begitu menggoda ingin disesap. Waduh!

Pertama kali, lembut bertahan hingga beberapa detik. Menghirup udara yang terhembus hangat dari hidung masing-masing. Sentuhan yang membuat denyut ngilu sampai jatuh keperut. 

Telapak kaki Prilly menapak kelantai saat jinjitnya tak diperlukan karna kepala Ali sudah auto menunduk. Kening bertemu kening. Runcing bertemu kembarannya. Memiringkan sedikit kepala Ali membungkam kembali belahan yang terbuka, memudarkan polesan rose yang membingkai kenyalnya.

Kehabisan udara, Prilla mengangkat dagu saat sesapan melonggar hingga ujung hidung  Langit menyapu leher, membuat pori-pori ditubuhnya membesar dan kulitnya meremang. Naluri pengantin baru yang secara otomatis timbul kala kulit tersentuh kulit hingga menemui hasratnya. Dada mereka sama turun naik seperti ada yang tertahan. Kemudian kelembutan berubah sedikit liar. Kalungan erat tangan Prilla dileher Langit, dan lingkaran lengan Langit yang posesif dipinggang Prilla pun mengurai.

Resliting gaun yang ditarik kebawah, kancing baju yang dilepaskan satu persatu hingga semua itu berserakan dilantai,  seolah terjadi begitu saja tanpa aba-aba. Meski ada airmata yang merembes bersamaan dengan rembesan diinti tubuh Prilla yang meremas bukti gairah Langit, namun seolah terlupa saat ada yang melebur didalam tubuh yang membuat mereka melayang bersamaan. Ada yang ringan tapi itu bukan kapas. Terlebih erangan dipuncak itu hanya ada cinta dan nama mereka.

Malam pertama bukanlah akhir ikhtiar namun justru awal perjalanan. Kini telah setahun mereka terikat sakralnya janji suci dihadapan Allah. Selama setahun menikmati hari bersama-sama. Berdua saja.

"Kamu gak bosan tiap pulang kerumah cuma melihat aku aja?"

"Maksudnya?"

"Kita belum ada junior, kamu gak papa?"

"Bicara apa sih?"

Malam itu Prilla mencoba membicarakan gundahnya. Padahal selama setahun mereka bukannya menunda memiliki buah hati dengan alat kontrasepsi. Sempat tiga bulan menggunakan kontrasepsi kb suntik kemudian mencoba melepas dengan metode kalender. Akhirnya juga metode kalender dirasa kurang cocok karna mereka pengantin baru yang bisa intim kapan saja mereka mau dan mereka suka.

Terlebih diakhir bulan Langit sibuk membawa pekerjaan kerumah dan ia sibuk mengganggunya. Memeluk dari belakang, menutup matanya, menyusup diantara lengannya.

"Capernya ditunda kenapa?"

Suara langit kadang lepas kontrol. Meninggi dan membuat Prilla kecewa. Persis saat Langit menolak ikhtiarnya. Prilla jadi mengenang saat ikhtiar mengejar dia.

"Kamu sebenarnya gak sayangkan sama aku? Kamu terpaksa saja karna sudah berjanji dengan Daniel."

"Heii, kenapa ngomong gitu?"

"Ya karna memang begitu!"

Langit menutup laptop dengan wajah keras.

"Lain kali aku lembur saja dikantor untuk nyelesain kerjaanku, dari pada pulang demi ada didekat kamu sambil kerja tapi kamu tetap ngerasa aku gak sayang sama kamu, gak prioritasin kamu, gak perhatiin kamu, aku jadi tambah capek, tau!"

Kalau sudah begitu, akhirnya mereka diam-diaman. Tapi tetap saling perhatian. Meskipun banyak diam, Prilly tetap melayani Ali. Gak diminta tetap buatkan kopi susu untuk menemaninya menyelesaikan pekerjaan sambil menonton tv di Sofa bahkan sampai ketiduran. Akhirnya kalau pekerjaannya selesai lalu melihat Prilly tergeletak di sofa begitu Ali jadi kasian dan merasa menyesal sudah marah-marah kepada istrinya itu. Ia lantas menyadari ia punya istri yang sejak kecil mencari perhatiannya. Selama sepuluh tahun ia tak juga memberikan perhatian. Lalu kenapa setelah halal iapun tak bisa memahaminya?

"I Love You-nya Aku!" Ali berbisik menyentuh pipinya untuk membangunkan namun akhirnya tak tega karna tak juga bergerak.

"Kecapekan banget rupanya ya?"

Ali mulai mengangkat punggung Prilly bersiap menggendongnya.
Mata Prilly terbuka namun nampak memerah. Ali mengulurkan kedua tangannya kemudian disambut Prilly dan ia menarik istrinya itu untuk berdiri.

"Gendonggg!" Manjanya menggantungkan tangan keleher Ali.

Ali mengangkat dari bawah kedua lengan Prilly yang melompat lalu melingkarkan kaki dipinggangnya.

"Uuu, tayangg!"

Seperti menggendong anak kecil saja, Ali mengeratkan pelukannya. Ia mencium kepala yang menyangkutkan dagu dibahunya itu lalu melangkah menuju kamar mereka. Subuhnya ketika terbangun, Prilly malah bingung kenapa sudah berpindah tempat dan bahkan begitu mesranya dipeluk dari belakang padahal mereka sedang diam-diaman. Tentu sudah bisa diduga yang memindahkannya yang sedang mendengkur halus ditelinganya. Meski begitu tetap saja ia mencek cctv dan melihat adegan yang membuatnya tersipu sendiri.

"Kamu bosen gak cuma lihat aku doang dirumah waktu pulang?" Ulang Prilly membuat Ali menghela nafasnya dimalam berikutnya.

Entah kenapa beberapa malam itu Prilly capernya overdosis. Bertanya hal-hal yang tidak pernah dipikirkan Ali. Tidak merasa disayang, tidak merasa diperhatikan, takut suaminya bosan.

"Aku gak pernah bosan sama kamu, sayang," sahut Ali menunjukkan sikap berbeda dari sebelumnya yang merasa tidak suka dengan pertanyaan serupa tuduhan.

Ali justru mendorong laptopnya lalu menarik Prilly duduk dipangkuannya, menyisih rambut yang tidak ditutupi bila didalam rumah kebalik telinganya.

"Kamu itu loh sempurna, i love you-nya AKU, kita seiman, kamu cantik, kamu kaya, kamu dari keluarga baik-baik, sayang sama aku, sayang sama keluarga aku, apalagi yang aku cari? Anak?" Ucap Ali meredam gundah Prilly. Ia bertanya sambil menatapnya dalam-dalam. Tak ada jawab yang keluar dari bibir Prilly, hanya helaan nafas yang kemudian dihempas halus lalu menunduk sembari mempermainkan jarinya sendiri. Ali menahan dagunya kemudian mengembalikan arah pandang Prilly padanya.

"Kitakan sudah berikhtiar, kita bikin anak kapan kita mau dan kapan kita suka, diranjang, dikamar mandi, diruang kerja, didapur juga, sampe aku gak pernah lupa rasa kulit aku ketemu kulit kamu," Ali meringis sesaat ketika jari Prilly mencubit bahunya. Ia mengeratkan lingkaran tangan dipinggang Prilly dan tangan Prilly yang melingkar dilehernya pun mengerat.

"Anak itu amanah dari Allah, terserah Allah kasihnya kapan, kalau bukan sekarang, mungkin nanti," Ali menyisih rambut lalu mencium pangkal hidungnya.

"Jika gak pernah sampai nanti?"

Masih saja Prilly bertanya seolah ragu padahal hanya meyakinkan saja.

"Kita berdua saja, bukankah kita nikah bukan hanya mau berkembang biak hem?" Jawab Ali cepat diakhiri tanya. Tak ada sahutan dan ia melanjutkan,

"Katamu mau punya teman hidup sampai menua? Punya anak juga mereka gak selamanya sama kita, kelak dewasa mereka akan menjalani kehidupan mereka sendiri dan kita tinggal berdua lagi, bukankah begitu katamu, kita sahabat hidup kan?"

Ali mengusap pipi yang tiba-tiba digenangi lelehan bening. Bahkan lendir yang meleleh ia hapus lalu meraih kepalanya hingga tenggelam dilehernya.

Prilla nampak betah, makin menyusup menghirup aroma kulitnya yang khas.

"Langit itu hangat kepada siapapun, tidak dingin seperti waktu ada kamu disana."

Suara itu menggema dikepalanya. Sebenarnya ia sulit percaya pada yang berbicara, namun tetap saja ia merasa harus waspada. Seharian ia juga sering ada dikantornya meski tak harus selalu kesana kecuali ada meeting direksi atau hal-hal yang urgent. Bagaimanapun diperusahaan sendiri dan sebagai pemilik setengah saham perusahaan, ia tidak harus menetap seperti jajaran karyawan yang lain, kecuali Daniel yang aktif sepenuhnya.

Hingga hari ini, ia sedang mood mengunjungi kantor lamanya dengan membawa kabar bahagia.

Melewati ruangan dimana dulu ia beraktivitas disana, terlihat Arini yang sibuk bersama karyawan lain. Teringat saat ia yang berada disama bersama Nunu. Ah Nunu. Kabar darinya begitu membuat ia prihatin. Benar kata mami, saat bertemu dia ternyata sedang hamil dan saat ini usia putrinya setahun lebih hampir seusia pernikahannya dengan Ali, karna saat mereka menikah, putri Nunu berusia 3 bulan dan ia tidak muncul dipernikahannya. Justru setelah 6 bulan pernikahannya, sempat bertemu disebuah mall dan Nunu nampak kurus dan pucat, ia pikir karna merawat anam begitu melelahkan tanpa suami membantu. Ternyata bukan hanya itu, Nunu terjebak dalam pernikahan yang menekan batinnya, karna ternyata Iman diam-diam menikah siri dengan Ovi, saat Nunu mau kembali rujuk dengannya. Nunu tak bisa berbuat apa-apa, sebab saat mengetahui Iman berpoligami diam-diam, ia dalam keadaan hamil. Alasan Iman menikahi Ovi untuk menyelamatkan dirinya dari maksiat sekaligus untuk mempermudah selesainya kasus yang bergulir dipengadilan sebab hanya Ovi yang bisa menolong mereka menyelesaikan kasus tersebut dengan mengerahkan pengacara sekaligus uangnya. 

"Aku sudah bilang waktu itu, aku tidak mau bertahan diduakan lama-lama, jadi dia harus memilih  setelah aku melahirkan, jika tidak memilih aku, dia juga tidak bisa bersama putrinya."

Sungguh Prilla tak bisa berkata-kata mendengar curahan hati Nunu.

"Tapi akhirnya aku pasrah, aku sudah tidak bekerja, anakku tak ada yang jaga jika aku kesana-kemari melamar pekerjaan," lanjut Nunu dengan suara bergetar.

"Ohya, aku dengar, perusahaan itu milik pamanmu, bisakah kamu membantuku agar aku punya pekerjaan dan lepas dari Iman?"

Dulu, disarankan untuk tetap bekerja Nunu malah memilih menemani Iman dalam suka dan duka. Lalu sekarang ketika yang ditemani tetap menduakan, ia menyesal dan ingin kembali bekerja. Prilla menggeleng.

"Maaf Nu, aku tidak punya wewenang apa-apa disana, dan lagi aku sudah bukan bagian dari perusahaan itu lagi!" Tutur Prilla.

"Tapikan Langit masih disana, dengar-dengar dia sedang dipromosikan naik jabatan menggantikan pak Qais sebab Pak Qais bakal menggantikan posisi ayahnya!" Ujar Nunu lagi dengan nada memaksa.

Prilla mengeryit, tahu dari mana Nunu sampai info didalam perusahaan bisa bocor ke dia? Lagi pula sebenarnya bukan begitu ceritanya. Justru perusahaan itu akan diakusisi. Pamannya itu menjual saham perusahaan dan menawarkan akusisi kepada papinya sebab beliau sedang mengembangkan bisnis yang tidak bisa ia jalankan lagi secara bersamaan dengan perusahaan lain. Akuisisi adalah proses pembelian sebagian besar atau semua saham guna mengambil alih kontrol perusahaan. Dan papi menunjuk Ali sebagai calon CEO-nya jika benar-benar terjadi akusisi.

Inilah yang menjadi alasan kedua ia datang kekantor ini hari ini. Ingin mengontrol kondisi perusahaan sebab rencana akusisi tersebut.

Lagi pula suara sumbang berikutnya dari Nunu yang entah dari siapa membuat telinganya berdenging, "Langit itu hangat kepada siapapun, tidak dingin seperti waktu ada kamu disana."

"Kak Prilla selamat siang, apa kabar, kak?" Arini menyapanya dengan pertanyaan membuyarkan pikirannya yang berkelana kemasalalu.

"Alhamdulilah kabar baik, kamu juga? Terus semangat kerja ya Rin!"

"Tapi Arini mau pamit istirahat gak apa-apa kak?!"

Prilla tertawa. Anak itu masih saja polos. Menyemangati seolah menyuruh dia kerja terus gak usah pakai istirahat.

"Gak apa-apa dong, silahkan!"

Memang sedang waktunya istirahat dan ruangan pun tampak lengang hingga langkahnya mendekati ruangan Ali. Meskipun masih ada beberapa karyawan, mereka nampak sibuk didepan laptopnya masing-masing. Mau menyapa, khawatir mengganggu. Dan ia juga tak berharap disambut, walaupun dari jauh ada saja yang melambai.

"Assalamualaikum!"

"Wa'alaikumsalam!"

Suara Langit terdengar tegas bahkan kepalanya yang tertunduk  tidak juga terangkat namun kemudian menegang sesaat lalu ia mendongak. Sepertinya ia baru sadar mengenali suara itu setelah menjawabnya.

"Heii, kok ada disini?"

Ali berdiri meletakkan pekerjaan dan menyambutnya.

"Kangennnn!" Ucap manjanya sambil memiringkan kepala, mengerucutkan bibir dengan lensa yang melekat pada lentik itu.

"Kenapa gak telpon aja, aku akan pulang?" Balas Ali menatapnya lekat.

"Gak sabarrrr," sahut Prilla lagi sambil menggelayut dilengan Langit.

"Disini juga kita gak bisa ngapa-ngapain," Langit nampak menahan tangan erat yang memeluk lengannya.

"Memangnya mau apa?"

"Mau meluk, mau cium, mau pegang, mau--"

"Dih!"

Prilly mencubit perut Ali yang agak buncit sekarang. Meski ia paham maksud Ali tidak ingin pamer kemesraan didepan umum sebab baginya itu adalah privacy yang harus dijaga didalam ruangan pribadinya. Ali juga mengingatkan tentang penyakit Ain yang mungkin saja timbul akibat pandangan mata orang lain.

"Nanti kena ain disangka disantet!" Seloroh Ali waktu membahas hal itu.

Penyakit Ain, penyakit yang ditimbulkan dari pandangan mata yang berkaitan dengan perasaan hati yaitu perasaan iri dan dengki bahkan takjub. Tidak hanya menimbulkan masalah bagi orang lain, penyakit ain juga membuat diri sendiri celaka. Terkadang tak berniat tapi pandangannya membuat sakit. Dan tidak banyak yang menyadari itu. Dan Ali memang seprivacy itu, alasannya mau menjaga diri mereka. Pernah suatu hari ia terlalu berlebihan memperlakukan Prilly, banyak yang berkomentar takjub, kemudian justru mereka sering bertengkar dirumah, hal-hal kecil jadi besar dan meluap. Prilly jadi sakit, namun begitu diperiksa kedokter semua baik-baik saja. Sudah berikhtiar secara medis, tentu juga harus ada ikhtiar non medis. Main media sosialpun mereka berhati-hati. Ada nikmat yang bisa dibagikan dengan bahasa yang baik, ada juga yang tidak perlu.

"Dikasih mobil mewah dihari ulang tahun dipamerin di medsos, eh tau-tau suaminya korupsi, yang iri langsung bersorak, yang kagum sama suaminya jadi nyesal sudah berucap 'ada satu lagi ga buat aku yang kayak gini'?" Jelas Ali saat 'pillow talk'. Prilly setuju dengan mindsetnya untuk tertutup dalam hal pribadi. Meskipun sebenarnya ia pribadi yang terbuka, ekspresif, tapi tahu mana yang harusnya ditutup. Lagipula tanpa sentuhan fisik berlebihan, dari cara Ali menatapnya saja sudah bikin orang yang melihat yang meleleh.

"Duduk sini," Ali mendorong bahunya menuju sofa ruangan kerjanya tersebut.

"Aku kesini karna 2 misi tawuu,"

"Misi?" Ali mengerutkan dahinya.

"Yang kedua mau cek dan ricek sekilas kantor ini pesan dari papi dan tugas dari  Daniel," jelas Prilly setelah punggungnya sudah menyapa sandaran sofa.

Ali mengeryit lagi, kenapa Prilly mengatakan misi kedua bukannya yang pertama terlebih dahulu?

"Trus yang pertama?"

"Ini yang paling utama sih. Tapi demi menjaga agar situasi kondusif setelah kamu menerima ini, aku pulang dulu saja baru kamu buka!" Prilly mengeluarkan sebuah brankas yang terlihat seperti buku.

"Apa ini?"

Ali tambah penasaran dengan ucapnya. Baru juga datang sudah mau pulang? Lagi pula ia belum mengerti untuk apa Prilly membawa brankas berbentuk buku itu?

"Buku harian seseorang, dia kasih aku tadi, titip buat diantarkan ke kamu!" Jawab Prilly berubah dingin."Katanya password kunci brankas itu tanggal lahir kamu!" Lanjutnya seraya berdiri.

"Tunggu!"

Ali mencekal pergelangan Prilly yang akan segera beranjak dari hadapannya setelah mengeluarkan brankas tersebut.

"Dari siapa sih ini sebenarnya?"

"Dari yang bilang, kamu itu hangat kepada siapapun, tidak dingin seperti waktu ada aku disini." Lirih Prilla dengan tatap sedih.

"Kalau begitu kamu disini saja!"

Ali menarik Prilly agar duduk kembali. Tadinya Prilly menolak. Namun Ali makin mencekalnya dengan sebelah tangan, memaksanya duduk, mengunci dengan rangkulan sementara tangan yang lain mengangkat brankas dan membukanya dengan tangan yang melingkar dileher Prilly. Ia tak ingin terjeda jika harus menjelaskan makanya ia menahan Prilly untuk pulang.

"Siapa sih yang iseng banget ngirim kayak ginian, merusak pikiran istriku saja," gerutu Ali sambil berusaha membuka dan benar-benar berhasil dengan tanggal lahirnya.

Box seperti buku itu terbuka, terlihat sebuah buku asli didalamnya. Kemudian ia membuka lembarannya. Ia begitu penasaran dari siapakah? Ia mulai membalik lembar demi lembar.

Lembar pertama ---> Journal 'I Love You'

Lembar berikutnya --->

Dear I Love You - nya ii,
Selamat menanti 'I Love You, baby!'

Dr. Loudfy Nas, SpOG

Langit tergugu sejenak. Tiba-tiba ia blank. Saat menunduk ia melihat Prilly juga menunduk, sepertinya ia menahan nafas sejak tadi sebab tangan Ali melingkar didepan dadanya dan ia membuka  brankas itu dengan kedua tangannya.

Melihat kembali isi brankas yang sudah ada diatas meja sejak lembaran didalamnya ia buka, ia baru melihat benda lain disana.

Strip bergaris dua berwarna merah.

Langit melepaskan lingkaran tangannya kemudian memutar bahu Prilla menghadapnya.

"Jadi???"

Lensa Prilla nampak berkaca.

"Iyaaaaa!"

Langit meraih mungil itu dan mendekapnya erat. Alhamdulilah. Ternyata Allah memberikan kejutan tanpa mereka duga setelah memasrahkan ikhtiar mereka yang tiada henti.

"Akhirnya kita akan IKHTIAR bertiga ditahun yang kedua, I Love You-nya AKU!"

------ EXTRA BAB ------

Banjarmasin, 01 Mei 2024
23 Syawal 1445H
23.49 wita

Hallow.
Terima Kasih membaca, memberi vote dan berkomentar pada cerita ini 🙏

Saya sebenarnya pingin nulis Ikhtiar Mengejar Langit session 2. Bukan versi baru tapi lanjutan, Dan akan dishare berdiri sendiri dengan cover baru. Bagaimana, sepakat gak?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top