IkhtiarComplete
"Nanti juga engkau akan paham skenario Allah
yang paling indah. Disaat engkau tak berniat
untuk mencari sesuatu, tetapi Allah justru
menghadirkan anugerah. Disaat engkau tidak
berpikir mengejar, tetapi Allah memberikan
kemudahan untuk tiba-tiba engkau dapatkan."
Gusbaha
-----
"Assalamualaikum!" Salamnya sambil ragu melongok kedalam rumah yang terlihat sepi.
Tapi tadi pintu terbuka sendiri. Seketika Prilla merinding dan seolah-olah suasana menjadi horor.
"Waalaikumsalam, I Love You-nya AKU!"
Mematung.
Bibirnya jadi kelu. Maksudnya bagaimana sampai Daniel bisa mengucap seperti itu? Apakah sudah bukan rahasia lagi bagi Daniel kalau Langit dan dirinyaa...
"Haii, kok aku ditinggalin? Pergi gak pake pamit? Untung pak Surya kasih tau!"
Lagi. Prilla speechless. Di belakangnya muncul orang yang sepanjang perjalanan menuju kerumah sibuk menyita pikirannya. Seperti pekerja keras diotaknya. Mengutip sebuah puisi yang diciptakan dimana ia dulu pernah berjanji membuat lagu untuk didengarkan Langit, special untuknya sampai ia merasa lelah.
🎶Aku lelah merindukanmu,
Tak sedikit walau hanya sedetik
Kamu seperti pekerja keras
Diotakku dan tak pernah ada kata libur. Merindukanmu adalah CANDU. Dan aku sudah ketergantungan 🎶
(Dari Halaman 43 buku Puisi 5 Detik dan Rasa Rindu karya @prillylatuconsina96)
Ditengah ketidak siapannya menghadapi kondisi yang membuatnya terkejut. Daniel mengibas-ngibaskan tangannya. Ia menatap kakaknya yang terlihat berbeda seratus delapan puluh derajat dengan sembilan tahun yang lalu. Apakah kakaknya itu sudah menerima tanpa ia menjelaskan keadaan hubungannya dengan Langit? Apalagi ketika ia merasa bahunya direngkuh tangan yang selama ini begitu anti Daniel lihat dan selalu membuatnya tidak berani mengekspresikan perasaan didepannya.
"Adik kecil abang sudah dewasa sekarang, sudah bisa menentukan pilihannya sendiri!"
Prilla menyipitkan matanya. Maksudnya? Kenapa begitu cepat berubah? Bukankah dulu keras menolak?
Prilla mengusap wajahnya. Ia memang terkejut, namun ia tidak mengerti dan tidak tahu harus bersikap seperti apa menghadapi situasi seperti saat ini? Otak kanan dan otak kirinya sedang berperang, yang mana yang lebih dominan. Apakah otak kanan yang lebih emosional ataukah otak kiri dengan logika yang lebih jalan?
Hampir sepuluh tahun adalah waktu yang cukup baginya. Melewati putih biru, putih abu dan kampus biru. Sebelum mengenakan toga sudah berada dikantor yang menerimanya menjadi anak magang. Kini ia hampir 23 tahun, sementara Langit yang sekarang sedang menyelesaikan S2 sudah hampir 29tahun. Ikhtiarnya mencapai cita- dan cinta- kini hampir sampai dimuaranya.
"Eh, kok nangis?"
Langit nampak terkejut merapatkan posisinya yang sedang merengkuh dengan sebelah tangan. Sementara tangan yang lain mulai menyentuh bening yang meleleh dari lensanya.
"Puas sekarang kalian permainkan aku??" Serak Prilla berusaha melepaskan rengkuhan dan menghempasnya.
Seketika saat retinanya bertemu dengan tatap elang yang khawatir sembari menyeka crystalnya yang menganak sungai membuat teringat bagaimana dingin tatap itu ketika tadi ia tinggalkan dikantor.
Terbayang-bayang saat ia mencoba mencairkannya dengan bertanya-tanya ada apa berulang-ulang, tapi jawabannya tetap dingin membuatnya sedih dan kecewa kemudian disadarkan oleh semua tindakan manusia yang menggerakkannya adalah Allah.
"Bukan begitu, biar aku jelaskan," suara lembut yang ia damba selama ini yang beberapa jam lalu mendadak dingin membuat dadanya memanas.
"Gak perlu, aku mengerti kalian mempersulit aku selama hampir sepuluh tahun ini, aku paham kalian sengaja menyiksa aku, aku tahu---"
"Bukan---"
Prilla tak memberikan kesempatan pendengarannya untuk berkompromi. Ia berlalu tanpa bisa dicegah. Sesak didadanya tidak juga melega malah bertambah. Nafasnya bagai tersengal.
BLAMMM!!
Membanting pintu, ia ingin membanting tubuhnya ditempat tidur lalu sesegukan membasahi bantal ia berharap lega menyapa.
Sungguh ia sangat kecewa pada orang-orang yang katanya menyayangi namun membuatnya kesulitan selama bertahun-tahun.
Namun...
Airmatanya tertahan sesaat sebab pupilnya membesar melihat pemandangan didepannya. Lagi-lagi jantungnya bertalu.
Bagaimana bisa ia membanting diri ditempat tidur, kalau tempat tidurnya dipenuhi dengan bunga yang dibentuk kalimat, 'I Love You'? Meja riasnya dipenuhi bunga dengan kalimat yang sama.
Prilly menutup wajah dengan kedua tangannya. Airmatanya mulai menderas lagi.
"Daniel yang menantang Langit bila ia tidak mau menjauhimu, Langit hanya mau membuktikan bahwa ia bukan seperti yang Daniel pikir!"
Prilla menoleh pada suara itu, jadi mamipun sebenarnya sudah tahu?
"Mami baru dijelasin sama Daniel," ucap maminya lagi seolah paham pertanyaan dari pandang lensanya yang dipenuhi kabut. Mami menarik tubuhnya, kemudian menghapus air matanya, mengusap kepala kemudian mendekap didadanya.
"Mereka itu sama-sama sangat menyayangi kamu, Daniel merasa bertanggung jawab atas kamu, menurutnya kodrat wanita adalah dikejar bukan mengejar, sementara Langit berusaha untuk layak."
Mengalir cerita dari maminya yang berhati-hati, kalau selama ini Langit berjuang menjadi seperti sekarang untuknya. Dari awal Daniel hanya ingin menjaga dirinya. Dari awalpun Langit hanya ingin menjadi layak baginya.
"Hampir sepuluh tahun, aku hanya menitipkan dan mendoakan jodoh yang ditetapkan Allah buatku, meski belum tahu siapa, aku berharap itu kamu!"
Prilla melirik keasal suara. Siapa yang mengizinkannya masuk keranah pribadi? Mami melepaskan dekapan dan mengusap bahunya, menatap sambil mengangguk, lagi-lagi seolah paham apa yang ada dalam pikirannya. Tentu saja Langit masuk bukan tanpa ijin.
Ia mendongak menatap Langit yang menjulang dihadapannya. Lensanya memancar hangat disela kekhawatiran. Tidak ada dingin. Saat ini Langit justru merasa jantungnya bagai role coaster, naik turun. Ia sedang khawatir karna reaksi Prilla tidak sesuai prediksi mereka menerima kejutan ini.
Dikantor, mati-matian ia menahan diri. Sebenarnya ia memang terkejut, jajaran diperusahaan tempatnya berjuang memantaskan diri ternyata adalah paman Prilla. Sesaat ia juga merasa diback-up namun mengingat ucapan Pak Qais, rasa insecurenya luntur.
"Memang rekomendasi dari keponakan saya, tapi pak Surya tetap menjalankannya sesuai prosedur perusahaan, kami semua sepakat bahwa pak Langit layak bergabung diperusahaan kami sampai akhirnya memang penilaian kami terbukti sebab pak Langit membawa perusahaan ini melesat sehingga karir pak Langit disinipun bisa melejit!"
Menjadi dingin hanya karna ingin mengontrol sikap Prilla. Bagaimanapun mereka sedang disorot karna siapakah Prilla sebenarnya dikantor tersebut telah terbongkar. Semua mata sedang kearah mereka sehingga mereka harus profesional agar tidak ada mulut-mulut berbisa setelah satu bisa sudah disingkirkan.
"Lalu kenapa menolak saat aku berikhtiar?"
Pertanyaan Prila membuat pikiran Langit kembali keruangan pribadi gadis itu yang kini mendongak menatapnya.
"Aku tidak ingin selain kamu, aku justru sedang berikhtiar menjadi layak sampai aku datang kehadapanmu bukan kepada yang lain!"
Langit menjelaskan, ia tidak dari awal mengenali Prilla. Ia tak pernah membaca curiculum vitae-nya karna hal itu urusan Hrd dan pemilik perusahaan. Danielpun tidak pernah menjadi sekutunya untuk mengetahui keadaan dan keberadaan Prilla sebab justru ia harus membuktikan bahwa inginnya kepada Prilla untuk menjadi rumah bukan hanya untuk singgah. Langit menitipkan kepada Tuhan seseorang yang akan menjadi jodohnya, dan ia selalu berdoa kepadaNya agar dijodohkan dengan dia yang diinginkan sekaligus juga berdoa agar dialah yang ia butuhkan. Ia yakin kalau sudah tergores di Lauhul Mahfuz, bagaimanapun caraNya, Allah pasti dekatkan. Ikhtiarnya adalah ikhtiar 'langit', bukan sekedar ikhtiar mengejar dunia.
"Jadi sejak kapan abang tahu siapa aku?"
Ternyata masih ada pertanyaan yang selama ini justru belum sempat Prilla tanyakan sebab fokus pada hati yang diselimuti hepi akibat langkah ikhtiar yang ia hentikan justru berbalas ikhtiar. Tidak berpikir mengejar lagi, namun ternyata dengan mudahnya Allah membuat Langit balik mengejarnya.
"Sejak kamu menyanyikan lagu untuk 'Abang Aku' di SK Cafe!"
Langit menjawab sambil menerawang pada saat Prilla memetik gitar menyanyikan lagu 'back at one' di SK Cafe . Menatap lekat gadis yang baru saja mengatakan sesuatu yang membuatnya keesokan harinya mendatangi pak Surya untuk memeriksa curiculum vitae gadis itu.
"I love you-nya Aku', aku memang belum bisa halalin kamu segera, tapi hari ini aku mau meminta kamu buat aku kepada papi, mami dan abang kamu, biar mereka gak ijinin kamu diminta oranglain selain aku, kamu setujukan?" Todong Ali membuat Prilla
"Mmhh!"
"Papi, mami, abang sudah setuju tapi katanya terserah kamu."
Ruangan menjadi hening. Sungguh Langit merasa jantungnya tidak beraturan. Sesungguhnya Prillapun begitu. Kejutan yang tiada henti hari ini. Kalau buatan manusia mungkin sedari tadi ia akan kolep karna terkena serangan terus.
Lub bub Lub bub Lub bub. Harap cemas semua menanti jawaban Prilla. Penonton yang gugup. Apalagi ketika Prilly menatap satu persatu papi, mami dan Daniel yang semuanya ternyata menyusulnya kekamar pribadinya tersebut.
Ali memiringkan kepala saat Prilly menatapnya.
"Mana cincinnya, mau aku gak boleh diminta oranglain masa cuman diminta begitu aja?"
Prilly mengulurkan jari sambil menggerakkannya. Ali ingin meraihnya tapi Prilly menarik jarinya.
"Kalau tidak ada cincin---"
"Se--sekarang memang belu--"
"Ada, ini cincinnya, maaf mama terlambat, tadi tokonya banyak pelanggan waktu mama ambil pesananmu, Lang!"
Mama Ali menerobos masuk, menunjukkan sebuah box berwarna merah lalu membuka dan cepat-cepat memasangkannya ke jari Prilly.
"SAHHH!!" Teriak Daniel.
Semua menatapnya.
"Sah dikhitbah maksudnya!"
Prilly menatap jarinya lalu menggerakkannya. Dalam sekejab meski bukan akad, ia sudah terikat dengan sebuah nama yang ada dibalik cincin itu. ALI.
"Alhamdulilah, selamat ya, semoga kita bisa menjadi bestie!"
Mama Ali memeluk Prilly yang masih saja speechless. Bahkan ketika mami dan papinya memeluk ia juga tak bisa berkata-kata hanya berkaca-kaca.
"Maafin abang kalau harus membuat kalian menunggu lama untuk sampai ke momen ini!"
Daniel menangkup wajah lalu mencium keningnya. Itu membuat Prilly benar-benar sesegukan saat mungilnya dipeluk erat.
"Abang tidak khawatir lagi sekarang, dia sudah membuktikan ucapannya sembilan tahun lalu!"
Prilla mengangguk-ngangguk sambil masih sesegukan. Sepertinya ia punya banyak stok airmata sehingga sedari tadi tidak ada kering-keringnya.
"Semua sudah memeluknya, kapan aku diberi kesempatan?"
Daniel tertawa melihat Langit dengan wajah memelas berkata dengan nada pertanyaan.
"Nih, sudah sah kamu khitbah, tapi belum sah kamu peluk, kalau mau meluk halalin dulu!!" Tegas Daniel mendorong bahu adiknya menghadap Langit. Tegas namun dengan nada bercanda agar suasana tidak tegang.
Sementara Prilly menunduk menatap kaki mereka yang sudah bertemu ujungnya.
"Gak bisa megang, jadi dagunya angkat sendiri ya," pinta Ali membuat Prilly menyipu. Ia menggigit bibirnya menahan senyum. Gak bisa kaya sinetron yang dagunya diangkatin biar saling bertatapan? Monolognya.
"Jarinya udah pake cincin, sempat lihat gak nama dibalik cincin itu?"
Prilly mengangkat tangan lalu memandang cincin yang disematkan dijari manisnya. Ali ikut menyentuh ujung-ujung jari Prilly yang terangkat itu dengan ujung jarinya.
"ALI!" Lirih Prilly menjawab tanya Ali lalu menatap pria itu setelah menatap jari mereka yang bertemu ujungnya.
"Nama panggilan sayang kamu buat akukan?"
"He-em!" Jawab Prilla lagi malu-malu serupa deheman.
"Nanti tugas kamu bilangin sama yang dekatin kamu, kamu sudah punya Ali, kalau dia nanya siapa Ali, jelasin lagi ALI : Aku Langit Indarta," pinta Ali.
"Dia siapa?" Prilla mengerutkan alisnya.
"Siapa aja yang lagi ikhtiar ngejar kamu selain aku," sahut Langit seperti enggan menyebut nama seseorang yang belakangan sangat ia khawatirkan karna pernah ia pergoki menjemput Prilla.
"SAKA?" Sebut Prilly.
"Perlu banget nyebut nama orangnya?" Tanya Ali serupa desisan.
"Terus kalau RENI, STEVIE, atau mantan yang ikhtiar ngejar kamu, kamu gimana cara jelasinnya sedangkan kamu gak ada ciri apa-apa loh, beli cincin cuma buat aku biar sudah ada tandanya, buat kamu sendiri gak dibeli biar gak ada tanda-tanda sudah sold out gitu, cowok emang paling egoi--"
"Sttttttt! Kata ustadz, cowok tu gak boleh pake emas, haram, ada hadistnya, kalau kata imam syafii, bisa merobek hati yang gak punya yang melihatnya, alasan lain ternyata emas itu ada semacam debu yang jika masuk ke pori-pori dan bercampur dengan darah masuk kejantung maka bisa jadi penyakit." Jelas Ali panjang sepanjang celoteh Prilly yang ia potong.
"Kok cewek boleh bukankah sama, butirannya akan masuk kepori sampai ke darah?" Tanya Prilly menyipitkan mata seolah ia mengira Ali hanya mencari alasan saja.
"Kalau cewekkan ada siklus haid setiap bulan, jadi butiran emas yang bercampur dengan darah keluar dengan sendirinya melalui darah haid, itu kata ustadz bukan kata aku," jelas Ali mengetuk ujung jarinya ke jari manis Prilly.
"Trus kamu gak pake cincin? Gak ada tanda dong?" Tukas Prilly masih belum terima karna hanya ia yang sepertinya terikat tapi Ali bebas tanpa tanda sold out.
"Aku sudah terikat sama kamu sepuluh tahun lho, 'i love you-nya akuu'!" Tak tahan Ali mengacak kepalanya yang tertutup hijab.
"Padahal sih mau kejutan, tapi terpaksa dibongkar biar kamu tenang, nanti kalau nikah aku pake cincin kok, aku sudah pesen special berlian!" Jelas Ali membuat lensa Prilly berbinar-binar saat ujung jarinya menyisih anak rambut yang menjuntai dibalik hijabnya.
"Kapan?"
"Kapan?" Ali mengerutkan keningnya. Pertanyaannya kurang jelas. Kapan pesennya atau...
"Kapan nikahnya?" Manja Prilly mengayun nada suaranya.
"Cieeee!"
Prilla tersadar kalau disana bukan hanya ada dia dan Ali yang sedang bercakap. Ia menutup setengah wajahnya yang memerah muda karna seisi ruangan menggodanya.
"Aku sudah Ikhtiar dengan mengkhitbah kamu, aku sudah minta waktu dengan orangtua dan abangmu, Insya Allah gak lama lagi ya, kamu mau menunggu kan? Kamu sabarkan?"
"Iyaaa!" Angguk Prilly pasti tanpa drama-drama penolakan yang sudah sangat melelahkan untuk dibuat baginya.
"Alhamdulilah!!!"
"Eeeeeee.... harom-- harom!!"
Seisi kamar kompak menjerit dan Daniel mencoba memisahkan mereka saat Ali spontan meraih dan mendekap Prilly kesenangan.
Merekapun memisahkan diri dengan semburat merah muda yang sama diwajahnya.
"Mari kita merayakan dengan makan-makan!" Ajak mami menyeret mereka keluar dari kamar diiringi yang lain. Berisik dan riuh dalam suasana yang hepi.
Setelah hampir sepuluh tahun berkejaran dengan waktu. Berikhtiar dari mengejar dunia hingga jalur langit. Dari berkejaran hingga saling mencari bukan menunggu. Berharap sampai berharap-harap. Hingga mereka menemukan bahwa mengejar dunia hanya mendapatkan dunia saja, dan ketika mengejar akhirat, mereka bisa mendapatkan keduanya.
Masya Allah. Masya Allah.
Ikhtiar Mengejar Langit.
Ketika mengejar Akhirat, duniapun dalam genggaman.
Bukan mengejar hanya untuk singgah namun untuk tinggal sebagai rumah.
------Complete------
Banjarmasin, 18 April 2024
09 Syawal 1445H
14.41 Wita
Hallo.
Akhirnya Ikhtiar kita tamat.
Insya Allah kalau ada waktu akan ada Epilog atau Extra Part ya.
Insya Allah, tapi gak bisa terburu-buru. Bisa cepat, bisa lambat.
Terima Kasih menemani dengan membaca, kasih vote dan komentarnya ya semua. Semoga kita disehatkan lahir dan batin, dimaafkan Allah atas segala kesalahan dan khilaf kita, yang baik dari isi cerita ini dimanfaatkan, yang tidak berkenan mohon dimaafkan 🙏
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top