Ikhtiar28

"Abaang----."

Prilla memanggil saat berpapasan, Langit justru tidak mengacuhkannya.

"Heii, abang---"

Prilla mengejar lalu berusaha mendahului dan berada didepannya dan hal itu memaksa Langit menghentikan langkahnya.

"Tolong, ini masih dikantor," Langit berkata dengan wajah dingin. Sebenarnya membuat hati Prilla jadi sedih. Raut wajahnya tidak bisa menyembunyikan itu. Harusnya Langit menyadari jika tidak menghindari tatapnya.

"Iya tahu masih dikantor, tapi gak biasanya kamu kayak gini, kamu lagi marah kenapa?" Prilly berusaha sabar karna perubahan sikap Ali yang tiba-tiba baginya.

Mereka sedang baik-baik saja, bahkan semalam orangtuanya sudah welcome terhadap Langit, rasanya sepulang dari rumah mereka masih hangat-hangatnya. Seperti cuaca yang tak terdeteksi dari panas kini menjadi dingin.

Padahal tadi didalam ruangan meeting dialah sebagai orang yang nomor satu membelanya, menjadi tameng, mempertegas bahwa kesalahan bukan pada dirinya namun pada hati orang-orang yang tidak sportif.

"Saya ingin mencari oknum pembuat dan penyebar link grup breaking news, saya ingin klarifikasi karna digrup tersebut saya dan Prilla dipojokkan tanpa bisa membela diri!"

"Perlu saya tegaskan Prilla tidak pernah menghalalkan segala cara terutama harus menarik perhatian saya agar posisi dia didalam perusahaan ini lebih bagus dari pada karyawan lama, seperti yang pak Qais bilang sama saya, by the way, pak Qais adalah pamannya, Prilla bisa saja jadi CEO diperusahaan bapaknya, disini dia hanya belajar dari paman-pamannya, CEO dan CMO perusahaan ini!"

Seperti sarang lebah, ruangan bagai berdengung sampai menembus gendang telinga.

Sebenarnya bukan hanya karyawan lain yang terkejut dan ada yang menciut, Prilla sendiripun terkejut tahu dari mana Ali tentang itu semua? Tahu dari mana kalau Cmo dan Ceo adalah paman-pamannya?

"Prilla disini melangkah dari awal menjadi anak magang, padahal kalau dia mau dia bisa minta jabatan dengan pamannya tanpa harus susah-susah dilevel bawah dan diinjak-injak sama sebagian orang disini!"

"Dia menjadi staff khusus project baru karena kemampuannya, bukan karna dia keponakan direksi!"

Pembelaan-pembelaan Langit membuat Prilla tak menyangka ketika meeting selesai justru ia berubah dingin terhadapnya. Berbanding terbalik dengan sikap karyawan-karyawan disana yang seakan menjadi segan saat keluar dari ruangan itu.

Mereka berisik diluar mengingat bagaimana ada yang meremehkan Prilla sebelum kehadiran para managemen dan meeting dimulai.

Didalam ruangan meeting nampak terdengar kasak-kusuk. Sepertinya semua tidak tenang sebelum meeting terlaksana. Mereka tau ini bukanlah pengadilan atau sidak bagi mereka, namun kedatangan para petinggi tentu saja membuat mereka ingin melaporkan pencapaian terbaik.

"Teman-teman, apakah kita semua sudah lengkap?"

Yang berisik terdiam sejenak mendengar tanya Prilla saat itu, namun kemudian melihat siapa yang bicara, berisik terdengar lagi.

"Maaf, saya hanya ditanya oleh managemen, kalau memang sudah lengkap semua disini, maka saya akan mengabarkan kepada CMO, CEO, Manager dan kepala HRD agar beliau-beliau menuju kesini," jelas Prilla untuk menekankan kalau ia hanya diberi tugas.

"Terima Kasih, Pril!"

Baguslah masih ada yang menghargai.

"Ngapain terima kasih diatur dia? Memangnya dia siapa?"

Yang bertanya dengan nada sinis itu sudah bisa ditebak orangnya.

"Bukan karna dia siapa, kan bagus dikasih tahu, biar kita siap-siap sementara petinggi on the way kemari, gimana sih Reni?" Sahut yang lain.

Sayangnya yang punya mindset demikian diruangan tersebut rata-rata laki-laki.

"Dari tadi kita juga sudah siap tanpa dia kasih tahu," Elak Reni lagi mengibas rambutnya.

"Lah kenapa sesama cewek bukannya support malah mau jatuhin, jangan merasa diri lebih tinggi sih?" Sahut yang lain.

"Buktinya kita lebih lama disini dari pada dia, layak merasa lebih tinggi."

"Ya tapi perusahaan percayanya sama dia dari pada kamu," tegas yang lain lagi. 

"Karna dia menghalalkan segala cara, dekatin manajer, dekatin CMO, carmuk ke CEO!"

Mendengar ocehan-ocehan itu Prilla hanya tersenyum saja. Terlebih Arini sempat mengirimkan video terbaru yang dishare ke grup 'breaking news'. Setelah video bersama CMO, terbaru video bersua dengan CEO didepan ruangan dimana CMO dan Manager sedang berdiskusi didalamnya terlihat.

"Haii, pak CEO!" Sapanya saat ia mau keruangan meeting melewati ruangan CMO dan CEO.

"Eh, gimana-gimana, amankan?" Tanya pak CEO menghentikan langkahnya tidak jadi memasuki ruangan.

"Gak CMO, gak CEO pertanyaannya sama," Prilla hampir saja tertawa lepas mendengarnya.

"Iya dong, kepo juga gimana cara belajar sekaligus ikhtiar rahasia yang kamu bilang itu disini,"

"Nanti diruang meeting laporannya ya, pak!" Ujar Prilla

"Siap, keruangan aja dulu, pastikan mereka sudah lengkap nanti kami kesana ya," pesannya sebelum Prilly berlalu.

"Siapp boss!" Hormat Prilly.

Itulah sebabnya ia bertanya diruangan itu, karna memang pesan dari CEO demikian. Ia hanya menjalankan tugas. Ia juga sudah bisa menduga reaksi sebagian orang yang merasa dirinya tidak layak bertanya seolah berada diposisi paling tinggi mentang-mentang dekat dengan Langit, manager operasional diperusahaan tersebut. Terutama perempuan-perempuan yang tidak bisa menutupi rasa iri-nya seolah karna kedekatan itu membuat ia seperti pejabat perusahaan juga.

"Maaf bu Reni jika tidak berkenan, saya hanya menjalankan perintah saja, jadi sekarang saya kabarkan kepada mereka kalau kita sudah siap laporan," ujar Prilla lagi membuat Reni mendengus.

"Nanti komisaris utama datang jilat aja lagi!"

Astagfirullah. Sabar-sabar. Batin Prilla tanpa mengelus dadanya. Dikantor ini sebenarnya ia tidak butuh jabatan tapi butuh belajar. Mudah baginya mau menjadi manager bahkan Ceo diperusahaan orang tuanya. Jadi ia gak perlu jilat menjilat, bermuka dua, sikut sana sini. Tapi apa gunanya dijelaskan? Bagi Prilla justru sikapnya ini akan memberikan pelajaran kepada yang bekerja hanya mengejar jabatan dunia saja bukan ikhlas mencari ridho Allah, bahwa sesungguhnya yang membuat tidak tercapainya dunia adalah karna ikhtiarnya hanya untuk dunia saja.

"Minum dulu bu, biar gak kepanasan melulu, mang Dimannn, air es mangg!" Celetuk salah seorang staf.

"Assalamualaikum, Selamat siang semua!!"

Suasana menjadi hening karna pejabat-pejabat yang mereka tunggu sudah memasuki ruangan.

"Kita mulai saja untuk pertemuan hari ini, semua sudah peenah bertemu dengan saya bukan? Saya Qais Qusairy, CMO perusahaan ini."

"Yang belum pernah bertemu CEO, perkenalkan pak Sandro, beliau ini adalah saudara saya!"

"Ini perusahaan memang perusahaan nepotisme karna perusahaan ini dibangun ayah saya yang masih sebagai komisaris sampai dengan saat ini, kami hanya pewaris namun pewaris juga harus berkompeten dan tidak segan belajar terus!"

"Hari ini kita juga akan berkenalan dengan staff baru karna staff lama akan menjabat sebagai supervisor menempati posisi Pak Langit sebelumnya."

Ruangan kembali sedikit berisik karna Pak Qais memperkenalkan yang menjabat sebagai supervisor adalah Bayu Putra, bukan Reni seperti yang Reni koar-koarkan selama ini. Dan staf baru menggantikan posisi Bayu yang selama ini berada di jajaran staf biasa juga seorang pria bernama Dirga.

"Kenapa bukan saya, pak? Apakah karna seorang perempuan? Bukankah kata pak Surya disini kesetaraan gender yang penting memenuhi syarat?" Protes Reni cukup berani.

"Sekarang apa kelebihan anda sehingga kami harus memilih anda? Anda baru diberi surat peringatan karna melalaikan pekerjaan dan mengakui pekerjaan orang lain, lalu sudah memenuhi syaratkah?" Pak Qais balik bertanya membuat Reni terbungkam.

Coba saja yang menjadi supervisor adalah Prilla dan yang menyampaikan adalah Langit, bagaimana reaksinya? Perusahaan sudah bijaksana sekali memutuskan rantai perdengkian yang terjadi didalam perusahaan. Prilla pun meski layak tidak ingin mengambil resiko, punya jabatan atau tidak diperusahaan itu tidak menjadi masalah baginya yang sedang mencari jati diri dan banyak belajar menjadi seorang pegawai yang dapat diandalkan.

"Bagaimana pak Langit? Ada yang ingin pak Langit sampaikan?" Tanya Ceo memberi kesempatan pada Ali berbicara.

Kemudian dari situlah Ali mengawali pencarian pelaku dan klarifikasi atas isu-isu yang beredar di seputar kantor.

Dan apa yang diucapkannya tentu saja mengejutkan semua yang ada, lalu pada akhirnya membuat ucapan yang diawali dengan 'pantas', 'oh, i see' bertebaran.

"Ohhh pantas sajaa..."

"Demi Tuhan yang fitnah dia ketar-ketir sekarang!"

"Oh, i see, menghalalkan segala cara dari mana? Dia dari bawah kok seperti kita-kita, ijazah sesuai, lulusan terbaik pula."

Sungguh berisik. Tapi wajar saja karna mereka sungguh terkejut terlebih Reni. Mau lari mengelak apa lagi?

"Maafkan saya, pak, saya yang bodoh, iri hati bahkan dengki, mohon beri kesempatan untuk saya memperbaiki diri," mohon Reni.

"Ini sudah yang keberapa kali anda diberi kesempatan? Maaf, sudah tidak ada kesempatan lagi, setelah ini pak Surya akan memproses pengunduran diri anda!" Kali ini Sandro sebagai Ceo yang bicara. Ia yang baru mendengar ada kejadian seperti itu dikantornya padahal Prilla tidak pernah mengeluh menjadi panas. Tentu saja ia berpihak pada Prilla keponakannya sendiri.

"Bicaranya nanti saja!" Tegas Ali ingin melanjutkan langkahnya meleburkan lamunan Prilly.

Prilly menggigit bibirnya menatap punggung Ali. Ini yang ia khawatirkan ketika Ali tahu bahwa perusahaan ini milik keluarganya, pria itu akan insecure dan bisa saja merasa Ia melesat dikantor ini karna diback-up olehnya.

"Semoga bukan karna insecure ya, bang, sebab kamu melesat bukan karna aku yang back-up, tapi karna memang kamu pantas!"

----------
Banjarmasin, 08 April 2024
28 Ramadhan 1445H
19.17 wita

Ngos-ngosan Ikhtiar ngejar waktu sampe berapa kali kepencet publish. Selamat berbuka puasa ✍

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top