Rhea

Kejadian itu membukakan mataku. Ingat kan? Kejadian di lantai paling atas gedung fakultas kesehatan. Waktu itu aku bersama sang Mr Croco yang sedang mencurahkan seluruh isi hatinya padaku. Saling curhat ceritanya. Dia mengatakannya semua rahasianya padaku tanpa terkecuali. Kuharap begitu. Karena akhir-akhir ini aku merasakan kenyamanan saat bersamanya. Aku juga tak tau perasaan apa itu sebenarnya? Apakah aku jatuh cinta? No no! Mana mungkin aku jatuh cinta pada orang macam dia.

I gotta heart.. and I gotta soul.. believe me I wanna use them both..

Lagu 18 milik para cowok ganteng mengalun indah tepat ditelingaku. Rupanya ada telepon dari..

Bang Jek!

"Ada acara apaan ya bang Jek nelpon gue?" Gumamku lalu menekan tombol accept

*Dialog dengan Bang Jek*

"Assalamualaikum warah matullahi wabarakatuh! Bang Jek!! Muah muah"

"Ceilah.. apaan cobak?! Pake muah muah segala lagi?!"

"Yee, kan gue kangen ama lo bang!"

"Iyedah terserah elo. By the way, lo udah punya cemewew ga?"

"Apa? Cemewew? Apaan itu?"

"Itu pacar rhea sayanggg"

"Oh... belom nih. Emang kenapa?"

"Gue ada nih! Namanya Marshall!"

"Ogah ah, nanti se-spesies ama lo lagi!"

"Yee, dia beda, tenang aja. Gini ya, dia itu bening, tinggi kayak yang lo mau, dan yang terpenting dia tuh pinter karna gue yakin dia bisa nutupin ke-stupid-an lo yang udah stadium akhir itu!"

"Rese lo bang. Iya deh tapi dia fakul apa?"

"Fakultas kesehatan"

"Oh.. ok ok bang!"

Iya deh. Udahan dulu ya. Gue banyak kerjaan ni. Permeso!!!"

"Dasar bang gojek lu! Edan!!!"

*Dialog dengan Bang Jek END*

Aku cekikikan sendiri mengingat kejadian beberapa detik yang lalu. Eh? Belum tau Bang Jek ya? Jelas aja mulai tadi cengo gitu?! Hihihi.. Oke! Back to topic! Bang Jek itu sepupuku. Hmm.. bisa di bilang sepupu yang paling dekat denganku. Dibanding sepupu-sepupuku yang lain dialah yang paling sering mendengar curhatanku mungkin karena dia anak tunggal sekaligus jones. Haha, saking jonesnya sampai-sampai dulu, dia sering memanggilku "baby, sayang, babe" dan kuakui aku nyaman. Sudahlah. Sekarang kembali ke siapa tadi?

"Marshall?" Ucapku dengan tangan yang tidak jemu-jemu menggaruk kulit kepala yang sebenarnya tidak gatal

Gratak!!!

"Nama gue tuh!" Tiba-tiba seorang laki-laki dengan rambut setelinga sudah bertopang dagu di meja tepat di depanku. Apa ini? Kebetulan lagi? Tapi mana mungkin dia temennya si Mr Croco? Sama-sama rese dong?!!

Sebelum melanjutkan bayang-bayang suram tentang makhluk di depanku, aku segera membuka mulut "Siapa lo?" Astaga!!! Pasti itu yang akan di ucapkan Nadifa jika dia tau aku hanya mengucapkan satu kalimat saja disaat genting seperti ini. Tapi jujur saja aku memang tidak ada bakat bicara banyak alias cerewet atau bawel seperti nadifa kecuali orang yang ada di depanku adalah orang yang sudah menjadi karib

Dia malah nyengir kuda sambil terkikik geli melihat ekspresiku yang mungkin bisa dibilang kelewat serius. Tapi masa bodohlah. Aku hanya peduli dengan laki-laki freak di depanku ini. "Astaga!! Kok lo malah nyengir gak jelas gitu sih?!" Ucapku setengah berteriak. Mana mungkin aku duduk disini dengan muka galak tapi sama sekali tidak ada respon takut di wajahnya. Buktinya dia malah nyengir seakan mengejek kalau muka galakku sama sekali tidak ada galak-galaknya

Oke. Akan aku tunggu sampai dia selesai nyengir-nyengir freak-nya itu. Lima menit berlalu tapi tetap saja. Walaupun bukan nyengir-nyengir lagi. Tapi percayalah, menunggu itu sangatlah tidak menyenangkan

Sampai ia mulai berkata "Hehe, kenalin nama gue marshall" Katanya tanpa perduli mukaku yang masih dalam mode galak. "Ya ya, gue udah tau nama lo. Tapi kenapa lo bisa tiba-tiba disini?" Tanyaku tanpa peduli dengan rasa gengsi. Ya, mungkin saat ini tak ada gunanya dengan gengsi karena ini terlalu penting sehingga rasanya tidak mungkin jika harus mendahulukan gengsi

Jeda sebentar namun di sambung dengan dehaman "Iya gitulah. Denger nama lo di sebutin orang terus lo gak datengin orang itu ya?" Jawabnya tapi malah memberikan pertanyaan ringan namun agak dilema untuk menjawabnya

Aku hanya menarik napas lalu mangut-mangut dan mengaku kalah pada diri sendiri sekaligus menata kata demi kata yang berserakan di otakku untuk memulai obrolan. "Hmm ok.." terpotong karena tiba-tiba disambar dengan suara gadis imut yang dengan tiba-tiba pula muncul di sampingku

"Oh my Godness!! Jadi ini yang namanya kak Rhea ya! Imut ya!!" Katanya dengan nada kegirangan tanpa peduli dengan wajahku yang cengo

Oke, kuakui aku tidak berani berkata-kata lagi. Mana mungkin pagi ini saja aku sudah dapat 2 kejutan yang datang secara tiba-tiba. Tapi anehnya 2 kejutan itu tidak termasuk Arfi. Padahal biasanya dialah kejutan harianku. Hampir sama seperti suara notifikasi yang mampu membuatku tiba-tiba merasakan perasaan yang aneh sekaligus

Nyatanya sekarang? Kemana dia? Kemana suara notifikasi yang menyenangkan itu? Mungkin Arfi menyebalkan, rese dan semua hal yang mampu menggambarkan dirinya sepenuhnya. Tapi sekarang kuakui, aku sedang merindukannya. Hanya saja mana mungkin aku mengatakan hal ini langsung di depan wajahnya. Itu tidak mungkin!

"Eh.. hehe. Kamu siapa ya?" Ucapku terbata-bata. Jangan sampai ia bilang bahwa ia sedang latihan untuk drama menjadi loli kuncir kuda yang sebagai menjadikanku targetnya. Kebablasan!

Tepat saat ia tersenyum dan membuka mulut. Seorang laki-laki muncul di belakangnya. Laki-laki yang kutunggu kehadirannya pagi ini. Ya, siapa lagi kalau bukan Arfi dan bukan hanya itu yang mampu membuatku tiba-tiba terkejut dalam hati, "Pacar gue na!" Pacar? Tanpa disadari aku terkesiap sendiri lalu kemudian termangu dan berusaha menyusun kalimat yang pas untuk menjawab

"Wehh, cantik ya fi. Hebat lo!" Menurutku itu adalah respon terbaik yang pernah kuberikan pada orang lain disaat pikiranku tergugu lantas menggeram pada hati yang terlanjur terkena tipu daya ini

Skip

Malam yang cukup dingin. Hampir saja membekukan segala hal yang di lewatinya. Ya, begitupun hati dan air mataku yang kian lama kian habis jika menuruti kesedihan yang tak akan surut sedikitpun

"Rheaaa udah dong yaa. Lagian lu ngapa sih mikirin si arfi mulu? Padahal yaa elu yang sering ngomong ke gue kalo cewek itu jangan cengeng, lah elu gimana sekarang?" Kata difa yang sejak beberapa menit lalu menemukanku terkapar di kasur dengan keadaan terisak

Tapi aku sama sekali tak menggubrisnya. Aku fokus pada isakan dan air mata yang tak sedetik pun menghentikan airnya

Tak terbantahkan. Ya, aku memang kagum. Bukan. Tapi mencintai. Memang pada awalnya aku memang agak kagum dengan kisah perjalanan hidup kami berdua yang hampir sama. Hidup tanpa ayah. Namun sekarang kuakui dan pengakuanku takkan terbantahkan jika sebenarnya perasaan kagum itu telah berubah menjadi cinta. Tapi. Selalu saja ada kata tapi di setiap kalimatku

Kuulangi, tapi aku ceroboh, gegabah dan naif. Seharusnya aku menghindari perasaan itu. Tak semestinya aku mencintai seseorang yang belum tentu membalas perasaanku. Akhir-akhir ini, aku baru menyadari bahwa berharap pada sesuatu yang belum terjadi itu sungguhlah ide yang buruk. Memikirkannya. Mengingatnya setiap saat. Apalagi sampai menjadikannya sebagai pusat dari otak. Itu adalah ide buruk! Tapi sayang, aku telah melakukannya

Handphoneku bergetar tepat saat suara pintu kamarku di tutup

Sender : Unknown
Ra? Boleh ngomong ga? -Marshall

Marshall? Gumamku dalam hati. Mengeja-eja nama Marshall berkali-kali sampai menemukan jawabannya. Tapi aneh, dapat dari mana nomorku?

To : Unknown
Marshall yg tadi ya? Atau beda lagi?

Sebenarnya malas melakukan apapun saat mataku nyaris bengkak seperti ini, tapi ya.. biarlah. Siapa tau Marshall bisa membuatku "Kembali" ?

Tanpa menunggu lama, ia langsung membalas pesanku

Sender : Unknown
Haha, tetep yg tadi kok. Btw, pertanyaan gue tadi belom di jawab?

Melihat balasannya dan seperti menepuk kening, aku melupakan sesuatu! Dia memang bertanya dan memang belum kujawab

To : Unknown
Eh iyaa, boleh.

Sender : Unknown
Wait a few minutes, i will pick you up!

Huaa! Apa ini?! Pick you up! Dijemput? Tapi kenapa? Pertanyaan-pertanyaan itu memenuhi seisi otakku tanpa ada yang meluapkannya dengan jawaban. Mungkin ada baiknya jika aku segera berganti baju. Wait a few minutes, Marshall!

Skip

"Apaan nih? Mau di ajak kemana gue?!" Tanyaku lagi setelah ya.. mungkin lebih dari 30 kali mengucapkannya

Yang ditanya hanya menoleh. Dan kembali fokus menyetir. Sebelum akhirnya menghela napas dan menjawab pertanyaanku yang berlebihan itu "Lo gak punya pertanyaan lain? Kayak misalnya, cara gue nemuin rumah kostan lo di antara banyak kost-kostan di Jakarta?"

Aku yang sejak tadi manyun menatap jalanan lewat kaca mobil pun mengerutkan kening. Iya, dari mana si Marshall ini tau rumah gue -ralat! maksudnya "Rumah Kostan"- batinku lalu melempar pertanyaannya barusan "Nah, iya ya, lo tau dari mana?"

"Sstt... lo udah nyampe dan pertanyaan barusan simpen di otak dulu" Katanya hampir saja memotong ucapanku

"....

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top