Rhea
"Vangke!!" Umpatku sambil berakting akan membanting hp
Difa yang duduk di depanku menatapku heran seketika. "Lo kenapa rhe?" Tanyanya sambil memandangiku seakan berkata 'Aneh lo!'
Aku segera menggeleng cepat "Ngga kok" Kataku berdusta. Aku baru sadar kalau disini masih ada sahabatku yang paling bawel ini, bisa-bisa dia mengintrogasiku seperti akulah yang menjadi tersangka
Difa mengerutkan kening "Gaje lo!" Cibirnya. "Gue ada kelas. Duluan ya!" Katanya lagi sambil melambaikan tangan dengan senyum yang tersungging di bibir pinknya itu
Aku pun membalasnya dengan senyuman kemudian kembali sibuk dengan sms demi sms yang dikirimkan oleh si Mr Crocodile itu yang sekarang entah dimana keberadaannya tapi ia tau semua apa yang kulakukan
Sender : Croco :v
Cie cie.. sendirian aja?
OMG. Bagaimana mungkin sekarang aku masih bisa bersabar pada kelakuannya yang kelawat rese ini. Ngidam apa sih orang tuanya saat hamil elo fi, batinku dengan dada naik turun menahan amarah
To : Croco :v
Rese banget sih lo!!!
Sender : Croco :v
Hahaha, marah ya? Muka lo kaya bebek!
Mataku sontak mendelik melihat pesannya kali ini lalu disusul sms berikutnya
Sender : Croco :v
Huahahahaha. Matanya gede banget. Ngalahin telor dinosaurus!
Oh tuhan. Kuharap ini bagian dari cobaanku dan akan ada ganjaran pahala kalau aku berhasil melewatinya tanpa menjambak rambutnya
To : Croco :v
Awas lo fii!!
Aku membalik hp agar layar dan notifikasi sms dari arfi yang sangat-sangat menggangguku itu tidak semakin membuaku bad mood
Tiba-tiba arfi sudah berdiri di depanku dan sudah siap duduk manis. "Hai na!" Sapanya dengan wajah sumringah tanpa beban
Aku menghiraukannya dengan membuang muka. Dan arfi sepertinya terkekeh melihatku. Tapi aku tidak akan berubah, sebelum dia minta maaf
Aku meliriknya. Ternyata arfi sedang melepas tas punggungnya kemudian berdiri lagi untuk..
Duduk di sampingku!
Ups. Dia tersenyum padaku. Aku berbalik memunggunginya tapi ia mengikutiku juga. Terus seperti itu sampai aku mendorongnya sampai jatuh dari kursi panjang ini. "Pergi lo!" Kataku berusaha tetap duduk tanpa menolongnya yang jatuh terduduk di lantai
Diluar dugaan. Arfi langsung bangkit dan menarik tanganku dan membawaku berlari "Mbak, saya titip tas ya, sekalian bayarnya nanti!" Teriaknya
-sama sekali tidak memperlambat cara berlarinya- pada salah satu pramusaji yang sedang membersihkan salah satu meja dan ia hanya mengangguk sopan tanpa memperdulikanku yang jelas-jelas meronta seperti ini
Oh God! Kenapa berat sekali cobaanku kali ini? Mending aku mendapat tugas makan eskrim campur sambel atau apapun itu asalkan tidak bersama si Crocodile yang gila ini. Apa salahku?
Kenapa harus arfi yang menarik tanganku? Kenapa nggak Freddie highmore aja? Batinku menangis sendiri meratapi nasib yang sudah di ujung tanduk
"Arfi!!!" Teriakku memekakan telinganya sekaligus beberapa anak yang nganggur di sekitar
Bagus. Arfi langsung berhenti dan berkata "Diem atau lo gue jadiin makanannya mereka!" Katanya sambil mengarahkan matanya ke beberapa cowok-cowok yang terlihat sangar
Oke, nyaliku langsung menyusut saat membayangkan apa yang terjadi jika aku menjadi santapan mereka. Aku pasti akan di mutilasi dan.. Cukup!
Jangan membayangkan terlalu jauh!
Aku diam dan arfi meneruskan kegiatan berlari marathonnya tanpa peduli padaku yang sudah kelelahan menghadapi angin yang semakin kencang
Skip
"Sampe!" Kata Arfi setelah kami sampai di lantai 4 gedung fakultas kesehatan. Setelah ku lihat, sekilas gedung ini sepi. Tapi ini gedung sebuah fakultas mana mungkin bisa sesepi ini?
"Gimana? Lo suka kan?" Sahut Arfi menyandarkan tubuhnya di besi-besi tersusun sebagai penghalang
Aku mengerutkan dahi yang lumayan basah karena keringat "Ini fakultas kesehatan kan?" Tanyaku memastikan
Arfi mengangguk. "Iya"
"Kok sepi banget ya?" Tanyaku nyaris bergumam
"Ohh itu. Iya, gedung ini jarang banget di datengin mahasiswa. Gak tau kenapa, tapi kayaknya karna.."
"Hantu ya!!" Kataku memotong penjelasannya
Arfi menggeleng "Bukan! Gedungnya jarang di datengin karena ketinggian. Ditambah ga ada lift, coba ada mungkin lantai ini ga bakalan sepi" Jawabnya sambil menatap jauh lalu berbalik menatapku disertai senyuman teduh, seteduh bunda yang selama ini kurindukan
Kuakui, Arfi memang bisa membaca suasana hatiku yang letih karena berlari-lari marathon tadi dan takut karena lantai ini sangatlah sepi. Dua kata itu tidak jauh dengan hidupku. Mengapa? Ya, aku bahkan bertanya pada diriku sendiri. Mungkin karena ayah yang tidak pernah punya quality time dengan keluarganya
Pernah aku bicara pada bunda tentang hal ini, tapi dengan lembutnya bunda menjawab kalau ayah sedang mencari nafkah demi aku dan Delisa. Kalian tau? Aku mengatakannya saat masih kelas 3 sekolah dasar. Sangat muda untuk bertanya hal sepenting itu. Dan anehnya aku baru menyadari sekarang. Saat bersama arfi. Disini
"Fi" Ucapku tanpa mengalihkan pandangan dari pohon cemara yang saat ini tingginya sejajar denganku. "Lo mau denger cerita gue gak?" Tanyaku menunggu keputusan
"Cerita aja. Tentang apa?" Tanyanya dengan wajah menyelidik
"Keluarga. Gue harap lo bisa kasih saran" Ungkapku lalu disambut dengan tatapan teduh lagi
"Start!" Katanya sambil tersenyum tapi tidak menatapku. Aku tidak tau apa maksudnya
Kumulai ceritanya. "You know? Gue lahir di keluarga yang lengkap tanpa cacat, ayah, bunda dan kebahagiaan yang gak berakhir sampai gue umur.. kira-kira 4 tahun" Aku menghela napas, otakku me-rewind semuanya. Saat-saat aku ternyata baru sadar kalau ayah yang kulihat bukan ayah yang sebenarnya
Oh, aku berhenti di tengah cerita. Arfi pasti menunggu. Segera kulanjutkan "Gue gak pernah lihat ayah mencium kening gue lagi, gue gak pernah di ajak main kuda-kudaan lagi dan lebih parahnya.. gue jarang banget ngeliat dia. Setiap hari cuma ada bunda di mata gue. Rasanya lupa kalau punya ayah" Selesailah penggalan dari cerita menyedihkanku itu. Sebenarnya mata ini sudah perih untuk segera mengeluarkan air-airnya
Tapi sudah pasti kutahan. Aku tidak mau terlihat lemah di hadapan laki-laki seperti yang sering bunda katakan untuk menjagaku agar tetap tegar. Aku menutupinya dengan bertanya "Lo gimana?" Tanyaku seraya menyenggol pelan bahunya
Arfi menoleh "Gue?" Katanya sambil menunjuk dirinya sendiri, kubalas dengan anggukan mantap. Tiba-tiba dia tertawa. Kalau kuartikan. Itu bukan tawa bahagia. Melainkan tawa yang mengejek. "Hahaha. Yakin bakalan denger cerita gue? Sure?" Katanya bertanya untuk meyakinkanku lagi
Aku mengangguk cepat. Tidak pernah arfi bertingkah seperti ini sejauh yang aku tau
"Hmm.. Gue juga sama kayak lo. Hidup gue lengkap banget. Gak ada kurangnya. Perfect. Papa, mama bener-bener sempurna ditambah kedatangan Andis yang makin memperindah hidup gue. Tapi tunggu, hidup gue gak seistimewa hidup lo. Hidup gue hancur dengan sekali pukul. Bamm! Pukulan telak!" Arfi berhenti lalu kulihat ia menutupi wajahnya dengan kedua tangan. Terlihat sekali kalau ia frustasi
Aku tidak tega melihat, kulingkarkan tangan kananku pundaknya. "Fi, gue disini. Keluarin semuanya" Kataku menenangkan arfi
Arfi membuka tangannya lalu tersenyum tepat di wajahku, hanya berjarak 5 senti. Tuhan, tolong beri obat penenang untuk jantungku. Kumohon!
"Papa. Orang paling berwibawa dan bertanggung jawab atas kelangsungan hidup gue, selingkuh di villa pas di mata mama dan gue. Dan lo tau, disitu papa malah bela perempuan itu. Gue gak tau dimana hati dan otaknya. Mama yang paling terpukul saat kejadian itu, sampe mama nyerah. Akhirnya memilih buat ninggalin gue sama Andis. Padahal gue berharap banget, dia masih nemenin gue disini" Kata Arfi mengakhiri ceritanya dengan nada bergumam
Aku memecah senyap. "Terus lo masih berhubungan sama ayah lo?" Tanyaku
Arfi menggeleng. "Nggaklah. Gak sudi gue. Gue gak mau Andis ikutan jadi korban" Desisnya setengah kalut. Mungkin
Aku menarik napas panjang lalu berkata "Sabar ya fi. Setiap cobaan pasti ada hikmahnya kok" Kataku sambil menepuk-nepuk pundaknya
Dibalas senyumannya. Aku..
Tak bisa menolak untuk tidak tersenyum setiap melihat arfi tersenyum. Rasanya ada daya tarik yang membuatku terbius untuk ikut tersenyum. Ada warnanya sendiri saat aku mengenal cowok ini. Ya, kuakui tadi pagi, arfi memang sangat-sangat rese dan menyebalkan. Tapi semuanya berbeda 180° sekarang. Dia baik. Aku baru sadar, ternyata dia punya kebaikan dibalik sikapnya yang menyebalkan. I find it!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top