Rhea

Wussssss

Aku melesat keluar. Berlari meninggalkan ruangan yang gerah itu.

"Akhirnya selesai juga" Gumamku seraya melangkahkan kaki berjalan ke kantin. Siap-siap menyeruput minuman untuk membasahi tenggorokanku yang sudah kering mendengar celotehan-celotehan garing dosenku

Skip

"Udah selesai neng?" Sapa bu Tin padaku.

Ah iya, bu Tin adalah penjaga kantin di kampus ini, ditemani 4 pelayan yang siap membantunya everytime. Dan ya, makanan disini murah dan pas di lidah jawaku ini, itulah alasan kenapa aku suka datang kesini setelah selesai kuliah.

"Hehe" Tawa kecil merekah. "Iya nih buk. Pesen susu coklat yaaa" Kataku langsung mengorder minuman favoritku

Dan aku, duduk di tempat biasa. Tempat dimana bisa melihat ke segala arah

Upss

Tempat favoritku sudah di ambil oleh seseorang. Bukan di ambil sih, lebih tepatnya di duduki. Cowok pula. Kalau cewek kan masih bisa kenalan. Sambil menelan kekecewaan aku duduk di tempat kosong lainnya dan menunggu susu coklatnya hadir di hadapanku

"Ini mbak susu coklatnya" Kata bu Tin mengejutkanku yg sedang menatap lekat layar hp

"Eh iya buk. Makasih yaa" Kataku gelagapan

Bu Tin hanya terkikik geli melihat tingkahku. Ia masih membawa satu pesanan lagi. Aha! Pasti milik cowok yang berada di dua bangku depanku. Menghadap ke arahku

Tanpa memperdulikannya, aku menyeruput susu berwarna coklat di depanku dan pastinya manis sesuai apa yang berada di anganku

Seruputt..

Uhuk uhukk..

Seketika aku tersedak sehabis menelan minuman coklat ini, yang awalnya ku kira susu coklat ternyata pahit bercampur sedikit rasa manis di dalamnya. Tapi tetap saja ini bukan susu pesananku. Aku langsung berdiri menghampiri cowok. Satu-satunya cowok karena disini hanya aku dan dia.

"Eh lo!" Bentakku, sepertinya cukup membuatnya terkejut

"Kayaknya minuman lo ketuker sama punya gue deh" Kataku seraya duduk di depannya tapi terhalang meja panjang khas warung-warung

"Ehmm, gue kaya pernah ngeliat lo ya?" Katanya tanpa memperdulikan bentakanku beberapa menit lalu

Aku sedikit terkejut mendengarnya. Kapan aku bertemu dengannya. "Kapan gue ketemu sama lo?" Kataku ikut mengingat-ingat wajah siapa saja yang pernah ku jumpai akhir-akhir ini

Hasilnya nihil. Meskipun sudah menggaruk-garuk kepala sampai botak pun aku tidak akan menemukan jawabanya.

"Siap.." Kata-kataku berhenti karena terpotong oleh ingatannya

"Nahh, elo itu yang waktu itu nabrak gue waktu gue baru dateng ke kampus. Ya kan?" Sahutnya membeberkan hasil ingatannya

Berhasil. Dia berhasil mengingatkanku pada kejadian yang kira-kira 5 hari yang lalu itu

"Hah?" Kali ini aku terkejut. "Masa iya lo yang rese itu?" Kataku tanpa sadar mengucapkan kata 'rese'

Cowok di depanku ini langsung sadar dengan kata yang sudah kuberi tanda petik di atas

"Ga kebalik ya. Lo yang ge-je nabrak gue, untung aja gue mau ngalah" Satu serangan mengarah langsung pada mataku dan aku..

Oke, kuakui. Aku terpojok dan hanya bisa menunduk

Kupaksaan bibir ini untuk mengatakan satu kata "Maaf" Hanya satu KATA

"Ya, udah gue maafin kok" Sahutnya lalu kembali sibuk dengan gadgetnya

Hening mulai mengisi. Akibat keengganan yang muncul dari hati atas perintah otak yang hanya peduli pada egonya tanpa mempertimbangkan faktor perasaan. Aku mencoba memecah situasi yang paling kubenci ini

"By the way, nama lo siapa?"  Tanyaku hanya sekedar untuk basa-basi

Tapi kalau boleh jujur, cowok dingin di depanku ini lumayan ganteng, dibanding tukang parkir di kampus yang kadang suka godain. Yang ini manis, macho dan tinggi. Ya, bisa dibilang kriteriaku.

"Enak aja lo. Emang lo brani bayar berapa buat nama gue?" Jawabnya ketus sambil mendelikkan mata padaku

Tapi nyatanya dia rese.

"Ihh, cuma nanya nama doang kok. Gak mintak uang segebok!" Ujarku sama-sama ketus

Dasar cowok edan batinku. Hening lagi. Aku meninggalkannya bersama kopi susu pesanannya dan pastinya susu coklatku pun ikut kutinggal

"Eh tunggu" Cegatnya setelah baru beberapa detik aku berdiri

Aku berbalik lalu merespon perkataannya "Apa?"

"Emm ga jadi" Jawabnya dengan wajah yang tidak bersalah sedikitpun

Dan berhasil membuatku tersulut "Dasar lo. Rese. Edann. Damn it!!!" Kataku setengah berteriak sambil menarik rambutnya yang hitam legam

"Aduh sakiiitttt!!" Erangnya sambil berusaha melepaskan diri dari tanganku yang masih menarik-narik rambutnya

Aku tidak tega melihatnya. Aku melepaskan rambutnya. "Mampus lo. Salah siapa ngeledek gue?!" Kataku seraya mengibas-ngibaskan tangan

Cowok rese ini membenarkan rambutnya "Sakitt" Gumamnya pelan sambil mengusap-usap kulit rambutnya

"Nama gue Arfi" Sahutnya masih dengan pose yang sama

Aku menoleh dan sedikit terkejut mendengarnya menyebutkan sebuah nama "Ohh, gue kira namanya bagus" Kataku tanpa memandangnya

Tapi ekor mataku masih mengawasi rautnya, sepertinya ia sebal, tapi ia sanggup menyembunyikannya dalam kebungkaman di bibirnya itu. Aku sudah tak sabar dengan responnya. "Hoii!" Kataku tiba-tiba. "Arfi ya?" Sambungku

"Iya. Lo siapa?" Akhirnya, dia nanyain namaku. Akhirnya

Aku menjawabnya cepat "Annona.." terputus karena Arfi menyahut "Annona itu kan nama latinnya buah jambu?" Sambil mengerutkan kening, berusaha mengingat kembali pelajaran yang lama tidak terjamah oleh ingatannya

Aku hanya memasang tampang bosan. Ya, kuakui memang sudah lama dan sangat-sangat mainstream bagiku untuk menjelaskan namaku yang sedikit aneh ini

"Iya emang. Malah nama panjang gue ada 'sativa'-nya" Kataku langsung jujur

Arfi langsung tertawa mendengar perkataanku, apalagi kalau bukan kata 'sativa' itu

Bagaimana denganku?

Ya, bisa di tebaklah ekspresiku seperti apa

"Fi, lo kapan sih selesai ngetawain nama gue?" Ujarku sudah muak melihat wajah Arfi yang terlalu sumringah sejak mendengar namaku

Akhirnya Arfi menghentikan insiden ketawa sejam-nya itu. "Iya deh. Jadi nama panjang lo siapa?" Tanya Arfi masih menyangkut topik nama yang menyebalkan ini

"Annona rhea sativa" Jawabku jelas tapi loyo

Arfi mengangguk "Oh, gue kira cuma Annona sativa doangg" Ujarnya lalu di lanjutkan "Itu nama panjang lo. Nama panjang gue Arfian rangga mahendra" Katanya menyodorkan nama lengkap

"Ohh gitu" Responku datar

"Cuma gitu doang?" Tanyanya seperti memprotes tanggapanku tentang namanya

Aku mengerutkan dahi "Emang lo mau apa?" Tanyaku. "Ohh, lo mau gue bilang kalo nama lo itu bagus buanget gitu?" Sambungku sambil menekankan kata 'buanget'

"Ya, nggak juga. Ga usah deh. By the way lo jurusan apa?" Tanyanya sepertinya sudah mulai tidak rese

"Gue komputer. Lo?" Jawabku sekaligus bertanya

"Gue sastra Perancis" Jawabnya singkat dan padat

Aku hanya mengangguk dan membulatkan mulut "Ohhhhhh" Kataku, hanya sebagai pelengkap sebuah dialog kecil ini

"Tunggu deh. Emangnya lo gak ada kelas ya?" Tanyaku heran karena Arfi sama sekali tidak memegang buku atau sesuatu yang biasanya di pegang para mahasiswa

Dia menatapku santai kemudian tersenyum

Oke, senyumannya sanggup membuatku merasa dag-dig-dug sendiri. Ini yang pertama untukku. Tapi aku masih tak mengerti apa maksud hati ini. Kenapa harus membuatku deg-degan. Aku tidak mau terlihat bodoh di depannya
Sadar!!!

"Jadwal gue masih nanti, abis salat dhuhur" Jawabnya kembali pada layar datar hp

Untung arfi tidak mendengar detak jantungku. Mati kalau ia sampai mendengarnya. Mode ketawa sejam-nya pasti langsung on

"Ohh, gitu ya. Ya udah deh. Gue duluan ya" Kataku mengakhiri

Arfi mengangkat kepalanya "Mau kemana?" Tanyanya dengan muka yang sepertinya tidak mau kutinggal

"Pulanglah fi. Eh, gue manggil lo Arfi gak papa kan?" Kataku kembali berbasa-basi

Arfi mengangguk "Iya terserah lo. Sana deh, cewe jambu!" Ledeknya lalu tertawa terbahak-bahak

Aku segera menarik hidungnya yang mancung itu "Enak aja lo. Cowo rese!" Balasku sambil menarik hidungnya dan berlari menjauh untuk menghindarinya

Aku masih melihat sebuah senyuman terlukis di wajahnya. Senyuman yang jarang sekali kulihat, senyuman tulus seperti senyuman bunda. Aku berbalik dan seperti terhipnotis, aku pun ikut tersenyum. Bahagia?
Mungkin iya, tapi bahagia ini bukan bahagia yang di akibatkan karena jatuh cinta.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top