Arfi
...
Maaf. Gue pergi dulu. Gue ngerti gue egois. Tapi keputusan gue udah bulat. Sorry
Keluar malam-malam memang tidak enak. Bagaimanapun itu. Tapi ya, kali ini aku memaksakan diri. Demi semuanya.
Skip
"Arfi?!?!?!" Ucap seseorang yang lama tak kujumpai hampir satu setengah tahunan ini
Dan aku hanya membalasnya dengan senyuman kecil. Berharap orang ini segera menyuruhku masuk
"Yuk dah masuk!" Ucapnya lagi lalu membiarkanku duduk di sofa minimalis miliknya
Ray. Dia itu temanku. Kami kenal karena satu komunitas saat masih SMA. Untung ada dia sekarang, kalau bukan dia. Mungkin aku sudah menggelandang. Entah berapa lama bisa bertahan jika aku menggelandang
"Malem-malem gini? Kesambet apaan lo?" Katanya memulai obrolan setelah menaruh secangkir kopi yang di atasnya masih banyak uap yang mengepul
Aku menggeleng "Emang kesambet apaan? Setan mah gak pernah berani deketin gue!"
Suara tawa pun muncul di tengah-tengah lingkungan dekat rumah Ray. Bagaimana tidak, sekarang bahkan sudah hampir jam 23.00?!. Ya aku tau, aku memang tidak sopan bertamu di rumah orang malam-malam seperti ini. Tapi ini darurat
"Ya deh ya deh. Tapi kalo gue boleh tau nih, emang lo lari dari orang tua ya?"
Deg. Andis.
Bagaimana keadaannya? Aku bahkan belum sempat menitipkannya pada siapapun. Apa yang harus kulakukan? Bodoh bodoh!
"Ray lo mau nggak telponin temen gue. Nih pake hp gue, tapi jangan bilang ke dia kalo gue disini" Ucapku reflek setelah mengingat Andis
Ray hanya mengangguk. Terlihat terkejut dengan kelakuanku yang tiba-tiba semangat
-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-
"Done!" Kata Ray mengejutkanku yang setengah ngantuk
Aku menghembuskan napas lega. Andis aman. "Makasih ray! Lo baiiiikkkkk banget!" Kataku sambil meninju pelan lengannya
"Yoi bro. Ya udahlah, gue mau ngapel ke guling sama kasur dulu! Lo kalo mau masak kek atau apa kek bikin sendiri ya" Kata Ray sambil berjalan ke kamarnya
"Siap!" Ucapku singkat
Lagi-lagi gue minta maaf. Buat Andis, Nando sama Rhea. Gue pergi tiba-tiba gini. Gue gak bertanggung jawab. Gue egois. Gue jahat. Apapun itu, gue terima nanti pas gue udah pulang. Gue gak tau, gue lama atau sebentar. Tapi yang pasti gue pulang
Skip
Tanpa disadari, aku tidur dalam keadaan duduk. Padahal niatnya tidak mau tidur. Tapi ya sudahlah
Pagi ini sepertinya benar-benar ramai. Ya, percaya atau tidak aku memang terbangun karena suara orang-orang yang terdengar sedang cekcok
"Fi! Udah bangun lo?" Suara Ray benar-benar mengejutkanku yang masih setengah sadar
"Yahh" Jawabku sembari mengusap mata. Berusaha mempertajam penglihatan dan pendengaranku tentang suara yang tadi kudengar
Dan Ray. Biasa saja
"Eh Ray? Itu suara apaan sih?" Ucapku sudah lelah dan penasaran dengan suara-suara seperti orang bertengkar itu. Kuharap Ray punya jawaban yang kubutuhkan karena memang hanya dia yang mampu menjawab pertanyaanku
Tapi kali ini Ray hanya melirikku. Seakan tak peduli. Atau menatapku dengan tatapan seolah-olah aku bodoh, gagu atau sebagainya
Ya, aku seperti orang bodoh. Padahal selama ini aku merasa seperti orang yang paling bijak sekaligus keren jika berada di sebelah Nando
Ray menggeleng "Lo gak inget dimana ini? RSP! Rumah Seberang Pasar!" Katanya lalu terkekeh menatapku yang masih..
Oh iya! Pasar! Bagaimana aku bisa lupa?
"Eh iya ya lupa gue" Responku lalu meringis sedikit malu
Ray hanya tersenyum. Stay cool.
Pagi pertama dimana aku tidak di rumah. Walaupun kadang-kadang aku juga tidak di rumah. Tapi ini beda. Lain. Alasannya lah yang membuat pagi ini berbeda dengan pagi-pagi lainnya
Apakah jauh dari Andis? Bukan. Kupikir juga begitu tapi nyatanya? Hal yang kupertimbangkan saat ingin pergi bukanlah Andis. Malah Andis sama sekali tidak terpikirkan
Mungkin memang aku yang bodoh, egois dan terburu-buru dalam mengambil keputusan. Tapi bagaimanapun ini sudah terjadi, ya kan?
Skip
"Eh fi! Gue keluar dulu yak?! Kalo lo mau keluar nanti kuncinya titipin aja sama orang sebelah!" Kata Ray berteriak secara tiba-tiba saat aku melamun. "Arfi?" Lanjutnya dengan kepala disembulkan dari ruang tamu beberapa menit kemudian karena aku tidak menjawabnya tadi
"Yoi!" Jawabku singkat dengan senyuman datar. Berharap Ray tidak akan akan sibuk menanyaiku 'kenapa melamun'
Ya, kuakui, aku sedang malas bicara, malas bergerak, malas berpikir. Berpikir tentang banyak hal terjadi di hari-hari terakhir
Lelah. Capek. Apalagi tidak ada yang bisa kuajak bicara seenak Rhea atau Nando
Tunggu..
..Kenapa malah nama mereka yang muncul di otakku? Argh! Lupakan mereka. Sebentar saja!
Tapi sia-sia. Aku memang bisa memerintah pada otak untuk melupakan. Tapi hati mana mau menurut? Malah berontak
"Apaan ya? Kok malah kepikiran mereka?" Gumamku masih duduk di sofa dengan wajah awut-awutan
Setelah sekian menit diam. Mematung. Aku memutuskan untuk keluar. Ya, sebenarnya aku menghindari ini, tapi kalau aku tetap diam disini, pasti pikiranku bakal ngelantur kemana-mana lagi.
Skip
"Buk, kopi susu satu!" Ucapku berteriak. Yah, walaupun semua orang pasti tidak setuju dengan istilah teriak karena memang suaraku tak pantas disebut teriak sama sekali
Wanita pemilik warung itu mengangguk. Tangannya cekatan membuka, menuang sampai mengaduk kopi susu yang kupesan tadi
Mengingatkanku pada saat membeli mie saat itu. Saat pertama kali keluar dengan Rhea. Aku jelas tidak ingat siapa nama penjual mie favoritnya itu. Tapi masih kuingat dengan jelas wajah Rhea yang terlihat kagum dengan gerak cekatan penjual mie itu
Tak ada yang salah dengan wajahnya saat itu. Hanya waktuku mengingatnya saja yang salah. Seharusnya bukan sekarang
"Ini mas!" Ucap pemilik warung tiba-tiba. Membuatku sedikit tersentak
"Iya. Makasih" Jawabku singkat sekaligus secara lembut menyuruhnya pergi
Tapi, berbeda dengan harapanku. Dia malah duduk di depanku. Mencoba mengajakku ngobrol
"Orang mana mas?" Katanya dengan ramah memulai obrolan
"Orang sini kok buk" Jawabku ngasal sekaligus berusaha untuk ramah
Wajahnya ibu pemilik warung seketika berkerut. Sepertinya menimbang-nimbang tidak yakin dengan ucapanku barusan dan aku sama sekali tidak berniat menambahkan apapun
"Tapi kok nggak pernah liat ya?" Ujarnya setelah detik-detik lalu berpikir. Lebih tepatnya kubiarkan berpikir tentang siapa aku
Aku hanya terkekeh. Lalu "Iya buk, saya sih orang sini tapi jarang keluar" Kataku di ikuti senyuman kikuk
Ibu di depanku hanya mengangguk. Ia pun kembali sibuk dengan konsumennya yang berdatangan silih berganti. Ada yang pulang ada yang datang. Seperti itu terus-menerus
Sampai ibu pemilik warung kembali ke tempatku duduk. Saat itu aku baru sadar
"Mas? Masih kurang kopinya?" Ucap ibu tadi membuyarkan lamunanku lalu ia melanjutkan ucapannya saat melihat wajahku yang mungkin mirip orang baru bangun tidur, "Mas ini kesasar ya?" Ucapnya lagi
Aku jelas menggeleng, tapi
Katakanlah, aku kesasar tapi nyatanya tidak. Aku punya tujuan. Tujuanku adalah rumah Ray. Aku sama sekali tidak kebingungan mencari rumahnya. Tapi nyatanya lagi, aku memang seperti orang kesasar. Kesasar dalam pengertian lebih dalam dan secara tidak kasat mata.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top