Arfi

"Huahahahahahaha" Tawa Nando menggelegar melihatku di dandani oleh Andis. Beginilah suka-duka menjadi kakak yang jarak umurnya terpaut jauh dari adik perempuannya

Kubalas nando dengan tatapan tajam. Haha, nando langsung menunduk. Terbukti bukan, kalau tatapanku cukup bisa mengintimidasi?

"Wahh" Desah Andis mengagumi wajahku yang sangat absurd ini. "Kakak ganteng banget!!" Susulnya diikuti dengan suara mulut nando yang menahan tawa

Kubalas andis dengan tersenyum lebar "Ndis lepas ya" Kataku memohon. Ya, untuk kali ini saja aku rela untuk di dandani seperti idolanya si frozen itu. Tapi maaf andis. Rambut kakakmu ini tidak bisa dikepang?

Andis mengangguk lemah. Jelas saja ia tidak rela melihatku melepas semua peralatan yang sudah ditempelkannya ke tubuhku

"Bro, lo masih deket ama siapa tuh namanya?" Ucap nando sambil mengusap-usap dagu dan mengerutkan kening, mencoba mengingat-ingat

"Nahhh.. si jambu!" Sahutnya tepat saat aku aku baru membuka mulut untuk mengatakan hal yang sama

Aku langsung mingkem dan mengangkat sebelah alis "Iya" Jawabku santai

"Terus elo gak ada niatan gak buat ngasih bagian ke gue gitu?" Tanyanya dengan suara menyelidik

Iris mataku menemukan rasa penasaran yang besar dalam hatinya. "Lo kepo? Kurang makan ya? Ngepoin orang mulu?!" Kataku mencibir lalu meninggalkannya turun kebawah

Skip

"Fi, ada telepon dari Raisa" Sahut nando di tengah perjalananku menuju villa

Jelas aku terkejut mendengar ucapan yang menyelipkan nama "Raisa" di dalamnya

Aku mengerutkan dahi sembari menatap nando heran "Dia nelpon lo lagi?" Tanyaku kembali fokus pada stir mobil yang butuh perhatian penuh

Nando memangguk. "Udah cepet. Dia udah miss call 2 kali nih" Tanggapnya

Kuperintahkan nando untuk memasangi hpnya dengan earphone agar lebih mudah bagiku untuk berbicara lewat telpon

*Dialog dengan Raisa*

"Hai sa!"

"Ini bee kan?"

"Iya, ini aku"

"Kakak, aku kangen sama kamuuu"

"Me too. Gimana kabar kamu disana?"

"Baik kok. Kakak gimana? Gak ada yang godain kakak kan?"

"Gak ada"

"Bagus deh. Tetep setia sama aku ya kak. Aku cepet pulang kok"

"Iya sa. Cepet balik ya. Love you"

"Love you too kak"

*Dialog dengan Raisa END*

Teleponnya diambil kembali oleh pemiliknya. Tapi masih tersambung denga raisa. Kudengar nando meledeknya sampai tertawa terpingkal-pingkal dan seringkali terdengar dengusan lucu akibat gurauan nando yang berlebihan

Aku hanya menelan ludah saat kudengar raisa masih membahasku dengan panggilan "sayang" atau "bee". Aku tidak mengerti sekarang. Percayalah, aku benar-benar merasa bersalah pada raisa, rasanya aku telah mengkhianatinya tanpa kusadari

"Bro, gue kangen sama raisa deh. Gimana ya ama wajahnya? Tambah cantik gak ya?" Aku mengelap keringat dingin saat tau sambungan teleponnya telah diputus

"Oyy! Lo kenapa?" Ucap nando lagi karena tak sabar mendengar responku

Aku menatap nando dan nando balas menatapku dengan heran. "Gantian elo yang nyetir do!" Kataku sambil menginjak rem dan menepi

"Napa?" Tanya nando

Aku menggeleng. "Gue pusing" Kataku merespon sekenanya tanpa peduli ekspresi apa yang diberikannya padaku

Skip

"Wahhh, lo masih majang foto eks papa lo itu?" Kata nando sambil menatap dinding

Aku mengangguk lalu membaringkan tubuh ke sofa empuk ini. Aku masih bingung bagaimana cara menjelaskannya pada raisa tentang rhea atau menjelaskan pada rhea tentang raisa. Ya, walau aku sendiri yakin, rhea tidak akan bergeming dengan keadaan yang pasti akan berbeda nantinya

"Woyy!!!" Teriak nando tepat di telingaku. Kenapa ada orang segila dia?
Tapi ya.. kuakui selain gila dia tetap menjadi sahabat terbaik yang kupunya. Walau kadang membuatku jengkel. Salah, bukan kadang tapi sering

Dengan sekali sentak. Aku keluar dari dunia fiksi buatanku itu. "Apaan hah?!" Kataku seraya menjitaknya keras. Ahaha, jujur memang ada rasa ketagihan saat menjitak kepala nando. Ingin mengulanginya lagi dan lagi. Dan aku tidak tau apa alasan utamanya

"Selalu aja gue jadi korban? Lo kenapa sih? Lo gak PMS kan bro?" Kata nando kali ini membawa banyak pertanyaan absurd untukku

Sontak kuputar bosan kedua bola mata ini. "Lo tau kapan Raisa pulang dari Milan?" Tanyaku. Setelah dikoreksi, ternyata suaraku hampir mirip dengan dengungan saking lemas dan pelannya

Tapi untung sahabat gilaku ini masih rajin membersihkan lobang telinganya -gak perlu di bahas-, ia segera memberikan jawaban "Gak tau pastinya sih. Tapi jelas tahun ini" Jawabnya dengan wajah yang minta penjelasan

"Rasanya gue gak ngerasa punya pacar deh" Ucapku tanpa sadar membuat mata nando mendelik sekaligus menelan ludah. Kuharap, sekarang dia bisa mengerti keadaanku

"Lo gila apa sedeng sih man? Jelas-jelas Raisa suayanggg banget sama lo, dia juga cantik. Dia gak punya kekurangan. Sadar gak sih lo?!" Bentaknya setelah berpindah di depanku karena aku sudah memunggunginya sejak tadi. Seperti yang sudah kuduga, nando pasti akan melakukan hal ini padaku

Sebelumnya, kujelaskan dulu. Raisa, dia adalah pacarku. Kekasihku. Whatever. Dia sekarang tinggal dan kuliah di Milan. Kami jadian saat masih di SMA, tapi berpisah karena dia berangkat ke Milan, menuruti kata hatinya untuk mendirikan sebuah butik di Jakarta. Awalnya aku menahan, tapi kupikir itu bagus. Dia juga ingin mengembangkan hobinya merancang baju

"Kalau gue gak suka?" Tanyaku dengan mengangkat alis

"Ya.. lo gak seharusnya nembak dia dulu!" Jawabnya kasar. Kuakui, dulu memang pernah ada perselisihan antara aku dan nando. Apalagi kalau bukan berebut raisa

Aku memejamkan mata lalu menarik napas berat. "Gue tau. Dan gue selalu minta maaf kalau lo nyinggung itu. Gue.." suaraku tercekat dan menjadi celah buatnya untuk kembali membentakku

"Fi! Gue yakin, elo nemuin semuanya dari diri Raisa. Dia juga ngarep banget sama lo sedangkan lo, lo malah berkhianat begini!?" Bentaknya dengan sangat kencang. Aku berani bersumpah kalau kelinci-kelinci di belakang rumah pasti langsung menutup telinga mereka setelah mendengar bentakan nando barusan

"Gue sayang sama dia. Sayang. Gue gak khianatin. Gue juga bakalan mempertahankan hubungan gue. Dan lo, harus support gue" Kataku memeluknya saat mengatakan kalimat yang terakhir

Dan nando membalas pelukanku. Seperti yang kujelaskan tadi. Aku, nando dan raisa pernah dalam segitiga hitam. Kenapa segitiga hitam?
Ya, karena saat itu. Raisa menyukaiku, nando menyukai raisa dan aku mendukung nando sepenuhnya. Nando merasa sangat terpukul saat ia tau kalau raisa mendekatinya hanya karena raisa juga ingin dekat denganku. Oh, siapa yang tega melakukan hal seperti itu, kalau bukan Raisa Valina Sinaga, yang ternyata akhirnya nando merelakannya untuk bersamaku. Walau sekarang, aku baru sadar kalau aku sama sekali tidak mempunyai perasaan padanya dan nando tidak benar-benar bisa merelakannya denganku.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top