Bab 1 : Bad Feelings

"Selamat pagi, Pak! Ini berkas yang harus ditandatangani. Dan, jadwal Bapak pagi ini, rapat dengan Bapak Adam dari perusahaan Arthy Group. Sekitar tiga puluh menit lagi, beliau datang," ucap Arisha dengan begitu percaya diri seraya memegang tabletnya.

"Kamu email surat penawaran kemarin ke PT. Omega. Sekarang!" perintah Pak Kevin yang sudah duduk manis di kursi kebesarannya.

Arisha dengan cepat mengangguk dan ia keluar dari ruangan Pak Kevin. Tanpa menunda lagi, ia segera mengerjakan tugas yang diperintahkan oleh Pak Kevin tadi. Setelah mengirimkan email ke PT. Omega, Arisha kembali mengecek beberapa surat penawaran yang sedang ia kerjakan untuk beberapa perusahaan.

Arisha Cassandra, 25 tahun, baru tiga bulan bekerja sebagai sekretaris di perusahaan skala nasional di bidang kontraktor, meliputi sewa dan jual alat-alat konstruksi dan pertambangan.

Arisha, gadis ceroboh, pelupa dan...nanti kalian akan tahu. Masih bertahan di perusahaan ini, adalah sebuah anugerah. Terlebih, Kevin Mahendra, adalah CEO dan salah satu pemegang saham perusahaan ini, terkenal sebagai sosok perfeksionis, tidak sabaran dan zero tolerance pada sebuah kesalahan atau kerja lambat.

Sebelumnya, sudah ada tiga sekretaris yang bekerja di sini, tetapi, dengan pekerjaan yang begitu hectic dan bos yang perfeksionis, ketiganya tidak betah. Yang dua diberhentikan langsung oleh Pak Kevin dan yang satunya...menangis, meraung, karena tidak sanggup menahan beban pekerjaan yang luar biasa cepat dan gesit dari Pak Kevin. Jadilah, si nomor tiga, menyerah sebelum waktunya.

Si nomor tiga ini memang agak drama, orang se-kantor, semuanya tahu cerita ini.

Arisha, orang ke-empat yang bekerja di bawah Pak Kevin.

Tiba-tiba ada ketukan jari di atas meja Arisha. Arisha yang tadinya serius mengetik surat penawaran di komputernya, langsung menatap ke jari yang mengetuk-ngetuk itu.

Pak Kevin sudah berdiri di sana. Arisha tidak mengerti apa yang diucapkan bosnya, ia hanya menganga tanda tak paham.

Kevin langsung melepas earphone yang menempel di telinga Arisha dengan kasar.

"Dari tadi saya telepon kamu lewat intercom! Kamu ngapain pakai earphone di kantor?" tanya Kevin dengan wajah masam.

"Oh, maaf, Pak. Saya bete ngetik-ngetik enggak ada suara musik, makanya saya pasang musik lewat ponsel saya." Arisha mencengir seraya menunjuk earphonenya.

"Pekerjaan kamu itu, bantuin saya. Kalau kamu enggak dengar intercom, fungsinya kamu apa?" Kevin benar-benar tak habis pikir, sekretaris barunya ini melakukan hal itu.

"Ya Tuhan! Next time jangan pakai earphone di saat jam kerja. Mengerti kamu?" tekan Kevin.

"Baik, Pak," jawab Arisha.

"Coba telepon Pak Adam, ada di mana dia sekarang? Ini sudah lewat tiga puluh menit, dia belum datang." Perintah Kevin.

Arisha segera mencari nomor telepon Pak Adam di buku catatannya. Kevin langsung masuk kembali ke ruangannya.
Setelah selesai mengkonfirmasi keberadaan tamu pak bos, ia menelepon Kevin lewat intercom dan memberitahu kalau akan ada keterlambatan dengan kedatangan Pak Adam.

Tiga puluh menit kemudian, tamu Kevin datang dan langsung dijamu oleh Arisha. Hingga pukul 12.00, mereka baru keluar ruangan. Sepertinya baru saja selesai.

Intercom Arisha berbunyi.

"Ya, Pak?"

"Aris, siap-siap, kita makan siang di luar." Setelah mengucapkan kalimat itu, telepon langsung ditutup oleh Kevin.

Arisha segera menyimpan pekerjaannya yang baru saja diketik di komputernya dan ia merapikan barang-barang di atas mejanya. Tak lama kemudian, Kevin keluar dari ruangannya, Arisha langsung sigap berdiri dan ia meraih tasnya.

"Mobil sudah siap?" tanya Kevin ketika mereka sedang berjalan menuju lift, ia memegang sebuah map berwarna hitam di tangannya.

"Belum, Pak."

"Astaga, Aris. Kalau saya bilang mau keluar, kamu langsung telepon Pak Sugeng, biar dia siapin mobil buat saya."

"Maaf, Pak. Saya lupa."

"Ya Tuhan, tiga bulan loh kamu di sini. Seharusnya sudah hapal dengan karakter saya," jelas Kevin.

Setelah lift terbuka dan mereka memasukinya, Arisha langsung menelepon Pak Sugeng, supir kantor.
Kemudian setelah siap semuanya, mereka menuju restoran yang Kevin pilih.

Begitu sampai di restoran, mereka langsung masuk dan memilih ruang private di sana. Pak Sugeng disuruh makan di tempat lain, karena ada hal penting yang Kevin bicarakan dengan Arisha.

Setelah makan siang selesai, Kevin langsung berbicara serius pada Arisha.

"Aris, hari ini-"

"Pak, bisa tolong jangan panggil saya Aris? Itu seperti nama cowok," potong Arisha.

Kevin menatap Arisha dengan malas. "Jangan potong pembicaraan saya, dan terserah saya mau manggil kamu dengan sebutan apa."

Arisha hanya bisa pasrah, ia mulai mendengarkan kembali apa yang akan diucapkan oleh Kevin.

"Hari ini, tepat tiga bulan masa percobaan kamu. Jujur, saya tidak menyangka kamu bisa bertahan di sini. Sebenarnya banyak kekurangan kamu, tetapi saya lihat kamu mau memperbaiki itu semua. Jadi...saya enggak masalah," jelas Kevin panjang lebar.

"Jadi, mulai hari ini, kamu resmi menjadi sekretaris saya. Jangan membocorkan apapun tentang saya di luar, jika kamu melanggarnya, kamu akan saya kenakan denda 10x lipat dari gaji kamu. Apa kamu siap?" Kevin memastikan.

"Siap, Pak." Arisha sebenarnya pucat pasi mendengar denda yang besar itu, tetapi demi kelangsungan hidup ia di ibukota yang keras ini, ia akan maju dan tidak mau kalah sebelum berperang. Toh, mulutnya tidak nyinyir seperti lambe turah itu, kok.

Arisha membaca kembali kontrak yang disodorkan oleh Kevin dalam map hitam. Ia membacanya dengan penuh ketelitian. Biasanya dia ceroboh, tetapi mendengar denda 10x lipat dari gajinya, tentu saja otaknya langsung bekerja dan pintar secara otomatis.

Setelah yakin, ia menandatangani surat kontrak bermeterai itu. Kevin langsung mengambil map tersebut.

"Dengan ini, kamu berarti sudah setuju dengan syarat dari saya. Fotokopi KTP kamu, nanti kasih ke saya untuk dikirim ke pengacara pribadi saya."

Arisha seketika menyesal telah menandatangani kontrak dan perjanjian tadi. Seakan ia telah menyerahkan hidupnya pada orang yang salah.

Oh, my! Firasat Arisha buruk soal itu.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top