-19. Waktu Kedua-
Sunoo menatap dalam-dalam setiap pergerakan kaki lenjang Sunghoon di atas es. Tariannya selalu menggugah hatinya. Sejak kecil, Sunoo selalu melihat betapa gigihnya laki-laki resek di depan sana. Namun, justru ialah yang menjadi teman pertama Sunoo sejak Jay pergi.
Sunoo pernah berpikir ia tak akan kembali menemui Jay, tetapi berkat Sunghoon, berkatnya yang menyelamatkan Sunoo hari itu, berkatnya yang bertemu karena Hong Eun-Chae, Sunoo bertemu kembali dengan Jay. Dengan sosok yang selalu dinantikannya tanpa sebab.
Sunoo tersenyum kecil ketika lagi dan lagi loop milik Sunghoon bisa dieksekusi dengan rapi dan membuatnya mendapat banyak pujian. Sorak sorai dukungan untuknya melayang bersamaaan puluhan tangkai Mawar dan buket bunga lainnya.
Tepuk tangan meriah menyambut Sunghoon, ia mendekati Sunoo dan seluruh keluarga besar Hong. Senyuman khasnya yang selalu tampak angkuh itu membuat Hong Eun-Chae terkekeh sebal.
“Huh, besar kepala!” katanya, Sunoo pun tertawa ringan.
“Aku tak pakai helm, pabbo!” balasnya memanyunkan bibir.
Sunoo tertawa kecil, membuat keduanya menoleh. “Penampilanmu hebat dan luar biasa indah. Seperti melihat angsa menari di atas air yang tenang,” puji Sunoo sambil memerikan sarung tangan berbahan wol kepada Sunghoon.
“Ini semua karena kau memberikan beragam aksesori yang keren. Aku tampil percaya diri jadinya!” ucap Sunghoon sedikit malu-malu menatap Eun-Chae juga kedua orang tuanya. “Karena kalian juga ada di sini jadi aku tak bisa mengecewakan.”
Sunoo tersenyum.
Tak bisa mengecewakan.
Namun, entah mengapa Sunoo justru merasa begitu kecewa hari ini, meskipun Sunghoon tampil begitu mengesankan. Rasa kecewa yang membuat diamnya di gelanggang mewah dan meriah ini terasa hampa. Kecewa yang membuatnya lelah.
Sudah berlalu tiga minggu sejak ia makan bersama Jay di kedai malam itu, keduanya tak bertemu kembali. Jay tidak mengunjungi toko, bahkan Sunghoon juga tidak menyinggung soal Jay. Mungkin karena ia sibuk dengan latihannya untuk turnamen di awal musim semi ini, tak ada obrolan tentangnya.
Sunoo melamun terperanjat ketika Sunghoon melambaikan tangannya di depan wajah. “Kau baik-baik saja?” tanya laki-laki dengan alis tebal itu.
“Aku merasa kurang enak badan, rasanya akan flu karena perubahaan suhu tubuh. Aku akan pulang duluan, apa kau keberatan?” Sunoo menatap nanar.
“Tidak. Apa kau mau adikku mengantarmu atau kupesankan taksi?” Ia memegangi bahu Sunoo yang merosot terasa begitu ramping.
“Tidak perlu, aku akan minta keluarga Yang menjemput.” Sunoo tersenyum kecil.
“Baiklah, hati-hati. Aku akan mengunjungi Bibi setelah acaranya selesai,” kata Sunghoon sambil menepuk-nepuk bahu Sunoo.
“Selamat atas penampilan hebatnya. Aku pulang, sampai jumpa,” pamitnya dengan suara lembut juga senyuman kecilnya yang khas.
*
Setibanya di rumah Sunoo seketika merebahkan tubuhnya di teras samping rumahnya sambil memandangi pohon kesemek di pekarangan. Ia merasa terlalu kecewa hari ini, hingga buat tubuhnya terasa begitu lemas.
“Kau tidak merayakan kemenangan Sunghoon?” tanya seorang wanita yang tak lain adalah ibunya. Wanita itu menatap dengan begitu teduh.
“Aku sedikit kurang enak badan.” Sunoo tidak menoleh, ia masih menyangga kepalanya dengan tangan sambil menatap pohon kesemek.
“Sedang gundah?”
“Tidak juga hanya sedikit lelah mungkin karena beberapa hari ke belakang aku bergadang di studio untuk memeriksa keadaan para penyewa.” Sunoo beranjak dari tempat berbaring. “Suhu tubuhku juga terasa panas dingin.”
“Kau bekerja keras, mau Eomma buatkan teh plum?” tawarnya sambil menyentuh bahu Sunoo, sayangnya laki-laki itu hanya menggelengkan kepalanya.
“Tidak usah, aku akan istirahat. Aku akan ganti pakaian dan tidur.” Sunoo melengos menuju kamarnya.
Pintu kamar tertutup rapat, Sunoo memandangi sebuah figura berisi potret ia dan Sunghoon ketika Sunoo mendapat sabuk hitam judo dan Sunghoon memenangkan medali perunggu atas turnamen Busan. Ia berharap bisa memiliki lebih banyak kenangan di masa kecil bersama Jong Seong, Jay kecil yang hilang arah di malam hujan itu.
Sunoo terduduk di balik pintu sambil memeluk lututnya. Ia benar-benar tak paham kenapa Jay tidak menampakkan wajahnya di En-Fever. Sunoo benar-benar merindukan suara gitarnya juga candaannya yang kadang nyeleneh.
“Apa aku harus mencarinya?” Ia menggumam.
***
Angin sejuk berembus, di antara gemerisik dahan dan bisingnya kendaraan. Sunoo berjalan menuju sebuah kedai makanan ringan di ujung jalan yang terlihat begitu ramai. Lee Heeseung, laki-laki yang mengenalkan diri sebagai kakaknya Jay tempo hari tampak sedang melayani beberapa pelanggan.
Sunoo mempercepat langkahnya ketika satu meja mulai ditinggalkan oleh dua pelanggan di sana. Kakinya berhenti tepat ketika Heeseung mengangkat nampan.
“Annyeonghaseyo.” Sunoo membungkuk sambil tersenyum manis. “Apa aku bisa duduk di sini?” tanyanya.
“Hai, Sunoo-ssi. Bisa, bar bahkan kosong, kau boleh duduk di sana.” Heeseung menjawab dengan ramah.
“Tidak mengapa, di sini saja, aku ingin makan ramyun pedas sambil menikmati suasana kota,” kata Sunoo terkekeh pelan.
“Oke, ada yang ingin kau pesan lagi?” tanya Heeseung sambil mengelap meja sampai bersih.
“Kau boleh merekomendasikan apa pun untukku malam ini, aku juga sedang lapar,” jawabnya.
“Baiklah, dua puluh menit lagi makanannya siap.”
Sunoo mengangguk ramah, ketika Heeseung melegos memasuki kedai. Untuk beberapa waktu, Sunoo merasakan sepi yang sama hampanya dari pagi tadi.
Sunoo menyandarkan kepalanya di meja sambil memainkan botol garam di depan matanya. Ia mengembuskan napasnya yang berat, menatap jauh-jauh ke langit yang bersinar cukup terang ditambah cahaya gedung-gedung mewah seberang jalan.
Sementara itu, Heeseung sibuk menyiapkan makanan di bar sambil sesekali menoleh ke luar, memastikan Sunoo masih duduk dengan nyaman di sana.
“Kau terlihat gelisah, ada sesuatu? Mau Eomma bantu?” tanya wanita di dekat tempat pencucian piring.
“Tapi Eomma akan pulang,” sahutnya.
“Tak apa, cuaca hari ini cukup bagus, anginnya juga anggun, Eomma akan menemanimu sampai tutup kedai.”
“Baiklah, kalau begitu tolong buatkan aku satu set gorengan dan tteokbokki aku akan buat ramyun pedas dengan potongan daging goreng.”
Waktu terus berlalu, perut Sunoo mulai kerubukan. Ia menoleh ke arah bar, tampak Heeseung berjalan ke arahnya dengan nampan lebar yang dipenuhi ragam makanan pedas.
“Pesananmu, selamat menikmati.”
“Terima kasih.”
“Panggil aku jika kau butuh sesuatu, Sunoo-ssi.”
Ia tersenyum sebelum menyuapkan sepotong sayuran goreng.
*
Meja kembali terisi, sepiring pangsit goreng, padahal ia baru saja akan bangkit setelah selesai makan. Heeseung duduk di hadapan Sunoo sambil menyajikan kola untuknya juga untuk Sunoo.
“Kau sengaja datang?” tanyanya.
“Iya begitulah,” jawab Sunoo tertawa kecil. Wajah putihnya kemerahan karena tersipu.
“Terima kasih karena kau datang lagi. Pangsit gorengnya gratis karena kau benar-benar datang sesuai ucapanmu malam itu.”
“Aku memang berencana datang karena kedai ini ramai dipuji orang, dan aku mengakuinya.”
Heeseung tertawa nikmat. Ia menatap Sunoo dengan tatapan teduh. “Kau seperti kurang sehat, bagaimana pekerjaanmu?” tanyanya.
“Aku sibuk di toko musik karena beberapa pemagang mengambil jatah libur.”
Heeseung menarik napasnya sejenak sambil meregangkan tubuh. “Lalu kau tidak mengambil waktu liburanmu?” Heeseung berdeham pelan.
“Ingin, tapi aku lebih senang menghabiskan waktu memperbaiki alat-alat musik yang kurabf sehat,” guyonnya.
Keduanya mulai berbincang, rasa hampa perlahan terkikis. Sunoo pikir, Heeseung adalah orang yang menyenangkan.
“Oh iya, apa Heeseung hyung tau kenapa Jay hyungeun tidak mengunjungi toko musik untuk tiga minggu ini?” tanya Sunoo dengan suara lirih.
Heeseung mengerutkan dahinya, kedua alis laki-laki itu bertaut dengan wajah keheranan. “Kau tidak tau kalau Jay pulang? Dia pergi ke Hungaria. Ayah angkatnya pindah tugas,” jelas laki-laki itu.
“Eh?” Sunoo terkejut dengan kedua manik mata guncang. “Hungaria?”
“Iya, sebelumnya Jay bilang dia akan pulang ke Seattle, tetapi satu hari setelahnya Paman Kim mengabari kalau akan menjemput Jay di Incheon karena mereka akan pindah ke Budapest.”
Sunoo berulang kali terkejut, manik matanya berputar-putar sendu. Tampak ia berkaca-kaca sambil sesekali menghela napas pelan.
“Oh, begitu, ya.”
“Apa dia tidak memberi kabar?” Heeseung meluruskan punggungnya, Sunoo pun menggelengkan kepalanya.
“Kalau begitu aku akan pamit, aku juga sudah cukup kenyang. Busnya mungkin—”
“Apa kau tidak mengatakannya?” todong Heeseung pada Sunoo. Ia menatap dengan lekat-lekat. “Apa kau tidak mengatakan padanya?”
“Joesunghaeyo, aku tak mengerti apa maksud Heeseung hyung.”
“Kau anak laki-laki di rumah sakit itu, 'kan? Kau anak laki-laki yang berada di rumah Paman Kim, bukan?” todongnya. “Kau Ddeonu! Kau Ddeonu-nya Jong Seong.”
Air mata Sunoo bercucuran, ia tak mampu mengangkat kepalanya yang tertunduk di meja. Ia benar-benar tak sanggup.
“Jay mencarimu. Jay selalu mencarimu.”
🌷
Publikasi 22 Juni 2022
Republish 9 April 2024
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top