-18. Rahasia-
Makan malam bersama keluarga Park selalu menjadi momen tersendiri bagi Sunghoon, itu karena ia akan kembali bertemu sang ayah di meja makan bersenda gurau dengan ayahnya Sunoo.
Sunghoon menatap ke arah Sunoo yang sibuk dengan sumpitnya. “Kau lahap sekali!” kicau laki-laki itu.
“Ikan yang Paman Park bawa rasanya gurih ini betulan enak!” jawab Sunoo.
“Ah, esok akan kusuruh dia memancing lagi jika kau suka.”
“Sesekali kau harus menemaninya.”
“Tidak ingin.”
“Hoon selalu begitu, Sunoo-ya, dia anak paling kurang ajar di muka bumi ini.” Pria di depan pintu yang tengah duduk manis menikmati cerutu berkata dengan nada menyentil.
“Emm, mulai,” cibirnya.
“Kau ingat saat pertama kali kalian bertemu? Saat itu Hoon baru saja selesai perawatan karena cedera pergelangan kaki. Kau tau apa yang dia bilang pada Paman?”
Sunoo sedikit mengangkat bahunya sambil terkikik pelan.
“Hei, Pak Tua aku tak ingin berada di dekatmu, karena kau bau sisik ikan. Sunoo-ya, padahal dia sendiri yang lebih doyan makan ikan ketimbang Paman.”
Sunoo tertawa, ia jadi teringat hari itu. Ketika berpisah dengan Jay, ia tak sadarkan diri dan terbangun sudah berada di kamar inap. Sunoo tidak menyangka jika ia mungkin tak akan pernah bertemu lagi dengan sosok anak laki-laki yang memanjat dinding rumahnya yang penuh kerangkeng.
Sunoo hanya menangis di pelukan sang ibu saat kabar Jay sudah terbang ke Amerika dengan pesawatnya yang Nyonya Lee beritakan lewat telepon. Sunoo kesal, Sunoo patah hati. Ia benar-benar ingin mengulang waktu ke malam itu. Ia mungkin tak akan menyia-nyiakan waktunya hanya dengan meminjami kaos kesayangannya. Ia mungkin akan mengajak anak laki-laki yang mengenalkan dirinya sebagai Jong Seong itu sampai tangisnya selesai.
Ia juga akan berlari mengejarnya ketika ia digendong anak laki-laki entah ke mana. Ia akan terus membujuk sang ibu untuk melihatnya meski dari kejauhan. Meskipun semuanya akan saling bertabrakan dengan para sasaeng, paparazzi dan lainnya. Sunoo ingin menyamar saja.
Ia juga akan memaksa Paman Jin Woo untuk tidak mencari keluarga Kim yang dimaksud, agar Jong Seong kecil tetap di dekatnya. Meski berat melihatnya terkurung bersama penjagat berstatus ayah.
Sunoo juga akan terus kabur, tak peduli sejauh apa jaraknya, Sunoo akan tetap menemui Jong Seong untuk mengajaknya bicara dan berteman.
“Eomma, bagaimana Eomma tau Sunoo ada di sini?” Mulut kecilnya gemetar.
“Iya, ada seorang anak laki-laki berteriak histeris melihatmu tergeletak, dia berlarian meminta bantuan padahal kakinya pun sedang cedera.”
“Eomma, Sunoo tak akan bertemu dengan Jong Seong hyung lagi?”
“Iya.”
“Eomma, apa setelah ini Sunoo akan mendapatkan teman? Sunoo takut sendirian. Kenapa Sunoo harus selalu sendirian?”
“Permisi?” Anak laki-laki dengan alis tebal berdiri di depan tirai putih. “Bibi, bagaimana keadaan anakmu? Siapa namanya? Ddeonu? Dia melafalkan itu saat pingsan.”
“Eh, hai, Sunghoon-ssi, kemarilah, Sunoo harus berterima kasih padamu!”
“Tidak usah. Aku ke sini hanya untuk menuruti ucapan Pak Tua di luar sana!” Ia mendelik.
Sunoo melompat dari ranjang, membuat alat infus di samping tempatnya tidur terbanting. “Hyung, apa Hyung mau berteman denganku? Aku kesepian! Aku bahkan tak pernah punya teman meski hanya satu. Mau ya?”
“Aduh, aduh, aku datang bukan untuk menjadi teman siapa pun. Lagi pula kau ingusan aku tidak keren jika bermain dengan anak sepertimu.”
Sunoo menangis tersedu-sedu membuat anak di depannya mendesis. “'Cengeng, baiklah, panggil aku Sunghoon hyung, si karismatik, ice prince kebanggaan Korea.”
Sunoo mengangguk sebelum akhirnya kembali terhuyung ke pelukan sang ibu sambil memejamkan matanya. “Eomma, Appa, Sunoo punya teman!” Ia bergumam.
“Kau tak benar-benar harus menjadi temannya dia hanya cari perhatian.”
“Kau menyembunyikannya karena anakmu lahir di luar pernikahan, ya? Aku kenal kau seorang balerina tersohor, suamimu juga terkenal sebagai penyanyi. Aku mengenal kau Nyonya Kim Tae Ri. Aku penggemarmu.”
“Omong kosong!”
“Aku membaca berita, menonton televisi dan orang-orang di gelanggang banyak menceritakan dirimu yang berbakat. Aku bahkan melihatmu menjadi salah satu teman berlatih tutorku. Aku ingin berlatih In Regard to Love; Agape bersamamu. Nyonya Balerina.”
“Dokter!” Ia berteriak seakan tak mendengar apa yang anak sembilan tahunan di depan matanya bicara. “Dokter tolong anakku!”
“Jadilah tutorku, aku akan menjadi teman anakmu!” Sunghoon kecil menatap tajam.
*
Sunghoon tertawa ketika Sunoo mengenang beberapa kenangan masa kecil mereka. Di mana Sunghoon biasa berlatih dengan beberapa musik yang Sunoo kecil ciptakan dari biola ataupun pianonya. Itu membuat suasana malam ini sedikit lebih hangat.
“Bagaimana Jay menemanimu?” tanyanya.
“Hyung benar-benar pekerja keras, dia membantuku untuk banyak hal. Dia membantuku merapikan banyak nada yang kusut,” jawabnya.
“Baguslah.”
“Sunghoon hyung, bagaimana kau bisa bertemu dengannya? Kurasa beruntung sekali kalian bisa menjadi teman dekat.” Mata Sunoo berbinar-binar.
“Itu karena Eun-Chae. Jay menolongnya, aku memberi tumpangan sebagai imbalan, lalu kusuruh dia mampir ke toko. Dia datang dan kami mulai bicara satu sama lain.”
Sunoo merapikan tempat makannya. “Kalau begitu aku akan membersihkan diri lalu tidur, besok aku ada janji dengan teman-teman sekolah dulu,” kata Sunoo.
“Oh, iya, Ddeonu, besok jika kau ada waktu senggang belikan aku beberapa aksesoris untuk mempercantik penampilanku. Aku akan kembali berseluncur di atas es. Kompetisi masim semi akan segera dimulai. Aku akan kembali berlatih.”
“Baik, Hyung.”
“Ne, jalljayo.”
***
Jay baru saja tiba di kediaman keluarga besar Lee, hari ini ia akan menghabiskan sisa musim dinginnya bersama Heeseung. Di teras tampak laki-laki itu tengah menikmati ubi bakar di depan api unggun di dalam tong.
“Kau datang juga. Aku baru akan meneleponmu kalau-kalau kau tak hadir.” Heeseung menyodorkan ubi bakar di tangannya.
“Minggu besok aku akan pulang ke Seattle,” kata Jay tersenyum kecil.
“Tiba-tiba sekali, ada masalah?” tanya Heeseung sembari mengernyit kuat-kuat.
Jay mengembuskan napasnya beberapa kali dengan embusan cukup kuat. Ia memandang ke arah langit yang gulita dengan sedikit cahaya bulan. “Tak terasa sudah enam bulan sejak aku datang, aku lupa diri,” jawabnya.
“Bukankah itu hal bagus. Aku bicara dengan Chaewon, dia bahkan merasa bersyukur kau bisa menemukan teman di sini. Dia bahkan berharap kau menerbitkan lagu-lagu demomu.”
“Noona juga mengatakan hal itu padaku. Aku hanya ingin pulang.”
“Karena kau mulai menemukan masa lalumu? Tuh, kan, aku sudah katakan aku tak ingin bilang apa pun!” Heeseung merasa kesal.
“Bukan, bukan karena itu. Aku hanya ingin tinggal bersama mereka.”
“Jong Seong, kau menyembunyikan sesuatu lagi, ya? Apa, apa yang kau sembunyikan? Barang kali aku bisa membantumu,” kata Heeseung memegangi bahu Jay.
“Anak yang kau ceritakan, kesemek dan roti mentega, juga sampah yang ada di rumah Ibu. Lagi pula pembangunan rumahnya sudah hampir selesai.”
“Tidak, kalimatmu hanya dua hal yang berbeda. Kau ingin membahas yang mana? Soal rumahnya? Jelas-jelas kau tak peduli!” desak laki-laki itu menatap Jay lekat-lekat.
“Soalan anak itu, kesemek, roti mentega, dan semua yang terjadi padamu di masa kecil. Jelas-jelas kau masih ingin mencarinya.”
“Ah, benar.” Ia menjawab ringkas.
“Apa yang ingin kau dapatkan?” tanya Heeseung sambil mendesis.
“Aku hanya ingin dia pergi dari ingatanku yang kelabu. Aku tau, meskipun aku bersikukuh mencarinya dalam berbagai kepingan ingatan, aku tetap tak bisa mengingatnya. Itu hanya membuatku tinggal di sini lebih lama dan menyakitkan.”
“Bagiku tak masalah.”
“Masalahnya hatiku terus berdenyut sakit ketika aku berada di sisi seseorang. Seperti aku memberikan janji yang benar-benar membekas dalam hatiku.”
Heeseung menghela napas. “Kau ….”
“Di Seattle aku sungguh-sungguh tak mengingat apa pun. Ketika aku kembali justru kenangan tentang janji itu yang kuingat pertama. Aku bahkan tak mengingat apa pun soal dirimu, Hyung!” Jay frustrasi.
“Kau mau mencarinya lagi?”
“Yah, aku ingin mengatakan agar dia pergi dari ingatanku. Aku muak, kalimat ayo bertemu kembali terus berputar-putar di kepalaku. Kenapa pula kami harus bertemu kembali. Memangnya ada yang istimewa dari pertemuan kami? Hyung kepalaku sakit.”
Yah, jelas kepalamu selalu sakit, pantas kau selalu demikian, Jay-ya, Ayahmu selalu memecahkan kepalamu dengan botol sojunya. Aku paham kau hanya ketakutan untuk mengingat semuanya karena itu membunuh inerchild-mu.
“Istirahatlah, kau sudah seperti orang mabuk.”
“Ah, Hyung!” rengeknya. “Bicaramu selalu begitu.”
“Jujur saja pada hatimu, bukan kau ingin menyingkirkannya dan pulang karena tak ingin hal itu menyusik. Kau ingin tinggal karena alasan lain bukan?” Heeseung menatap cerdik. “Kau ingin tinggal karena orang yang membuat hatimu berdenyut. Orang yang samar-samar mengikis kenanganmu tentang anak-anak di masa lalu. Kau ingin mengisi kepalamu dengan kenangan baru tapi kau juga masih begitu penasaran tentang siapa anak yang bersembunyi di sana.”
Heeseung menyeringai. “Karena hati kecilmu berteriak kalau mereka adalah orang yang sama.”
🦌
Bonpictnya Kaka Hee aja ya, Ice Prince nanti aja.
Yang mau FF lagi komen dong, mau FF kpop atau jpop, nanti aku rewrite ke akun ini, atau mau AU. 2 bab menuju tamat, nih.
Publikasi 19 Juni 2022
Republish 3 April 2024
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top