-14. Sunoo, Kesemek untuk Jay-
Lee Heeseung, laki-laki itu menatap wajah ke arah sebuah apartemen, apa lagi jika bukan DXX. Kabar yang diterima dari Paman Jun Hui, Jay mabuk berat semalam. Terpaksa, Heeseung menemuinya padahal hari ini ada jadwal wawancara kerja di salah satu perusahaan elevator asal Swiss. Heeseung urung untuknya, untuk seorang Jay anak laki-laki kesepian sepertinya.
“Huh, itulah kenapa kau tak boleh satu meja dengan aki-aki, ah, dasar!” ucapnya keki. Namun, ia tetap berjalan sambil membawa bungkusan makanan.
Heeseung hendak melangkah, seperti biasanya, melenggang santai. Namun, ia mendapati Jay berdiri sehat baik-baik di dekat kolam ikan yang dipenuhi tumpukan salju.
“Yya, Jong Seong-a, bedebah kecil, Paman bilang kalau mabuk berat, kulihat kau sehat-sehat saja!” todongnya sambil menempeleng belakang kepala Jay.
“Apa yang kau tau dan kau ingat tentang hari di pemakanan Ibu, di hari ketika kremasi itu berlangsung, di hari ketika semua orang makan di rumah duka!”
Jay menoleh dengan tatapan tajam. Mata elangnya menatap berang. Wajah putih itu memerah masak. Gerahamnya menjadi begitu keras. Ia mendekatkan dirinya pada dada Heeseung.
“Apa yang kau ingat?!” bentak Jay.
“Jong Seong, apa yang terjadi padamu? Benar kau mabuk!” ucap Heeseung sambil memegangi kedua bahu Jay. “Kita perlu bicara di dalam.”
“Apa yang keluarga Lee dan Kim sembunyikan dariku? Memori apa yang sebenarnya tidak boleh kuingat? Mengapa ingatanku terasa berlubang-lubang?”
Heeseung membawa Jay memasuki kawasan utama DXX, keduanya pun berjalan di lorong menuju lift. Heeseung tidak tahu, kenapa Jay tampak bersikukuh, meski saat ini ia hanya terdiam dan menunduk, Heeseung dapat merasakan betapa besar amarah yang ia kuarkan.
“Kau senang dalam kondisi yang buruk!” Heeseung bergumam.
*
Suasana cukup canggung, Jay duduk memeluk lutut sementara Heeseung hanya duduk menyangga tubuhnya di atas pangkuan.
“Makanlah dulu, aku akan cari angin!” Heeseung baru saja hendak mengangkat pinggulnya. Namun, Jay tiba-tiba menatapnya dengan nanar.
“Kau tidak berniat pergi bukan?” rintih Jay.
“Kutau semua terlalu sulit. Tapi kita juga masih anak-anak saat itu, bahkan aku masih terlalu naif untuk mengingat apa yang terjadi.” Heeseung mendaratkan tangannya di pusat kepala Jay sebelum duduk lagi.
“Hari itu pasti sulit untukmu.” Heeseung menatap ke arah jendela. “Saat malam hujan deras dua belas silam, Eomma mendapat kabar dari keluarga Yang, mereka biasa mengantar obat-obatan ibumu. Tuan Yang mengatakan di telepon kalau kau tidak di rumah dalam keadaan ibumu sudah tiada.'
“Eomma pikir ayahmu telah menculikmu, atau membawamu setelah Bibi meninggal. Nyatanya, kau tidak bersama ayahmu. Tak berselang lama dari setelah hujan mulai hilang, sepasang pria dan wanita membawamu. Mereka mengatakan kau mencari keluarga Kim.'
“Namun, kau tau sendiri bagaimana Paman. Dia memukulmu dengan botol sojunya dan aku membawamu ke rumah Paman Jun untuk perawatan. Kau dirawatnya selama satu minggu. Setelahnya upacara pemakaman ibumu berlangsung di rumah duka, dan ayahmu kembali berulah. Tapi aku tak ingin mengatakan apa pun, Jong Seong. Aku—”
“Katakan saja, mungkin salah satu alasan Paman Kim mendorongku untuk menjual rumah Ibu adalah untuk menemukan setiap lubang dalam ingatanku. Katakanlah, kumohon!” Jay memegangi tangan Heeseung sambil menunduk.
“Paman mencoba membunuhmu. Dia kembali memukuli dirimu dengan botol soju kecintaannya. Dia ingin Jong Seong juga mati seperti ibunya dan aku ingat kalimat itu.”
Air mata Heeseung merinai, membasahi pusat kepala Jay. “Tapi keluargaku tak bisa berbuat apa. Kau tinggal bersamanya, untuk beberapa tahun membuatku terus merasa sakit hati mendapati kau selalu memiliki luka baru, begitu setiap hari.”
“Apa itu artinya ketika aku bertanya apa yang kau tau tentangku, kau menjawab bahwa setiap orang akan terus berjalan ke masa depan. Apa itu artinya kau menyembunyikan ini?”
“Aku hanya tak ingin mengingat luka lama. Mengenangnya membuatku sakit kepala,” Jawab Heeseung dengan senyuman getir.
Jay meneguk habis kuah sup iga yang Heeseung sajikan untuknya. “Terima kasih atas makanannya.” Ia tersenyum sendu.
“Selama tiga tahun kau tinggal bersama ayahmu, dan tak aku tak pernah bisa menyapamu lagi karena takut. Begitupun dengan ibuku, ayahmu akan mengamuk di kedai jika itu terjadi.”
Jay melirik dengan sudut matanya yang tajam tetapi temaram kini.
“Hari itu … pagi itu aku mendengar ayahmu mengamuk di depan kedai, katanya semalam ia memukulimu karena kau mencoba untuk pergi menemui keluargaku, benar-benar ingin kabur darinya. Entah apa yang kau pikirkan, jika aku jadi kau mungkin tetap akan tinggal, tapi Eomma bilang kau pasti lebih takut tinggal di sana.”
“Aku tak tau bagaimana keadaanmu, separah apa lukamu dan bagaimana suasana hatimu, Jay-ya.” Heeseung menunduk patah semangat. “Maafkan aku.”
“Apa kau ingat kapan Paman Kim menjemputku?” tanya Jay menatap nyalang.
“Aku tidak ingat detailnya, di hari ulang tahunmu kesembilan, hari itu kau dilarikan ke rumah sakit setelah ayahmu lagi-lagi mencoba memecahkan kepalamu dengan botol sojunya. Kau merengek ingin kue bolu dan pizza, aku ingat kau berteriak ingin pepperoni pizza, sambil memanjat pagar rumahmu. Aku melihatmu dan hanya membeku melihat kepalamu berdarah.”
Heeseung menghela napas. “Aku memberanikan diri mengatakannya pada Paman Jun Hui, karena hanya dia yang bisa menyelamatkan dirimu!”
“Setelah itu seseorang mendatangi Eomma katanya mereka menemukan kediaman baru keluarga Kim dan mereka akan datang untuk menengokmu. Sayangnya, bahkan selama kau dirawat keluarga Chaewon tak datang. Aku hanya melihat seorang wanita dan anak laki-laki kecil di depan pintu ruang inapmu. Aku tak pernah mengenalnya. Dia selalu mengenakan topi dan pergi ketika hendak kupanggil. Dia dan wanita itu selalu menyimpan keranjang berisi kesemek kering dan roti mentega di depan pintu.”
Jay meremas kepalanya. “Mianhe, Hyung, kepalaku rasanya ingin pecah, saking inginnya aku mengingat setiap hal yang kau katakan. Nyatanya, kepalaku terasa kosong,” ucapnya merintih.
“Kenapa kau ingin mengingatnya? Bukankah salah satu alasan Paman Kim membawamu karena ia tak ingin kau terus terluka? Dia ingin kau hidup lebih baik, lebih lama dan lebih bahagia. Kenapa kau ingin mengingatnya?”
“Jika aku ceritakan mungkin kau tak akan mempercayaiku,” katanya.
“Paman mungkin tak benar-benar ingin kau mengingat sesuatu. Paman ingin kau justru membuang semua ingatan tentang Seoul dan isinya. Seperti ketika Paman akhirnya datang menjemputmu setelah ayahmu mengamuk di rumah sakit. Paman benar-benar membawamu karena dia berhutang budi pada ibumu yang dengan tulus mendonorkan ginjalnya untuk ibunya Chaewon, lalu ayahmu yang dulu pernah membantu bisnisnya Paman. Kau tau kenapa ayahmu mulai menjadi pemabuk? Itu karena bisnisnya gagal, sementara Paman sukses. Padahal, Paman belajar darinya. Semua untuk itu.”
“Aku bahkan tak berharap kau akan ingat apa pun karena itu menyakitkan, Jong Seong-a, kau beberapa sekali sekarat! Selama bertahun-tahun kau dipukuli, kau tak makan dengan baik, kau tak hidup dengan layak! Jika hari itu Eomma dan keluarga Tuan Yang tidak mendesak Paman Kim untuk membawamu, mungkin saja kau mati. Paman melakukan segalanya untuk menebus semua rasa bersalahnya padamu. Mengabaikan pesan ibumu selama bertahun-tahun. Itu semua berkecambuk dalam diriku, Jay-ya! Kau mungkin sudah mati dengan tragis.”
Air mata Heeseung merinai tanpa henti.
***
Manis rasa kesemek kering membuat senyumnya terangkat. Tak kalah nikmatnya dengan anggur kering, ia menikmati kudapan ringan itu di depan perapian. Seperti biasanya.
Untuk beberapa waktu ia tersenyum, sisanya ia berpikir apakah seorang Jay benar-benar bertemu teman kencan?
Sunoo sedikit merasa cemburu.
“Sunoo-ya, guksu meogeosseoyo?” lontar seorang wanita—ibunya.
“Ne, meogeossoyo, Eomma.” Ia menyahut.
“Kalau begitu, tolong Eomma belikan bawang putih, daging giling, jamur, dan sisanya ada di catatan. Esok keluarga Park akan berkunjung. Jangan kecewakan mereka, arasseo?”
“Ne, arasseo, Eomma.”
“Ne, gamsahamnida, Sunoo-ya, neomu-neomu gamsaeoyo.”
Senyumannya melengkung begitu indah. Entah mengapa aku ingin bertemu Jay hyung dan makan malam bersamanya lagi. Aku ingin makan kesemek bersamanya. Apa kau ingin makan bersamaku lagi, Jay hyung?
“Ah, ini membuat hatiku sedikit berdebar.”
🦊
Publikasi 8 Juni 2022
Republish 31 Maret 2024
Bonpict Bang Jay lucu banget, syumpah:(
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top