-11. Ddeonu-

Kim Sunoo, laki-laki itu duduk di bawah cahaya bulan. Ayunan terasa begitu dingin, rantainya beku diselimuti salju. Ia belum kembali ke rumah meskipun Sunghoon sudah memintanya pulang sejak pukul delapan bertepatan dengan kepulangannya Jay dari studio.

Jam saat ini menunjukkan pukul sepuluh waktu setempat. Sunoo asyik mengayunkan dirinya bersama dingin, mantelnya bahkan tak lagi mampu menahan rasa menggigil yang terus menggigit dermisnya yang putih, kini memerah semakin masak.

“Kau belum kembali?” lontar seseorang, suaranya membuat Sunoo terperanjat sampai berjingkat dari ayunan.

“Jay hyung?” pekik Sunoo benar-benar terkejut.

“Kenapa kau tidak pulang?” todongnya.

“Belum ingin.” Sunoo kembali duduk di ayunan ketika Jay juga ikut duduk di ayunan sebelah sambil memangku ransel gitarnya.

“Mau makan malam bersama? Kurasa rabbokki pedas nikmat untuk menghangatkan tubuh!” Jay berseru sambil meregangkan tubuhnya.

Hyung pun kenapa berkeliaran?” tanya Sunoo sambil manyun.

“Aku hanya ingin lihat-lihat Seoul di malam hari sebelum pulang ke Seattle,” jawab Jay dengan senyuman manisnya yang justru membuat Sunoo terlihat patah asa.

Hyung akan pulang rupanya. Aku pikir Hyung akan menetap di Seoul. Ekspektasiku terlalu tinggi, menganggapmu akan terus datang ke En-Fever untuk bermain gitar,” ucap Sunoo seraya tertawa canggung.

Jay mendongak, wajahnya tampak begitu tenang, meskipun kedua bola matanya memancarkan kegaduhan, Sunoo bisa melihat laki-laki itu tampak menyimpan kebisingan di jiwanya dalam diam.

“Aku ingin tinggal lebih lama tapi aku rindu keluargaku, aku akan pulang kembali ke Seattle. Aku akan katakan pada mereka jika Seoul benar-benar menyenangkan, sebagai kenangan kecil.”

Air mata Jay mengalir pipinya, wajahnya tampak begitu temaram. Tangan Sunoo tanpa sadar mendarat di punggung tangannya. Ia berjongkok menyandarkan kepalanya di pangkuan Jay.

“Aku yakin itu sulit. Setiap manusia pasti mengalami hari sulit. Bisakah untuk tetap tersenyum? Aku ingin terus mendengar suara Jay hyung, aku ingin melihat jemarimu menari di atas senar, aku ingin di dekatmu.”

Air mata Jay sesekali mendarat di rambut hitam Sunoo.

“Karena aku juga merasa kesepian. Menjadi seorang diri tidak semenyenangkan itu nyatanya,” rintih Sunoo.

Kakinya berjalan mendekati sang ibu, duduk disangga betis sambil memeluk ujung lutut. Mata rubahnya yang cokelat hanya melihat sebuah pelukan penuh ketakutan.

Wajahnya berdarah, bibirnya menjadi lebih pucat, dan dingin membuat Sunoo kecil menangis.

“Eomma!” Ia mengaduh ketika pakaian sang ibu dipenuhi darah.

“Ayah akan segera pulang, Sunoo-ya, Sunoo-ya, apa kau bisa membuatkan Jong Seong susu hangat?” Ibu membelai wajahnya.

Ia menganggukkan kepalanya tanpa negosiasi.

“Lalu, di mana orang tuamu? Apa perlu Bibi telepon polisi untuk mengantarkanmu pulang?”

“Eomma-nya Jong Seong telah pergi, baru saja. Napasnya hilang. Aku mencari keluarga Kim keluarganya Chaewon Noona. Rumahnya di sini. Aku yakin!” Ia mengoceh.

“Tenang, tenang,” ucap wanita itu sambil membantu anak itu mengatur napasnya.

“Ayah tidak pernah pulang. Ayah memukul Ibu sampai terluka. Ayah membanting punggungnya, tapi Ibu tersenyum. Paman Kim, Jong Seong harus bertemu Paman Kim.”

“Bibi minta maaf, tapi keluarga besar Kim yang sebelumnya telah pindah dari rumah ini sekitar seminggu lalu.”

Sunoo, anak itu memandang dengan tatapan iba. Ia kembali duduk setelah membawa cangkir berisi susu cokelat hangat. Sementara itu, ia kembali melihat sang ibu berjuang dengan luka anak laki-laki di depan matanya.

“Kalau begitu, apa Jong Seong mau pulang? Bibi janji setelah kita pulang dan memastikan keadaan di rumah, kita akan menemukan kediaman baru keluarga Kim Chaewon.”

“Tapi, Ibu sudah pergi.”

*

Angin malam mengukung Sunoo, ia merasa terlalu gegabah tidak memakai lebih banyak pakaian tebal. Melihat hal itu, Jay lekas membuka jaketnya, memberikannya pada laki-laki itu.

“Aku tidak apa!” Sunoo terkejut.

“Kau menggigil. Kau juga pergi di tengah dingin begini karenaku, jadi terima dan pakai saja!” tegas Jay sambil memicing.

“Baiklah.” Sunoo memeluk dirinya sendiri. Ia sesekali mengusap lengannya sambil melirik Jay yang tampak biasa saja dengan dingin yang menusuk.

“Jay hyung baik-baik saja? Padahal ini terlalu dingin.”

“Asal kau merasa hangat, di dekatmu terasa lebih baik.”

Hatinya kembali bergemuruh. Sunoo menunduk sambil berjalan. “Kau mengatakan hal-hal aneh lagi,“ bisiknya.

***

Kim Sunoo, laki-laki itu memandang sebuah pohon kesemek tua yang tidak terlalu diselimuti salju. Ia duduk memeluk dirinya, alunan musik dari kotak berbentuk piano menemani kesunyian kepalanya.

“Sunoo-ya, Sunghoon mencarimu,” panggil Ibu dari depan teras rumah.

Sunoo lekas bangkit, tampak Sunghoon dengan mobil angkut barangnya. Ia juga membawa bungkusan makanan yang Sunoo terka adalah tteokbokki. Kedua laki-laki itu saling memandang, duduk di teras rumah sambil menikmati suasana petang.

“Kau tidak masuk kerja, Bibi bilang kau demam. Apa kau baik-baik saja?” tanyanya.

“Iya, hanya sedikit tidak enak badan, semalam aku lekas mandi padahal sedang turun salju,” jawabnya.

“Sudah kukatakan untuk lekas pulang. Bibi bilang kau pulang larut malam. Ke mana kau?” Sunghoon tampak kesal.

“Hanya menghabiskan malam di taman.”

“Sejak Jay bolak-balik ke studio gelagatmu terasa begitu aneh. Kau menyukainya?” Sunghoon memicing.

Hyung, jaga mulutmu. Jay hyung itu laki-laki dan aku juga laki-laki. Tolong jangan campur adukkan emosi dan logikamu. Terlalu cacat!”

“Karena diam-diam seseorang menyukaimu dan aku cemburu.”

“Kau tidak suka, tidak cemburu. Hanya karena aku membantumu mendapatkan uang, kau merasa demikian. Kau takut aku benar-benar meninggalkan En-Fever, bukan?”

Sunghoon diam.

“Aku tidak akan pergi.”

“Lalu, kenapa kau bilang pada sajangnim ingin mengambil cuti selama satu bulan? Itu bukan cuti. Itu benar-benar mengundurkan diri.”

“Aku hanya sedang tak ingin bermusik atau apa pun yang berhubungan dengan musik. Aku capek, aku benar-benar lelah. Banyak alat musik yang terus bercerita kisah-kisah sedih.“

“Sun!”

“Jika kau menolak percaya sudahlah. Jangan memperkeruh isi kepalaku dan kepalamu. Jika kau menjadi aku juga … mungkin saja kau merasa lelah.”

“Aku benar-benar tidak mengerti kemampuanmu.”

“Ini bukan kemampuan. Hanya sedikit rasa empati. Bisakah, bisakah kau juga memposisikan dirimu seperti itu? Kau tau kenapa Eun-Chae gonta-ganti sepatu dalam beberapa waktu bersamaan. Bukan karena sepatunya terus merasa sakit dia injak. Itu karena dia berlatih dengan keras. Apa kau tidak mengerti?”

“Semua orang datang ke En-Fever dengan mimpi dan harapan mereka. Daze band contohnya, kau sadar kenapa mereka terus berlatih sampai jari mereka kapalan dan terluka? Karena mereka ingin jadi artis. Mereka ingin diakui. Untuk diakui harus apa? Mereka benar bermusik.”

“Sun.”

Hyung. Aku lelah.” Sunoo menyandarkan kepalanya di bahu Sunghoon. “Ada Jay hyung atau tidak, tidakkah kau sadari kalau aku memang menghabiskan banyak waktu di studio dengan khayalanku dan kau menyetujuinya karena itu menghasilkan banyak uang.”

“Para musisi datang mempercayakan barangnya untuk dirawat. Dimanjakan printilan baru yang bagus, dan membuat harta karun mereka benar-benar menghasilkan mahakarya yang luar biasa. Pada dasarnya, kita hanya memainkan peran kita sebagai pendongeng dan menjualnya kepada para penikmatnya.”

”Jadi, jangan berpikiran yang tidak-tidak. Jangan buat Jay hyung kecewa.” Sunoo beranjak dari sisi Sunghoon.

Di DXX, Jake baru saja selesai memasak makanan untuk Jay yang terserang flu. Laki-laki itu memilin bibirnya ketika Jay berulang kali bersin.

“Lagi pula kenapa juga berkeliaran di tengah salju. Kau memang gila!” Jake sewot dibuatnya.

“Jake ….”

“Kenapa lagi?”

“Seoul benar-benar menyenangkan.” Jay tersenyum.

“Hah, sialan, apa yang kau lakukan di Seoul. Wajah biadabmu tampak bermain!” Jake mendesis.

“Aku hanya mengatakan Seoul menyenangkan. Memang apa salahnya?” Jay mengelak.

“Kau jatuh cinta pada gadis-gadis Seoul?” Jake mulai heboh. “Apa jangan-jangan kau bertemu dengan Kwon Yuri, si kembang desa Seoul itu? Di klub mana? Di bar yang mana?”

“Hah?” Jay mengernyit.

“Jangan pura-pura bego. Kwon Yuri, kembang desa dengan pinggul seksi, kau keluyuran untuk menontonnya bergoyang di bawah lampu disko bukan. Hayo, mengaku!”

Jay mendesis. “Jake bicaramu.” Jay ketus. “Dia mungkin lebih cantik dari Kwon Yuri, air matanya begitu indah.”

“Heh, apa yang kau lakukan sampai membuatnya menangis?!”

“Kami hanya menghabiskan malam bersama. Tidak lebih.” Jay nyengir.

“Sialan. Benar-benar berandal.” Jake mendaratkan tubuhnya di puntung Jay. “Syukurlah jika itu membuatmu sedikit lebih senang.”

🐬

Pic from Pinterest.
Lucuhhh sekali Bangkuh.

Publikasi 24 Mei 2022
Republish 22 Maret 2024

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top