-07. Kim Sun Oo-
Jay mengamati bagaimana jemari laki-laki bermarga Kim itu dengan telaten menganti senae gitarnya, juga melakukan beberapa perawatan khusus agar suara yang dihasilkan oleh senar benar-benar nyaring. Belum lagi, caranya mengecek nada dan resonansi yang pas, membuat Jay terkesima.
“Sudah selesai. Ternyata kurang dari tiga puluh menit!” katanya berseru dengan semangat.
“Apa kau bermusik, atau menyanyi mungkin?” tanya Jay yang masih duduk di bar sementara Sunoo, laki-laki itu masih duduk di meja kerja.
“Aku menyanyi dan bermusik. Karena Appa seorang musisi dan Eomma seorang balerina,” jawabnya dengan suara lembut, bahkan lebih lembut dari sebelum-sebelumnya. Meski aksen renyahnya cukup terdengar.
“Waw, ternyata kau berdarah seni. Pantas kulihat kau begitu telaten dan penuh perasaan setiap kali menyentuh senarnya!” puji Jay sambil tepuk tangan. “Saat kau mengecek dan memastikan nadanya, kau membuatku kagum.”
Wajah laki-laki itu memerah masak. Beberapa saat kemudian ia memalingkan wajah ke arah gitar. “Meski begitu, aku tidak tertarik untuk terjun lebih jauh dalam musik. Aku lebih menikmati pekerjaan di sini.”
“Kenapa?” tanya Jay heran.
“Setiap gitar yang kuperbaiki selalu punya jiwanya sendiri dan itu indah. Aku benar-benar menikmati bagaimana mereka menceritakan isi hati pemiliknya padaku!” ungkap Sunoo antusias.
“Lalu, bagaimana punyaku? Apa yang gitar kesayanganku katakan padamu?” tanya Jay dengan tatapan menelisik. Ia berjalan ke arah meja kerja, berdiri di sebelah Sunoo sambil menyentuh badan gitarnya.
Sunoo menoleh.
Keduanya saling menatap, wajah Sunoo yang mendongak membuat kapiler di wajah Jay pecah tak berarutan. Ia tersenyum malu. “Maaf, aku mengejutkanmu!” ucap Jay garuk-garuk hidung.
“Ah, tidak mengapa!” Ia geleng-geleng kepala sambil melambaikan tangannya canggung.
“Kau boleh bicara lebih santai padaku. Bahasa tubuhmu terlalu formal,” sindir Jay sembari terkekeh pelan.
“Ah, baiklah. Hyung!” katanya tersenyum lebar.
“Bisa lebih santai, seperti kau takut aku akan menerkammu sekali gigitan!” Jay lagi-lagi menyindirnya.
“Bagiku cukup, Hyung temannya atau kenalannya Sunghoon hyung. Aku ingin menghormatimu seperti itu!”
“Kim Ddeonu, seseorang mencarimu, ia ingin membeli dan memperbaiki tremolo arm-nya. Bisakah kau segera turun?” Hong Eun-Chae, gadis itu berteriak.
“Ya, sebentar!” Sunoo segera membersihkan meja kerjanya. Tak lupa memberitahu Jay untuk mencoba dan memastikan suara dari senar gitarnya kembali sempurna.
“Aku pamit, kau boleh pergi ke ruang sebelah, jika ingin mencoba bermain musik, ada beberapa alat musik band di sana. Biaya tagihannya otomatis keluar ketika kau membuka pintu dan menyentuh alat musik di sana, dan berhenti ketika kau keluar.”
Sunoo melangkah, tetapi tangannya tiba-tiba Jay cegat. Keduanya berpandangan beberapa saat. “Apa kau punya waktu kosong setelah bekerja? Aku ingin bertanya soal—”
“Yya, Kim Sun! Kau ini membuat Oppa marah, ayo, cepat!” oceh Eun-Chae. “Jay Oppa, kupinjam anak ini, kalau tidak cepat-cepat Hoon Oppa bisa menggila karena pelanggannya pergi!” Gadis itu menariknya secara paksa.
Kedua bola mata Sunoo mengarah kepada Jay, berkata seakan ia tak ingin pamitan dengan cara demikian. Jay merasakan aliran darahnya memanas. Perasaan yang benar-benar aneh untuknya. Mata cokelat itu terasa sangat familiar.
“Aku terbawa suasana,” gumamanya.
***
Dua jam Jay habiskan untuk memainkan gitarnya, suara nyaring itu benar-benar membuat ia betah berlama-lama sampai tak sadar jika tagihannya membengkak. Laki-laki itu memutuskan menyelesaikan sesi check sound malam ini. Ia akan pulang, mungkin esok akan kembali, jika itu memungkinkan. Pasalnya Heesung hyung sudah membuat janji kalau keduanya akan pergi ke makan orang tua Jay.
Jay membuka pintu tersebut, tak lupa membawa kertas tagihan yang otomatis keluar setelah ia membuka pintu dan menandai mesinnya bahwa ia betulan selesai.
Kaki Jay sedikit tersentak, langkah terhenti beberapa jenak ketika laki-laki bernama Kim Sunoo itu berdiri di depan pintu kaca sambil tersenyum lebar.
“Kau baru selesai, Hyung?” Ia bertanya sambil berjalan mendekati Jay yang hendak menuruni anak tangga.
“Iya, aku menikmati suasana di studionya. Sungguh mengaggumkan, bahkan aku sampai tak sadar diri. Dan … suara dari senar barunya sangat menakjubkan!” puji Jay sambil menatap berseri-seri.
“Syukurlah jika kau suka, Hyung. Na haeng bok haeuyo.” Kim Sunoo, laki-laki itu menatap dengan saksama.
Keduanya menuruni anak tangga. Sesekali kaki Jay mengiring langkah Sunoo seirama, begitu sebaliknya.
“Kau masih akan bekerja setelah ini?” tanya Jay melirik lembut. “En-Fever biasanya buka sampai jam berapa? Apa layanan studio band-nya buka setiap hari dan sepanjang malam?”
“Iya, studio buka sepanjang malam. Kami gantian shift. Aku juga pulang setelah ini,” sahutnya sambil sedikit tertawa. “Sunghoon Hyung akan marah jika anak-anak di bawah umur sepertiku bekerja sampai larut malam!”
“Memang berapa umurmu, Sunoo-ya?” telisik Jay tersenyum simpul.
“Dua puluh, tapi di matanya tak kurang tak lebih hanya anak dua belas tahun yang mencari pekerjaan di bawah keteknya!”
Kedua laki-laki itu tertawa renyah.
“Apa kau lapar?” tanya Jay dengan tatapan memelas. Nanar binar matanya membuat Sunoo menelan ludah.
“Sedikit. Kenapa memangnya?” tanya Sunoo celingukan sambil meremas jemarinya di balik pinggang.
Melihat itu Jay lekas turun dua anak tangga lebih dulu. Ia hanya tak ingin membuat sosok laki-laki di sebelahnya itu tidak nyaman.
“Tidak, sih. Aku hanya masih penasaran soal ceritamu tentang cerita alat-alat musik yang kau sentuh dengan tuannya.”
Ia tertawa, suaranya yang renyah lembut dengan sedikit aksen khasnya yang manis membuat kuduk Jay merinding. Suara tawanya benar-benar lepas.
“Hyung, sebetulnya sejak dulu tak ada yang pernah mempercayai. Mereka pikir aku begitu karena sepanjang waktu aku akan di depan meja. Mereka berpikir, aku terlalu imajinatif.”
“Lalu, jika sekarang aku ingin mendengarnya. Bagaimana?” Jay memirsa dengan tsjam. “Kau belum menceritakan apa yang gitar kesayanganku ceritakan padamu!”
Kim Sunoo hanya mematung bego. Wajah bengongnya membuat Jay tertawa kecil. “Jika seseorang mempercayainya, bagaimana? Bisakah aku mendengarnya?” todong Jay sedikit mendesak.
“Aku … aku harus membantu Hong Eun-Chae kami akan bergegas pulang setelah ini!” tandasnya buru-buru menuruni anak tangga, melewati Jay. Sayangnya, ayunan tangan itu Jay tangkap dengan cepat.
“Jika merusakkan gitarku bisa membuatmu bercerita aku akan melemparnya sekarang juga!” kata Jay sedikit meninggikan suaranya.
“Hyung, cengkeraman tanganmu terlalu kuat!” lirihnya, merintih sambil menatap sayu.
Jay melepaskan tangannya, membuat Sunoo nyaris terjauh dari tempatnya berdiri. “Maaf,” katanya.
cfg
“Kenapa aku ingin tau, karena gitar ini Paman belikan untukku, katanya aku benar-benar seperti bintang yang bernyanyi jika menyentuhnya. Tapi terkadang, aku tak bisa menikmati semuanya.”
Jay menutupi wajahnya yang memverah dengan lengannya. Berjalan mensejajarkan dirinya dengan laki-laki itu. Kepalanya mendarat di bahu Sunoo. “Apa dia mengatakan padamu kalau aku kesepian setiap kali sentuh tubuhnya?” rintih Jay.
Air mata Sunoo tiba-tiba jatuh. Ia mendorong Jay sekuat tenaga. “Maaf, aku akan berkemas!” Ia berlari menuruni anak tangga tanpa menoleh lagi.
*
Jay merebahkan tubuhnya di ranjang. Sementara itu, di waktu yang sama Kim Sunoo terlihat duduk di depan perapian. Ia memainkan kalimba. Seorang wanita paruh baya duduk di dekatnya sambil membawa tatakan kecil.
“Sunoo-ya, sejak pulang bekerja kau tampak kurang sehat. Apa ada yang aneh? Apa ada pelanggan toko yang mencoba kabur tanpa bayar lagi? Apa Hoon memaksamu belanja bir dan rokok lagi?”
Ia tersenyum manis.
“Tidak ada, Bu. Tidak ada masalah apa pun. Aku hanya sedang merasa capek, hari ini ada beberapa pelanggan toko yang datang memperbaiki alat musiknya. Jariku sedikit sakit.”
“Jangan terlalu memaksakan diri. Sesekali ambil waktu libur seperti Eun-Chae, toh, Hoon juga tidak setiap hari datang ke sana untuk memeriksa!”
“Dia bisa lebih marah, Bu!”
“Sunoo-ya, apa kau benar-benar menikmati pekerjaanmu? Bisa saja kau terpaksa karena Appa dan Eomma bekerja di bidang ini. Kau boleh memilih pekerjaan yang lain. Kalau di toko—”
“Tidak, tidak, tidak, Bu. Aku menikmatinya. Bahkan seseorang ingin aku menceritakan bagaimana gitarnya membicarakan dia ketika bermusik,” jelas Sunoo.
“Wah, Ibu yakin dia pasti menyayangi gitarnya. Dia pasti pendengar yang baik!” Wanita itu mengusap-usap pusat kepala Sunoo.
“Emm, dia pendengar yang baik.” Sunoo menatap ke arah perapian sambil memeluk lututnya.
Dia bahkan pengamat yang baik. Sepanjang aku menyentuh gitarnya, dia menatapku, matanya menginduk jemariku. Dia membuatku gugup, matanya bicara seakan dia menyakini sesuatu.
Mata kami bertemu kembali. Dan aku menemukannya, menemukannya, menemukannya lagi.
🦊
YYohooo.
Publikasi 14 Mei 2022
Republish 9 Maret 2024
Note : ¥setelah bab ini diakun setelah aku hiatus lama. Dan baru up lagi sekitar Agustus 2023. Sama kaya FF Bangchan × Changbin, awalnya 2019 hiatus mulai lagi 2021 hiatus dan mulai lagi 2023.
List FF yang kubuat dulu dan hiatus.
Ai No Katachi, FF dari Koe No Katachi
RUIN, FF Fruits Basket
IN-Regret, FF INTERSECTION Tokyo
I'm Pale, FF Changbin
Sound of Destiny, AU Hashizume Mika
MTBD, AU Brian Domani, Al dan El, Bio One.
Yang saat itu masih berbentuk premis (2020-2022)
Match, FF Miyuki Kazuya (Dia no A)
Toyko Night, FF William Aoyama
Sasuka, FF Rin Matsuoka (Free!!!)
Dan banyak wkwkw dalam posisi mangkrak sampai premis, sinopsis, atau prolog doang karena saat itu lebih milih fokus ikut lomba nulis yang tema dan genre tertentu (dari penerbit biasanya nggak ada FF);)
Nanti satu saat aku post ulang di sini walau sepi. Kek pengin aja ehehe.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top