|| 9 || Mengungkap Sosok Misterius
Ignicia:
Girl From Hell
A novel by Zivia Zee
•••
Malam itu ia mengetuk pintu rumah Walikota Franklin yang begitu terbuka, ia langsung disambut wajah pucat walikota.
"Ignicia, apa yang kau lakukan di sini? Pulanglah! Aku bisa kena masalah jika ayahmu tahu." Lelaki itu bergidik dari ujung rambut sampai ujung kaki.
"Hai, Tuan Walikota!" sapanya riang. "Ayo, temani aku ke balai kota."
"Ke balai kota?" Semerta saja Walikota Franklin merasakan udara dingin membelai sekujur tubuhnya. "Buat apa ke sana? Tempat itu ditutup setelah ... malam pembunuhan itu."
Ia berbisik di akhir kalimatnya. Seolah-olah takut angin yang berlalu-lalang malam itu akan mendengar kata-katanya. Ignicia menggeleng tak habis pikir. Bahkan pria itu meringkuk di balik pintunya.
"Kalau Vader tahu kau membiarkan diriku pergi ke balai kota sendirian," ia berpaling dan mulai berjalan pergi, "aku tidak bisa bilang apa-apa."
"I-ignicia!"
Mau tidak mau, Walikota Franklin mengikuti gadis itu pergi ke tempat yang kini dikenal paling menakutkan di Buttervia. Mereka pergi menggunakan kereta kuda. Membutuhkan waktu selama setengah jam untuk sampai di sana, dan selama itu pula Walikota Franklin tidak berhenti menggetarkan kakinya. Membangunkan urgensi dalam diri Ignicia untuk membakar kaki itu hingga lepas dari tulangnya.
Begitu sampai, mereka langsung disambut oleh pemandangan bangunan balai yang gelap gulita. Tidak biasanya, sebab balai kota selalu ramai dan penuh cahaya pada hari-hari biasa. Namun, insiden baru-baru ini nampaknya merubah suasana tempat itu menjadi begitu berkebalikan.
Ignicia turun dari kereta diikuti dengan Walikota yang mengekor sembari meringkuk di belakangnya. Suara keriut pintu utama balai saja dapat membuat pria itu berjegit seolah-olah ada ular hinggap di kakinya. Ignicia pun tak kuasa memutar bola mata jengah.
"Holan!" teriak Ignicia pada ruang kehampaan. Suaranya bergema kemudian. "Holan, apa kau di sana?"
Di dalam gedung itu gelap. Tidak ada lampu menyala. Satu-satunya penerangan hanya berasal dari pendar cahaya lampu gantung di luar dan cahaya bulan yang masuk melalui jendela. Beberapa saat usai gaung terakhir dari suara Ignicia, terdengar erangan tertahan seseorang. Suara seseorang yang berusaha berbicara namun mulutnya tersumbat sesuatu. Walikota Franklin langsung terlonjak begitu suara itu bergaung di dinding. Sementara Ignicia berlari ke dalam, mengikuti asal suara tersebut.
"Holan!" serunya riang. Saat menemukan lelaki itu terikat di kursi di tengah-tengah aula dansa.
Walikota Franklin terkejut bukan main mendapati Holan Orwell ada di tempat yang tak ia duga-duga. Ia berseru kacau. "Ya ampun! Tuan Orwell, apa yang terjadi padamu?"
Holan menggeliat hingga penyumbat mulutnya turun ke bawah. "Ignicia, Walikota Franklin, tolong aku! Se-sebelum orang itu kembali, cepat lepaskan ikatanku. Kita harus segera pergi dari!"
"A-ah ... te-tentu saja—"
"Tunggu dulu," cegah Ignicia saat Walikota Franklin hendak menghampiri Holan. "Jangan tolong dia dulu. Holan, bisakah kau bersabar? Kita harus menunggu satu orang lagi."
"A-apa maksudmu? Ignicia, kita akan mati di sini jika kau tidak melepaskanku! Le-lepaskan ikatanku. A-aku mohon! Aku tidak mau mati!" Lelaki itu mulai terisak.
Ignicia berujar tenang. "Justru karena itu, karena sudah jadi begini, sudah banyak hal yang terjadi, bukankah ini waktu yang tepat untuk mengakhiri semuanya? Aku berencana mengungkap kebenaran. Jadi, kau sabar dulu, Cengeng."
"Nona Ignicia, Tidak baik begini. Ayo kita lepaskan Holan dan segera keluar—"
"Aku bilang tidak!" Ignicia berseru marah. Api menggelepar dari telapak tangannya mengejutkan semua orang di sana, terutama Walikota Franklin yang langsung terjatuh.
"I-ignicia ...."
"Uh, uh, uh ... mengapa kau ketakutan begitu? Bukankah kau sudah pernah melihat jati diriku?"
Holan menatap keduanya dengan kebingungan. "A-apa yang sedang terjadi?"
"Jika kau bermain dengan seseorang, kau harus mengetahui identitas teman bermainmu." Ignicia menghadap Walikota Franklin. "Nah, apa kau tau siapa aku, Tuan Walikota? Karena aku tahu siapa dirimu!"
"A-apa maksudmu?"
"Kau 'kan saksi yang kabur malam itu! Kau saksi yang dimaksud Wiliam Callery."
Walikota Franklin gemetar bukan main. Suaranya tercekat di tenggorokan. Menolak keluar.
"Aku ... aku ...."
"Awalnya aku memang ragu. Tapi, hawa keberadaanmu menggangguku dan akhirnya aku tahu mengapa. Itu memang kau."
"A-aku ... Aku tidak sengaja!" seru Walikota Franklin tiba-tiba. Pria itu kemudian meraung-raung. Menangis sampai terlihat hampir gila. "Aku tidak sengaja! Aku ... aku hanya ingin mengecek anak-anak karena aku khawatir akan terjadi sesuatu. Aku tidak sengaja melihatmu membunuh Nona Ziegenwed! To-tolong jangan bunuh aku!"
Walikota Franklin terisak-isak di bawah lengannya sendiri. Ignicia berjalan mengelilinginya, memperbesar suasana teror.
"Ya, kau pasti tidak sengaja. Tidak mungkin orang bodoh sepertimu punya agenda tertentu denganku. Tapi, soal menguntitku itu pasti lain cerita."
Tangisnya berhenti. Walikota Franklin menatapnya ngeri. Seketika saja, wajah pria itu jadi lebih pucat daripada sebelumnya. Ignicia mengangkat alis melihat reaksi Yang ia dapatkan. Walikota termundur kaku.
"A-apa maksudmu?"
"Oh, maaf. Bukan kau." Gadis itu menyeringai kering. "Bukan kau. Tapi, benalu yang menempel padamu."
"A-aku tidak mengerti."
"Huft! Apa sampai saat ini masih ingin bermain petak umpet? Kau tahu aku bisa merasakan hawa keberadaanmu 'kan?"
"Te-tentu saja," balas Walikota Franklin gugup. "Aku ... aku ada di depanmu—"
"Bukan kau," ketus Ignicia. Walikota Franklin membisu. Dilihat dari eskpresi wajahnya, jantung pria itu pasti berdebar kencang karena tubuhnya bergetar hebat. "Maksudku kau. Benalu yang menempel pada walikota, yang membuatnya tetap diam meski mengetahui identitas asliku. Itu perbuatanmu 'kan? Kau yang menguntitku. Kau juga yang menjebakku di alun-alun kemarin. Jujur saja, aku tidak menyangka permainan ini akan sampai pada titik itu. Berhubung kau sudah mengejutkanku, tidakkah kau ingin mengambil kehormatan untuk bertemu langsung denganku? Hmm? aku berbicara denganmu wahai—"
"Diamlah!" seru Walikota Franklin tiba-tiba. Ia memeluk dirinya sendiri dengan gestur defensif. "Kau akan membuat kita terbunuh! Monster itu ... monster itu ... Ki-kita akan dihabisi—"
"Ck." Ignicia menatap nyalang ke arahnya. "Ya, kau akan membuat dirimu sendiri terbunuh."
Ia membuka telapak tangannya ke arah Walikota Franklin. Dalam sepersekian detik, semburan api oranye keluar dari tangannya. Apinya membakar bokong topi tinggi berwarna putih di atas kepala Walikota Franklin yang malam. Membuat pria itu berteriak heboh, terjengkang-jengkang berlari keluar aula dansa.
Di saat yang sama, kebetulan sekali Cas datang di waktu yang tepat. Seringai Ignicia menghiasi wajahnya.
"Bagaimana?"
"Seperti yang Nona duga, makam Zanette Ziegler kosong."
Mata Ignicia beralih pada kegelapan lorong di depan dirinya. Taring runcing mengintip dari balik senyumnya.
"Nah, bagaimana? Apa kau masih ingin terus menyembunyikan dirimu, Nona Ziegler? Atau aku harus memanggilmu Dewa Ra?" katanya, pada sosok di balik kegelapan sana.
Perlahan-lahan, sosok itu mulai memperlihatkan dirinya. Berjalan dari balik kegelapan, mengungkap diri di bawah cahaya bulan. Seorang perempuan bertudung dengan wajah yang dihiasi seringai licik. Dengan mata yang telah berganti dengan kekosongan, wajah pucat dan bibir membiru. Bahana langkahnya pelan dan konstan, mengantarkan dirinya ke hadapan Ignicia.
Mayat Zanette Ziegler yang telah dirasuki oleh roh Dewa Ra.
"Cukup pintar juga kamu, monster kecil," kata sosok itu. "Aku merasa ini semakin menarik."
"Ha ... Haha ...." di seberang sana, tawa Holan terdengar mengekeh pelan. Namun seiring tapi pasti suara yang lelaki itu mulai menggelegar menyentuh seisi ruangan.
Ignicia berpaling dari mayat bermata kosong Zanette yang kini dirasuki dewa Ra, memandang bocah lelaki yang kini terikat di kursi.
"Ah, aku hampir lupa tentang kau," katanya, kembali menaruh minat pada si bocah pirang.
"Aku cukup terkesan." Tali-tali yang mengikat lengannya terurai ke bawah. "Rupanya selera bocah ini tidak buruk juga."
Ignicia terkekeh.
"Akhirnya kamu menunjukkan wajahmu yang asli," lelaki itu bangkit dari kursi. Seluruh gurat ketakutan yang membayangi wajahnya telah hilang. Berganti dengan tatapan berkilat jahat dan senyum miring. Memandangi Ignicia yang membeberkan identitas aslinya, "Mata Ra."
•
Jangan lupa mampir ke seri Leanders yang lain!!
Leanders Series:
1. Asmosius: The Master of Rats Ralorra
2. Wulfer: The Black Snout ashwonders
3. Eberulf: The Black Fang Azza_Fatime
4. Debora: Vervloekte Hand Aesyzen-x
5. Ignicia: Girl From Hell ZiviaZee
See you on the next chapter 👋🏻👋🏻
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top