Bab 5
Laki-laki itu tengah menonton konten review makanan UMKM di kanal youtube ketika panggilan teleponnya tersambung. Di layar tab miliknya, menampilkan seorang vlogger cantik sedang menikmati hidangan pempek sambil mengutarakan beberapa pendapatnya mengenai cita rasa makanan tersebut. Disadari atau tidak, Mark menatap vlogger cantik itu tanpa kedip. Ini entah sudah konten yang keberapa, Mark tidak ingat jelas. Yang pasti sejak dua hari lalu, ia sibuk mengulik chanel youtube tersebut.
"Lukman, lo di mana? Lagi sibuk nggak?" tanya Mark begitu mendengar sapaan dari laki-laki teman SMAnya.
"Lagi istirahat sebentar. Abis nyiapin barang dagangan. Kenapa, Pak Bos?" Suara renyah lengkap dengan derai tawa khas Lukman terdengar. Mark melirik jam di pergelangan tangannya, 10 menit lagi tepat pukul 3 sore.
"Gini, gue kemarin 'kan sempat mampir ke tempat lo. Tapi, pas lo lagi nggak ada. Ada karyawan lo doang. Nah, teman gue, kebetulan suka bikin konten youtube gitu. Keberatan nggak, kalau teman gue ngonten di tempat lo?"
"Siapa? Gila, keren ya, sekarang, Pak Bos yang satu ini. Temannya artis-artis. Ini teman apa pacar? Tumben lo gandeng perempuan. Bagus deh, kalau udah nemu jodohnya. Ikut senang gue sebagai teman lo."
Mark terkekeh. "Nggak gitu. Teman kok, beneran. Kebetulan makanan lo juga 'kan juara. Tahu Maurie, nggak? Dulu dia model iklan."
"Maurie? Maurie yang mana? Chanel youtubenya apa?"
"Maurie Tunggadewi. Coba cari deh, nama chanel youtubenya MauriTD."
Lama terdiam. Mark mengetuk-ketuk permukaan meja dengan ujung jarinya, menunggu jawaban dari Lukman.
"Oh, ini? Iya, gue tahu. Kok, lo bisa kenal? Tahu aja lagi orangnya cakep. Bini gue sering nonton ini, mah. Ya udah, kemari aja. Kapan? Kabarin aja, biar kita stand by. Seneng banget ini mah si Arum kalau tahu bakal kedatangan idolanya."
Mark berderai tawa mendengar celotehan dari Lukmanul Hakim. Laki-laki keturunan betawi itu memiliki gaya bicara yang khas selayaknya orang betawi. Mark memutar kursinya hingga menghadap ke jendela.
"Emang siapa yang nggak kenal dia? Tapi pertanyaan lo nggak salah, sih. Dia itu brand ambasador minuman franchice gue. Makanya, gue jadi kenal dia. Jadi, lo nggak keberatan, kan?"
"Nggak lah. Maurie gitu. Dengan senang hati malah. Apalagi lo temen gue."
"Oke, deh. Makasih ya, Bre. Sorry, ganggu sore-sore. Nanti, gue kabarin kapan Maurie bisa ke sana. Jangan lupa, kabarin Arum biar senang."
"Siap. Gue yang makasih, lo udah banyak bantu gue. Malah mau datengin artis lagi. Pokoknya, ditunggu kabarnya."
Tanpa disadari, kini bibirnya melengkung penuh. Segera, laki-laki itu menelepon Maurie sesuai janjinya. Tidak perlu menunggu lama, gadis itu pun langsung menjawab panggilan teleponnya.
"Lagi sibuk nggak, Maurie?" tanya Mark mengambang. Seorang vlogger seperti Maurie sudah pasti punya banyak susunan pekerjaan meskipun memang waktunya fleksibel. Mark tahu benar.
"Nggak terlalu. Habis selesai bikin video sih. Kenapa?"
"Aku pengen ngobrol soal konten di teman aku sih. Tapi enaknya ngobrol langsung. Kalau kamu ada waktu, nanti aku pulang dari kantor, mampir ke rumah kamu sebentar." Mark terdiam, kaget dengan kalimatnya sendiri. Begitu mudahnya kalimat itu meluncur dari mulutnya tanpa terpikirkan lebih dahulu. Padahal, daripada membuang waktu berputar ke menteng dalam, lebih baik dia pulang ke apartemennya yang letaknya tidak jauh dari kantornya di Kasablanka.
"Oh, boleh. Aku ada kerjaan sebentar sih. Pas lah kalau kamu nanti ke sini, aku selesai. Nanti telepon aja kalau udah di depan. Oke?"
"Oke, deh. See you, Maurie. Aku kabarin nanti kalau mau otw."
Laki-laki itu meletakkan kembali ponselnya. Ia kembali melanjutkan pekerjaannya dengan semangat yang berbeda. Jauh lebih membara dari semangat paginya. Di dalam diri, mengakui kalau saat ini Mark ingin segera pulang.
"Permisi, Pak Mark?"
Sebuah suara di depan pintu ruangan, menghentikan jari Mark. Tanpa mengangkat wajah, ia tahu siapa yang berada di depan pintu ruangannya.
"Masuk, Tri," sahut Mark sambil kembali melanjutkan pekerjaannya.
Astri masuk dengan memberikan anggukan kepala dan senyum sopan. "Pak, Ada Bu Olive mau ketemu Bapak."
"Bu Olive? Saya nggak ada janji dari PT Indo Rasa. Ada apa, ya?" Mark mengerutkan dahi. Memang seingatnya, ia tidak memiliki janji atau meeting dengan rekan bisnis yang mensupply susu dan kreamer kualitas premium yang sudah bekerja sama dengannya sejak Up 'n Down berdiri itu.
"Saya cuma mampir, emang nggak boleh?"
Seseorang menyeruak masuk diiringi suara ketukan heels keluaran eropa. Rambut coklat lurusnya tergerai sepundak. Sebuah minidress berbalut blazer menyempurnakan tubuh tinggi rampingnya. Wanita 33 tahun itu pernah menjadi incaran Leo, namun sayang gayung tak pernah bersambut.
"Oh, boleh. Tumben, ada angin apa?" Mark segera berdiri menyambut kedatangan wanita single yang menduduki posisi sebagai direktur marketing PT Indo Rasa sudah hampir 5 tahun.
Bibir merah Olivia merekah mendapati Mark kini berada di hadapannya. Sementara Astri segera meninggalkan dua boss itu, kembali ke mejanya tanpa menunggu perintah dari Mark.
"Cuma mau mampir aja, kebetulan lewat. Lagian udah lama nggak ngobrol sama kamu. Ada waktu?" ujar Olivia sambil mengekori langkah Mark menuju ke sofa.
"Sedikit. Karena rencananya aku mau pulang tepat waktu. Ada janji di luar sama orang," jawab Mark berterus terang.
"Oh? Jasmine?"
Mark menggeleng. Bibirnya tersenyum tipis. Yang menjadi pertanyaan baginya adalah mengapa semua orang masih menyangkutpautkan urusannya dengan mantan istrinya itu? Padahal ia sudah tidak berhubungan lagi dengan Jasmine. Pun semua orang tahu.
"Ada lah. Lagian kenapa harus Jasmine? Kamu 'kan tahu aku udah lama nggak komunikasi sama dia," sahut Mark. Dia bukan tidak tahu, kalau Olivia getol mencari tahu tentang dirinya soal Jasmine. Itu gara-gara Leo yang keceplosan. Niat hati ingin akrab dengan Olivia agar bisa menarik hatinya. Namun yang terjadi justru Leo yang dimanfaatkan untuk mencari tahu soal Mark.
"Aku pikir, kamu balikan lagi sama Jasmine. Baguslah kalau bukan. Oya, kabarnya kamu jadi pakai BA?"
"Jadi. Kemarin dia udah mulai join di studio. Pasti Leo cerita." Mark tahu benar mulutnya Leo jika sudah berhasil diambil hatinya.
Olivia tertawa, "Nggak. Aku malah belum ketemu Leo. Denger-denger gosip aja. Kenapa kamu nggak ambil artis yang lagi naik daun aja? Padahal, kalau kamu bilang, aku ada beberapa rekomendasi lho."
"Dia juga nggak kalah bagus, kok. Bahkan lidahnya bisa lebih dipercaya karena sering mereview produk. Pengikutnya juga nggak kalah banyak. Sejauh ini, aku puas sama kinerjanya."
"Siapa sih? Penasaran. Kenalin ke aku dong, Mark."
"Lihat nanti, ya," ucap Mark dengan sangat hati-hati. Mengenalkan perempuan seperti Maurie pada Olivia sepertinya bukan sebuah keharusan. "Oya, jadi, apa yang mau dibicarakan?"
"Mau jalan sekarang? Nggak bisa sebentar lagi?"
"Nggak enak, Liv. Udah janjian sama orang."
"Oke, deh. Besok makan siang bareng bisa?"
Mark mengembuskan napas sambil mengusap tengkuk. Ia lantas mengedikkan bahu. "Belum tahu juga. Tapi kalau Leo, besok free dia."
Olivia berdecih, "Aku ngajaknya kamu. Bukan Leo. Ya udah, nanti kabarin aja bisa enggaknya. Aku berharapnya sih, bisa. Kalau gitu, aku pulang dulu."
Mark segera beranjak kala Olivia bersiap untuk pergi. Seperti biasa, ia selalu memperlakukan wanita dengan baik, membukakan pintu dengan senyum hangatnya.
***
Selepas kepergian Olivia, Mark segera berkemas. Ia tidak sabar untuk bergegas melajukan mobilnya menuju ke Menteng Dalam. Sebelumnya, ia mengirimi pesan singkat pada Maurie bahwa dirinya akan segera ke rumah gadis cantik berambut hitam itu.
Sesuai prediksi, bahwa ia membutuhkan waktu lebih lama dikarenakan kondisi lalu lintas Kasablanka mulai padat oleh pekerja yang baru pulang. Ia berhenti di depan rumah berlantai dua setelah setengah jam lebih merasakan kepadatan lalu lintas.
Ia segera turun dari mobil, berniat untuk menekan bel di dekat pintu gerbang. Namun, urung ketika seseorang membuka gerbang, hendak menemui ojek online yang mengantar pesanan makanan. Untuk sesaat keduanya hanya saling bertatapan, sebelum salah satunya tergagap.
"Lho, Pak Mark?" ucapnya dengan nada tak percaya dengan apa yang dilihat. Melissa beberapa kali mengerjapkan matanya. Sebelum kemudian melangkah gamang, meninggalkan Mark sebentar untuk mengambil pesanannya. Tidak lama, ia kembali menghampiri Mark.
"Ada perlu apa, Pak? Kok, nggak kasih kabar dulu?" tanya Melissa.
Mark tersenyum simpul. "Saya ada janjian sama Maurie."
"Lho? Kenapa nggak telepon aja? Biar kita yang ke sana. Nggak enak lho, Pak Mark sampai harus ke sini."
"Nggak apa-apa. Bukan masalah pekerjaan, kok. Oya, boleh saya minta tolong?"
"Apa, ya?"
"Jangan kasih tahu Maurie soal saya."
Melissa membelalakkan mata. "Maurie belum tahu kalau Pak Mark ini..."
Mark memotong kalimat Melissa dengan gelengan kepala, lengkap dengan senyum meringis. Seakan mengerti, Melissa segera mengangguk.
"Tapi, memangnya kenapa? Bagaimanapun, saya mesti tahu alasannya, kan?"
"Kita kenal Maurie secara tidak sengaja. Jadi, sementara, biar Maurie tahu saya sebagai teman. Itu lebih baik."
Melissa terdiam sesaat, sebelum mengambil keputusan untuk setuju, menerima alasan Mark. Mungkin agar Maurie tidak sungkan untuk berteman. Bagi Mark sendiri, alasan pastinya, ia hanya ingin berteman dengan leluasa tanpa terhalang status. Selama ini, ia mengakui tidak banyak teman yang seasik Maurie.
"Baiklah. Mari, masuk, Pak. Maurie lagi beberes."
"Panggil Mark aja kalau boleh."
"Oh, oke. Agak kaku sih jadinya. Tapi nggak apa-apa kalau itu yang diinginkan."
Melissa terdiam sesaat berjalan beriringan dengan Mark. Bibirnya tersenyum samar seiring dengan kelegaan yang menyeruak. Lega, ternyata teman baru Maurie bukan orang sembarangan. Ia percaya, Mark adalah orang yang baik. Mark tidak akan membawa adik satu-satunya itu pada hal-hal yang buruk. Bagaimana pembawaan Mark, Melissa setidaknya tidak perlu meraba.
"Tapi sebelumnya, maaf, ya, kalau misal adik saya agak bar-bar, semaunya sendiri. Di luar pekerjaan, Maurie itu sukanya semaunya sendiri."
"Justru itu bagus, kan? Nggak perlu berpura-pura."
"Memang sih. Sebentar ya, saya panggilin dulu biar cepetan. Dia suka santai anaknya."
***
Tbc
6 Januari 2023
Salam,
S. Andi
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top