27. Berbaikan - Season 1: End
IF WE START AGAIN
Bab 27: Berbaikan (Runa's POV)
***
Runa melewati sepanjang pagi dengan hati yang tenang. Tidak segundah hari sebelum-sebelumnya. Dia berhasil berkonsentrasi pada mata pelajaran pertama, dan hingga jam istirahat berdentang, Runa bersyukur tidak terdistraksi dari apa yang memang seharusnya dia lakukan ketika di kelas; mendengarkan, mengikuti pembelajaran dengan baik.
Hamdalah. Setelah masalah bertubi-tubi datang menghantam dan membuat Runa jadi kacau balau beberapa hari terakhir, Runa bisa mendapat hari seperti ini.
Tadi malam, Ray mengabari kalau kos-kosan yang Runa booking bisa ditempati lusa besok. Kalau mau, Runa bisa mulai berkemas dan packing segala hal yang mau dibawa ke kos. Begitu kata Ray.
Tentu saja ini tuh kabar bahagia buat Runa. Akhirnya dia tidak perlu lagi merepotkan Tata, meskipun memang Tata selalu menampik kalau Runa itu tidak bikin repot kok. Namun, tetap saja ... bagi Runa yang memang prefer hidup sendiri, kabar dari Ray itu jelas bikin mood-nya jauh lebih baik.
Bel istirahat sudah berbunyi, dan guru yang mengajar pun sudah pamit. Menyisakan siswa-siswi sebelas IPA tiga yang bersiap buat istirahat. Termasuk, Runa dan Tata.
Iya niatnya memang begitu, sebelum satu panggilan membuyarkannya,
"Hoi, Na!" Suara Ray, dan benar saja. Tampak cowok itu melambaikan tangan dan masuk kelas, berjalan mendekati meja Runa. "Oh, halo juga, Ta!" sapa Ray kepada Tata yang duduk di sebelah Runa.
"Hei," Tata balas menyapa. "Jadi, gimana detailnya? Udah bisa ditempati dengan aman besok?" tanyanya.
"Beres lah pokoknya." Ray mengacungkan jempol, lalu beralih menatap Runa. "Hari ini orangnya udah pindah. Ntar pas balik sekolah, mau gue bersihin dulu biar Runa siap pakai aja."
Runa meringis. "Padahal kalau nggak dibersihin juga nggak apa-apa, Ray. Biar gue ngelakuinnya sendiri."
"Nggak bisa gitu, Nona Muda." Ray terkekeh. "Standar operasionalnya kudu begitu. Gue bersihin dulu sampai layak buat ditempati. Kapok gue kena komplain penghuni baru gara-gara ada kecoak di belakang lemari. Sampe kena omel Bokap gara-gara tuh orang nyari bokap gue dan ngadu."
"Emang tampang gue kayak orang tukang adu gitu?" Runa manyun.
"Bukan lo, sih, tapi orang lain." Ray melirik Tata, mengerling jail.
Tata tanpa segan mendaratkan satu cubitan di lengan sasa Ray. "Bener-bener ya lo nyindirnya. Sebut nama aja sekalian, Dodol!"
"Bukan nyindir lagi dong namanya." Tawa Ray lepas.
Runa ikut terkekeh sebelum berkata dengan serius, "Tapi serius, Ray, makasih banget buat bantuannya."
"Aih! Santai aja kali, Na." Ray mengibaskan tangan, lantas menepuk ringan pundak Runa beberapa kali. "Gue bakal bantu sebisa gue. Bilang aja ke gue, pokoknya. Eh, by the way, ini gue main tepak-tepuk gini nggak bakal ada yang marah kan?" Cowok itu mengedipkan sebelah mata, usil.
"Bisa aja lo, Malih!" Tata menampar tangan Ray main-main. "Dasar buaya kardus!"
"Lah? Kok situ yang sewot?" Ray menggoda, lantas beralih menatap Runa. "Runa aja santuy. Ya 'kan, Na? Belum ada pawang kan?"
Runa tertawa. "Lo kira gue hujan?" Cewek itu menunjuk Tata dengan dagu. "Tuh pawang gue, kalau emang gue perlu pawang. Izin dulu lo sama dia."
"Oh, kalau Tata gue nggak takut sih."
"HOI RAY!" Tata memelotot. "Betumbuklah kita di lapangan sekarang."
"Ampuuun!"
Tawa Runa berderai. Baru dia ingin menimbrung lagi, getar halus yang intens dari laci meja menghalangi niat tersebut. Dari intesitas getarnya, bisa Runa pastikan seseorang memanggil. Benar saja. Dan, orang itu ternyata ....
Arga.
Iya, benar. Arga. Arga yang itu. Argario Andana.
Runa refleks mengernyit, agak sedikit tidak menyangkan. Seingatnya, terakhir kali, Arga memblokir nomornya. Kesambet apa cowok itu sampai bersedia melakukan unblock dan menghubungi Runa lebih dahulu?
Apa jangan-jangan ....
Ah, nggak mungkin, pikir Runa.
Kendati demikian, Runa tetap berniat menerima panggilan tersebut. Diangkatnya wajah, menatap Tata dan Ray bergantian. Cewek itu tersenyum, melambaikan ponsel di tangan dan berdiri. "Gue mau terima telepon dulu, ya?"
Ray mengangguk, sementara Tata bilang biar Runa go ahead terima teleponnya.
Runa menjauh beberapa langkah, agak mepet ke dinding dan menerima panggilan tersebut. "Halo?" sapanya setelah mengucap salam.
Tidak ada suara buat sejenak. Lalu, "Lo di mana? Ini Miss Mala nyariin."
Runa mengerjap, lalu hampir menjerit dibuatnya. Cewek itu menepuk jidat pelan, merutuki diri dan kepikunan mendadak. "Gue on the way. Sori, sori."
"Oke."
Panggilan terputus begitu saja, dengan Arga sebagai pihak yang menutup lebih dahulu.
Buru-buru memasukkan ponsel ke saku seragam dan kembali ke meja. Dibukanya tas, mengambil notes dan alat tulis, lalu berpamitan,
"Ray, Ta, gue pergi dulu ya?"
"Eh?" Tata tampak bingung sebelum menjentikkan jari beberapa saat kemudian, "OH IYA! KE SANA GIH!"
"Ke mana?" tanya Ray.
"Ada urusan bentar." Runa melambaikan tangan, bergegas keluar kelas.
Langkahnya cepat. Sesekali, Runa menyapa dan balas menyapa pula beberapa orang yang berpapasan dengannya. Tidak butuh waktu lama, Runa tiba di depan pintu ruangan Miss Mala. Mengucap bismilah, Runa mengetuk pintu kaca yang dari dalam ditutupi gorden tersebut.
"Masuk!" Suara dari dalam mempersilakan.
Suara Miss Mala.
Runa sempat menenggak ludah sebelum membuka pintu ruangan tersebut. Begitu terbuka, terpaan AC sukses mengenai wajahnya. Runa mengerjap, mendapati Miss Mala dan Arga yang sudah duduk di sofa.
"Permisi, Miss." Runa menyapa sembari menutup kembali pintu.
"Halo, Runa." Miss Mala mengangguk, memberi isyarat ke arah sofa. "Silakan duduk dulu."
Runa mengangguk. Ditatapnya Arga sejenak. Cowok itu tampak sibuk dengan catatan di tangan. Ada rasa segan ketika Runa beranjak duduk di sofa yang sama dengan cowok tersebut. Itu pun Runa sudah duduk dan mengambil posisi dengan jarak yang lumayan.
"Langsung saja, berhubung Runa sudah datang." Miss Mala memulai pembicaraan. "Sebelumnya, terima kasih untuk kalian berdua karena sudah mau menunggu. Arga dan Runa, saya harap kita bisa bekerja sama."
Runa mengangguk. Diliriknya Arga yang duduk di sebelahnya dan mendapati cowok itu turut memberikan respons serupa.
"Tahun ini, saya kembali menjadi koordinator OSIS. Jadi, jika ada kesulitan, jangan sungkan untuk menghubungi saya." Miss Mala lantas menyerahkan dua buah amplop kepada Runa dan Arga, masing-masing mendapat satu. "Seperti yang sudah saya jelaskan, tahun ini kita agak sedikit berbeda. Tidak ada wakil ketua OSIS dalam jangka waktu tertentu, dan berdasarkan kesepakatan, waktu tersebut adalah sampai semester ini berakhir.
"Masih ada empat bulan untuk menilai, siapa di antara kalian yang akan meneruskan jabatan ketua OSIS nantinya. Jadi, saya harap, sebagai partner yang saya ingin lihat kesolidannya, kalian juga harus memberi performa terbaik untuk meyakinkan pihak sekolah. Mengerti?"
"Mengerti, Miss." Runa dan Arga menjawab bersamaan.
Miss Mala mengangguk. "Sebenarnya sekarang saya ingin menjelaskan terkait teknis dan apa saja yang harus dilakukan, tetapi mengingat waktu terbatas, saya rasa tidak akan maksimal. Apa kalian keberatan untuk datang ke rumah saya sore ini? Selepas magrib. Kita bicarakan soal ini di sana."
"Baik, Miss," Arga yang menyahut lebih dulu.
"Bagus." Miss Mala tampak puas. Tatapannya beralih kepada Runa. "Runa? Bagaimana?"
Tidak ada pilihan lain. Pada akhirnya, Runa cuma mengangguk, "Mengerti, Miss."
Miss Mala kembali mengangguk. "Di dalam amplop yang kalian pegang, ada bayangan apa yang akan kalian kerjakan dalam waktu dekat. Silakan dibaca nanti dengan saksama. Untuk sekarang, pembicaraan kita cukupkan sampai sini."
***
Selesai berbincang, Runa memutuskan untuk pamit, disusul Arga yang turut melakukan serupa. Runa keluar lebih dulu, dengan Arga membuntuti. Runa sempat akan berjalan duluan, meninggalkan Arga karena, jujur, dia masih agak kurang enak hati dengan cowok itu. Namun, siapa sangka, Arga justru menahan lengannya.
"Na?" panggil Arga. "Gue mau bicara, boleh?"
Runa menoleh, mendapati Arga mendekat dan berdiri di sebelahnya. Cewek itu sempat kebingungan. Kendati demikian, dia tetap mengangguk. "Sekarang?"
Giliran Arga yang mengangguk. "Sambil jalan ke kelas, ya?" Cowok itu menyejajarkan langlahnya dengan Runa. "Soal apa yang terjadi di antara kita ... gue mau minta maaf." Arga mulai bicara.
Runa terdiam, tidak tahu harus menjawab apa. Diliriknya Arga sebelum berkata, "That's okay. Gue paham, kok."
Arga menggeleng. "Gue harusnya nggak bersikap kekanak-kanakkan kayak gitu."
"Andai gue di posisi lo, gue mungkin bakal sama kecewanya, Ga. Nggak apa-apa. Gue ngerti."
"Tata udah cerita." Arga menoleh, menatap Runa. "Seharusnya gue nggak bersikap egois. Gue salah."
Mendengar nama Tata, Runa tidak bisa untuk tidak terkejut. Rupanya Tata benar-benar melabrak Arga sampai segininya. "Tata cerita apa aja?"
"Semuanya." Arga menghela napas. Cowok itu lantas berhenti ketika dia sudah sampai di depan kelasnya. Arga berbalik, menghadap Runa. Diulurkannya tangan. "Ayo bersaing secara sportif."
Runa tidak bisa buat tidak terharu. Disambutnya uluran tersebut seraya mengangguk, "Of course."
Perjuangan mereka baru saja dimulai. []
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top