26. Panggilan

IF WE START AGAIN
Bab 26: Panggilan (Runa's POV)

***

Di tengah-tengah kekalutan gara-gara hapenya mati mendadak, Runa mendengar ketukan dari luar kamar, diiringi suara Tata,

"Beib! Ini Tante Mala mau ngomong sama lo."

Miss Mala?

Runa mengerjap sebelum berdiri dan membukakan pintu. Dilihatnya Tata dengan santai memasuki kamar seraya menyerahkan hape kepadanya. Mau tidak mau, karena Tata bilang Miss Mala mau ngomong, Runa menerima ponsel tersebut dengan bingung.

Buat apa Miss Mala mencarinya di jam segini? Habis isya, kurang lebih sudah setengah jam setelah Runa selesai mendirikan salat.

"Halo, Miss?" sapa Runa setelah mengucap salam dan berbasa-basi sebentar. "Miss nyari saya?"

"Halo, Runa. Maaf harus nelepon Tata dulu biar bisa bicara dengan kamu. Saya coba hubungi hape kamu, tapi nggak aktif. Joe bilang, sekarang kamu tinggal dengan Tata, jadi saya pikir bukan ide buruk juga kalau minta tolong sama Tata," Miss Mala berbicara panjang lebar, tetapi tetap dengan gaya bicara elegan dan terdengar sekali elegannya.

Runa meringis tertahan, mengangguk meskipun tahu Miss Mala tidak akan bisa melihatnya. "Maaf, Miss. Hape saya mati mendadak, nggak tau kenapa." Cewek itu melirik Tata yang duduk di sofa kamar dan tengah membaca majalah. Sekilas, Runa bisa melihat Tata tampak tidak terganggu atau kelihatan kepo. Karena itu, dengan santai dia melanjutkan, "Kalau boleh tau, ada apa, Miss?"

Miss Mala berdeham sebentar sebelum berkata, "Tolong besok ke ruangan saya. Jam istirahat pertama. Saya ingin membicarakan sesuatu dengan kamu dan Arga."

"Umm ...." Runa menggaruk belakang leher, refleks. "Arga sedang demam, Miss. Saya nggak yakin dia besok bakal hadir ke sekolah."

"Insya Allah besok dia sudah bisa hadir." Miss Mala merespons klaim Runa. "Barusan saya sudah telepon dia. Demamnya sudah membaik, katanya. Besok dia bakal ke sekolah dan setuju ke ruangan saya pada jam pertama."

Runa menghela napas kecil, mengangguk-angguk kepada diri sendiri. Kalimat Miss Mala jelas; bahwa dirinya tidak punya pilihan selain setuju. "Baik, Miss." Cewek itu merapikan rambut yang sempat jatuh menutupi mata. "Ada yang harus saya bawa atau persiapkan, Miss, untuk besok?"

"Seharusnya nggak perlu membawa hal-hal spesifik," kata Miss Mala di ujung sana. "Cukup bawa alat tulis dan buku atau notes atau kertas atau sejenis. Besok kita akan bicarakan soal penugasan kalian berdua sebagai ketua OSIS yang baru."

Deg.

Runa tidak bisa buat tidak terpaku sejenak sekarang ini. Untungnya cuma sebentar, karena cewek itu lekas mengendalikan diri. "Baik, Miss."

"Sampai jumpa besok, Runa," Miss Mala menyudahi percakapan mereka. "Oh, kasih hapenya ke Tata. Saya mau bicara dengan dia."

Runa mengiakan. Dijauhkannya ponsel dari telinga, berdiri, mendekati Tata, dan menyerahkan benda di tangan kepada si empu barang. "Nih! Miss Mala mau ngomong, katanya."

"Oh oke, oke." Tata melepas majalah dan meletakkan di pangkuan. Disambutnya ponsel tersebut dari Runa. "Halo, Tan ...."

Usai mengembalikan ponsel Tata, Runa kembali ke ranjang. Ditatapnya sejenak ponselnya yang ada di atas kasur. Mati. Lalu, sudut mata Runa beralih melirik Tata yang masih bicara dengan Miss Mala.

Runa mengembuskan napas, mengesampingkan urusan ponselnya. Ditaruhnya hape ke laci nakas di samping tempat tidur. Runa akan mengutak-atiknya lagi nanti, setelah Tata keluar kamar. Mencoba menghidupkan ponsel pada saat ini bakal rawan ketahuan Tata. Bukan mustahil loh Tata akan membelikannya hape juga kalau sampai tahu hape Runa yang sekarang mulai bermasalah.

No, no. Runa tidak ingin. Tinggal bersama Tata saja, Runa sadari, sudah bikin repot sohibnya. Tidak perlu sampai merembet ke hal-hal lain.

Dengan santai Runa beranjak menuju meja belajar. Diceknya jadwal untuk esok hari, memastikan, lalu dengan cekatan disiapkannya semua barang. Baik buku maupun alat tulis, semua Runa jejalkan serapi mungkin dalam tas sekolah.

"Beib?"

Runa menoleh, mendapati Tata berdiri di belakangnya. "Hmm?"

"Tante Mala ngomong apa tadi?" tanya Tata. Sebelah tangannya bersandar pada sisi meja belajar Runa. "Gue sempat denger ada kata Arga sama OSIS. Jangan bilang—"

Runa mengangguk, menyela dengan cepat, "Udah waktunya, Ta."

Tata mengangguk-angguk. Dengan tulus, cewek itu menepuk-nepuk bahu Runa dengan sebelah tangan, menyemangati, "Semangat, Na! Lo pasti bisa. Nggak usah dengerin kalau ada yang nyinyir. Atau, bilang aja ke gue kalau ada yang julid. Ntar gue tinju satu-satu," celetuk Tata seraya beralih duduk di samping ranjang.

Runa tertawa pelan. "Bisa gitu coba, 'kan?" Kendati demikian, cewek itu mengangguk. "Amin, amin.  Doakan aja, Ta." Runa tersenyum.

"Pastilah itu, Beib," sahut Tata. Lalu, cewek itu menjerit tertahan, seperti sedang mendapat hadiah istimewa dari seseorang. "IH PUNYA SAUDARI SERU! Na, lo nggak mau pertimbangin lagi soal pindah ke kos Ray. Mending lo tinggal di sini aja."

"Nggak bisa gitu dong, Say," Runa menggeleng-geleng sambil memasukkan buku terakhir ke tas. "Kan udah janji sama Ray."

"Gampanglah itu, ih." Tata mengibaskan tangan. "Bisa kok diomongin sama Ray kalau lo nggak jadi pindah kos ke tempat dia." Cewek itu masih kekeh dengan keinginannya.

Runa mengembuskan napas, tersenyum. "Lo udah tau kan jawaban gue?"

"Iya, iya." Tata manyun. "Pasti lo bilang kalau lo nggak nyaman dan nggak mau ngerepotin gue."

"Salah dan benar." Runa terkekeh. "Salah kalau gue bilang nggak nyaman, bener soal ngerepotin lo."

"Ya itulah intinya." Tata menggaruk kepala yang sebenarnya tidak gatal. "Na?" panggilnya lagi.

Runa yang sudah selesai dan duduk di kursi menghadap Tata, menaikkan alis. "Ya?"

Sejenak, Tata terdiam. Gestur dan mimiknya seperti tengah menunjukkan kalau dia ingin mengatakan sesuatu, tapi ditahan. Seperti ada yang mengganjal ketika Tata akan mengatakannya. Runa bisa melihat itu dengan jelas.

"Ta?" panggil Runa seraya melambaikan tangan di depan muka Tata.

"Hmm?" Tata seperti tersadar dari lamunan.

"Lo mau bilang apa?"

"Oh itu," Tata tampak seperti berpikir sejenak sebelum bilang, "Besok ke salon, yuk."

"Salon?" ulang Runa, bingung. "Ngapain?'

"Nanam padi, Sis!" Tata merengut. "Ya perawatan dong. Gimana sih lo, ah?"

Runa ikut manyun. "Iya, iya. Besok ke salon, deh."

Bisa Runa lihat Tata seperti ingin mengatakan sesuatu lagi sebelum terpotong nada dering ponselnya. Seseorang menelepon kayaknya.

"Ray," kata Tata setelah melirik layar ponsel sebentar. Cewek itu menerima panggilan dan mendekatkan ponsel ke telinga. "Halo, Ray? Kenapa? Mau ngomong sama Runa? Oke, oke."

Runa mengernyit. Ngapain Ray mencarinya?

Sebelum Runa sempat bertanya, Tata keburu menyerahkan ponselnya kepada Runa. "Nih! Ray mau ngomong sesuatu, katanya."

Ragu, Runa menerimanya. "Halo, Ray? Kenapa—OH?" []





Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top