21. Another Ordinary Day
IF WE START AGAIN
Bab 21: Another Ordinary Day (Runa's POV)
***
Pagi-pagi buta, usai menunaikan salat subuh, Runa sudah turun dari kamar dan membantu melakukan pekerjaan rumahan. Meskipun asisten rumah tangga Tata sudah melarang dan berkata agar Runa tidak perlu repot-repot, Runa dengan tulus tetap membantu. Menyapu, mengepel, membersihkan halaman, dan juga menyiapkan sarapan.
Tentu saja Runa melakukan semua itu dengan diam-diam tanpa sepengetahuan Tata atau kedua orangtuanya. Plus, dia juga mewanti-wanti supaya asisten rumah tangga Tata untuk tutup mulut, yang untungnya langsung disambut anggukan oleh si bersangkutan. Bukannya apa sih ... masalahnya Tata pasti bakal memarahinya kalau sampai mendapati Runa mengerjakan pekerjaan rumah.
Seperti sekarang ini misalnya ....
"Loh? Na?"
Gerakan Runa mengepel beranda rumah langsung terhenti. Cewek itu meringis kecil, tidak menyangka kalau si empu suara bakal bangun secepat ini. Siapa lagi kalau bukan Tata?
"Lo ngapain?" tanya Tata to the point. "Ngapain pagi-pagi ngepel beranda? Bukannya ada Bik Asih?" Nada suaranya terdengar heran.
"Udah bangun?" Runa mengabaikan pertanyaan Tata dan bertanya balik. Dilepasnya pel dan meletakkan pada tempat seharusnya. Cewek itu berbalik dan mendapati Tata dengan penampilan ala kadarnya, khas baru bangun tidur. "Tumben bangun sepagi ini, Say," Runa berkomentar.
Tata memicingkan mata dan bersedekap. "Nggak usah ngalihin pembicaraan, deh. Lo ngapain ngepel segala?" Suaranya terdengar tidak suka.
"Yha ...." Runa memutar otak, berusaha mencari alasan yang bagus. "Bantu-bantu aja. Daripada bengong nggak ngapa-ngapain. Ya nggak?" Cewek itu menyengir, berusaha mencairkan suasana.
Bukannya ikut tertawa atau minimal tersenyum geli, Tata malah menangkap lengan Runa dengan cepat dan menarik sohibnya masuk ke rumah. "Ayo! Lo harusnya nggak perlu repot-repot."
Runa sempat mengaduh karena cengkeraman Tata lumayan juga ternyata. Cewek itu berusaha menahan langkah yang semula terseret-seret, tepat ketika Tata akan mengajaknya menaiki tangga. "Ta, tunggu dulu."
"OPO?" Tata mendelik.
"Gue cuma ngepel doang kok. Nggak lebih," Runa membela diri, agak sedikit tidak terima diperlakukan seperti ini. "Gue ngepel juga nggak bikin ekonomi inflasi, kan?" Cewek itu manyun.
Tidak disangka, Tata malah menggeplak kepalanya usai Runa bilang begitu.
"Haduh!" Runa mengusap kepalanya yang kena geplak. "Kok mukul, sih?" Cewek itu merengut.
"Jangan banyak alasan ya lo, La Nina!" Tata memelotot dan menarik Runa menaiki anak tangga. Diseretnya Runa menuju kamar tamu yang ditempati cewek itu dan mendorong Runa masuk. "Lo siap-siap, gih. Pasti belum mandi kan?" Setelahnya, Tata menutup pintu dan terdengar bunyi ceklek dua kali.
Runa mengerjap, loading buat beberapa saat. Pas kesadarannya sama apa yang terjadi sudah terkumpul, cewek itu setengah menjerit dan buru-buru berlari menuju pintu. Dibukanya pintu, tetapi tidak berhasil.
Anjrit! Runa menggedor pintu. "Tata Faradila, lo mau apain gueee?"
"Mandi lo sana!"
"Kenapa gue dikunci, Dodol?" Runa tidak terima dan tetap berusaha membuka pintu. "Gue temen apa tahanan lo sih sebenernya?"
"BAWEL LO AH! GUE MAU KE KAMAR DULU!" Tata balas berteriak, seiring dengan derap kaki terdengar menjauh dari depan pintu kamar Runa.
"TATA FARADILAAAA!"
***
"Tata, Runa, kok kalian pada manyun begitu?"
Ditanyain kayak gitu oleh Tante Nisa, tak pelak membuat Runa melirik Tata yang duduk di sebelahnya. Benar saja. Bisa dia lihat melalui sudut mata kalau Tata juga manyun lima mili.
"Runa tuh, Ma!" adu Tata seraya mendelik sebal kepada si bersangkutan yang di-mention.
"Kok gue?" Runa menoleh dan merengut, tidak terima. "Lo tuh gara-garanya!"
"Idih!" Tata mencebik.
"Oke, oke." Om Deka mencoba menengahi. "Bisa jelasin ke Papa kalian kenapa? Kok tiba-tiba berantem?"
"Bukan apa-apa, Pa," jawab Tata sekenanya. Dari nada suaranya, terdengar nada-nada dendam yang kental. "Heran aja gitu sama orang yang subuh-subuh udah ngajak berantem."
"Heeei!" Runa protes. "Lo tuh nguci gue kayak tahanan. Gimana gue nggak sebel?" Cewek itu mencubit lengan Tata yang bertopang di meja.
Refleks, Tata mengaduh. Ekspresinya masam. "Siapa suruh lo bebersih? Gue ngeboyong lo ke sini bukan buat repot-repot ngelakuin itu. Gimana gue nggak kesel, coba."
"Tapi nggak perlu juga pake ngunci gue segala di kamar," Runa mendelik.
"Kalau nggak gitu, lo pasti nggak nurut. Ye kan?"
"Suuzon amat sih!"
"Kenyataannya gitu, kok." Tata mengangkat bahu, masih manyun.
"TATA FARADILA, RUNA ALYSSA!" Giliran Tante Nisa yang bersuara, menengahi. "Diam dan makan dengan benar!" Tante Nisa dengan gahar menatap Runa dan Tata bergantian. Matanya memelotot galak.
"Sayang ...." Om Deka mencoba menenangkan Tante Nisa yang seolah-olah siap menelan seisi rumah kalau Runa dan Tata masih melanjutkan pertengkaran.
"APA?" Tante Nisa menyalak garang. "Kamu juga! Makan dengan benar, terus cus kerja. Ngapain lama-lama?"
Mendengar singa rumah bersabda, tak ayal membuat orang-orang di meja makan jadi mingkem. Semua manut, menyantap sarapan dengan benar, tidak terkecuali Tata dan Runa yang sempat mengoceh dan bertengkar.
Buru-buru Runa menunduk dan mulai memakan sarapannya dengan anteng. Tante Nisa kalau sudah marah seperti seram, bo! Makanya Runa tidak mau ambil risiko melanjutkan berantem dengan Tata. Bahaya kalau sampai ditimpuk Tante Nisa pakai piring atau gelas.
"Runa?" panggil Tante Nisa tiba-tiba.
Waduh! Mati gue, pikir Runa.
Runa mengangkat wajah, "Iya Tan?"
"Tata bener. Kamu nggak perlu repot-repot buat ngerjain pekerjaan rumah di sini. Semuanya udah di-handling. Oke?" Tante Nisa menatap Runa lekat-lekat, tepat di iris mata.
Yang mana, buat Runa itu lebih kayak peringatan serius supaya Runa tidak banyak tingkah.
"I-iya, Tan." Runa mengangguk. "Maaf."
"Nggak masalah."
"Tuh, kaaan?" Tata yang merasa mendapat pembelaan menjadi senang. "Apa gue bilang." katanya lagi, yang mana itu membuat Runa merengut.
"Kamu juga sama!" Giliran Tata yang disemprot Tante Nisa. "Bener kata Runa, kamu nggak perlu sampai ngunciin dia segala."
Tata tergelagap. "Ta-tapi ...."
"Nggak ada tapi. Pokoknya kalau sampai Mama liat ada pertengkaran lagi, Mama suruh kalian keliling kompleks sampai mampus. Mau hah?"
Baik Tata maupun Runa langsung manut dibuatnya.
***
"Damai, ya? Damai ...." Runa menyentuh bahu Tata yang langsung disambut tepisan oleh si bersangkutan.
Hadeh! Runa memijat kening yang sebenarnya tidak apa-apa. Cuma agak heran saja sama kelakuan Tata.
Sekarang ini mereka sedang on the way menuju sekolah menggunakan mobil Tata. Tata yang menyetir, of course. Sementara, Runa duduk di sebelahnya. Sudah lebih dari separuh perjalanan. Sebentar lagi mereka bakal sampai. Mengarahkan tatapan ke luar jendela, Runa juga mendapati beberapa murid NuGa yang kebetulan berpapasan dengan mereka.
Di sisa perjalanan, karena Tata tampaknya masih belum bisa diajak berdamai, Runa lebih memilih membuka-buka buku mata pelajaran hari in. Sepuluh menit kemudian, mereka sudah sampai di SMA Nusa Garuda. Bisa Runa lihat Tata melajukan mobil menuju parkiran mobil khusus siswa.
Begitu Tata menyetop mobil, Runa berniat ingin mengajak Tata bicara. Namun, baru dia ingin angkat suara, Tata keburu mengangkat sebelah tangan, seolah tahu Runa bakal membuka mulut mengajak bicara.
Runa merengut, tentu saja.
"Nggak usah gitu mukanya," Tata berkomentar tanpa mengalihkan pandangan. Sekarang ini dia tengah memainkan ponsel di tangan kanan, seperti sedang membalas chat. "Bentar, gue mau calling Joe dulu."
"Bucin abis mah beda," seloroh Runa.
"GUE DENGER YA!" Tata menyentil kepala Runa, yang disambut aduhan pelan oleh bersangkutan. "Udah! Lo diem!"
Runa memajukan bibir. Dilihatnya Tata mendekatkan ponsel ke telinga dan beberapa saat setelahnya berbicara,
"Halo, Joe? Kenapa? Aku baru nyampe parkiran."
Hening sejenak.
"Oh, Runa? Ada nih. Kebetulan aku berangkat sama dia. Kenapa emangnya?"
Mendengar namanya disebut, Runa langsung menoleh dan kepo jadinya.
"Oke, oke." Tata kembali bicara setelah diam mendengarkan buat beberapa saat. "Iya, nanti gue sampaikan. Oke. See you too."
"Kenapa?" tanya Runa begitu Tata sudah memutus panggilan.
"Miss Mala nyariin lo," kata Tata seraya membuka pintu mobil. "Lo disuruh ke ruangan beliau," katanya lagi.
Runa ikut membuka pintu mobil di sebelah kirinya dan turun dengan cepat, "Sekarang?"
"Tahun depan, Beib!" Tata memasang ekspresi are you kidding me sekarang ini. "Ya sekarang atuh, Sayang."
"Iya, iya!" Bibir Runa mengerucut. "Jangan ngegas gitu dong."
"Gini-gini gue sayang sama lo, Runa Sayang-ku!"
Runa mengibaskan tangan dan berjalan lebih dulu. Bukan ke kelas, tapi segera menuju ruangan Miss Mala. Sambil berjalan, Runa kepikiran sesuatu. Kenapa pula Miss Mala tidak langsung menghubunginya? Kenapa harus lewat perantara Joe, lalu Joe menghubungi Tata, baru Tata memberitahunya?
Agak ribet sih ya ....
Ya sudahlah.
Setelah berjalan beberapa saat, berbelok dan melewati beberapa siswa yang berpapasan dengannya, Runa sampai di depan ruangan Miss Mala. Diketuknya pintu kaca tersebut seraya mengucap salam. Begitu terdengar suara Miss Mala mempersilakan, barulah Runa membuka pintu dan masuk seraya menutup pintu kembali.
Hal yang pertama Runa rasakan adalah embusan dingin AC mengenai wajahnya.
"Miss?" sapa Runa pada Miss Mala yang tengah duduk di meja kerja.
"Runa, sebentar!" kata Miss Mala ketika Runa akan menarik kursi dan berniat duduk. "Bisa kamu cek kelas sebelas IPA satu dan lihat apa Arga sudah datang? Saya sudah coba hubungi sejak subuh, tapi tidak tersambung. Sepertinya dia nggak aktif. Kalau Arga belum datang, beritahu teman sekelasnya supaya dia menghadap saya bersama kamu."
Sebenarnya, Runa agak enggan melakukan itu. Secara dia masih bermasalah dengan Arga. Namun, karena Miss Mala meminta, dia tidak punya pilihan lain. "Baik, Miss."
Runa dengan sopan mengangguk dan undur diri. Dengan langkah gamang, cewek itu menuju kelas sebelas IPA satu. Dengan sedikit ragu tetapi ditegar-tegarkan, Runa mengetuk pintu kelas sebelas IPA satu. "Halo?" sapanya.
Kelas sebelas IPA satu yang sempat dipenuhi percakapan dan hiruk pikuk kelas sebelum mata pelajaran pertama langsung senyap. Hal yang membuat Runa malah makin deg-degan.
"Arga udah datang belum?" tanyanya. "Miss Mala nyuruh dia ke ruangan beliau."
Runa kira, dia akan mendapat perlakuan cuek. Namun, ternyata tidak seburuk itu.
"Arga belum datang, Na," ujar Shahila, cewek sebelas IPA satu yang cukup dia kenal. "Biasanya dia datang kalau Agesa udah stay di kelas. Ini kebetulan Agesa-nya juga belum datang."
Runa mengangguk-angguk. Diliriknya meja Arga dan Agesa. Benar. Masih kosong. Jangankan orang, tasnya saja tidak kelihatan. Menandakan kalau dua kawan sebangku itu memang belum datang.
"Okay," Runa mengangguk pada Shahila yang anteng duduk di kursi. "Kalau Arga udah datang, tolong kasih tau dia buat ngadap Miss Mala ya?"
"Arga absen hari ini."
Runa refleks mencelat kaget. Bagaimana tidak? Tiba-tiba saja ada suara yang menyembul dari belakang. Cewek itu menoleh, mendapati Agesa berdiri tegak di belakangnya.
"Bikin kaget aja," gerutu Runa seraya mengelus dada. "Absen kenapa, Ges?" tanya Runa.
Ada jeda sebentar sebelum Agesa menjawab, "Demam, Na. Ada hal penting apa sampai Miss Mala nyuruh Arga menghadap?"
"Nah itu ...." []
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top