11. Start
IF WE START AGAIN
Bab 11: Start (Runa's POV)
***
Ini adalah hari besar bagi SMA Nusa Garuda. Setelah melewati sekian hari, berbagai proses, tahapan pemilihan calon ketua OSIS yang baru sudah mencapai titik final: pemilihan akbar.
Bohong kalau Runa bilang dia tidak deg-degan. Sejak subuh tadi, dari awal mendirikan salat hingga sekarang berjalan menuju aula bersama Tata, jantungnya terasa seperti siap keluar dari dalam dada kapan saja. Deg-degan setengah mampus. Menyusul perasaan campur aduk; takut, gelisah, cemas, dan khawatir. Kombinasi yang sukses membuat Runa ingin kabur saja rasanya.
Jujur, Runa tidak ingin ke aula. Kalau boleh memilih, dia bakal mangkir saja. Mendekam di kelas atau perpustakaan. Sempat tebersit niat bersembunyi di toilet, tapi ujung-ujungnya urung. Percuma. Hari ini, satpam bekerja lebih ekstra. Bekerja sama dengan para guru BK, tim keamanan berkeliling dan memastikan semua siswa menuju aula. Tidak boleh ada yang mangkir satu pun. Bahkan, khusus hari ini, UKS dan toilet yang biasa jarang dijamah sesi patroli, turut kena libas.
Alias, sia-sia kalau mau kabur. Satu-satunya pilihan, ya, menyerahkan diri dan segera menuju aula.
Itulah yang dirasakan Runa sekarang ini. Pasrah sampai DNA. Pikirannya ke mana-mana. Dia tidak fokus. Bahkan, saat dia dan Tata sudah sampai di depan aula, Runa sempat tersandung. Untung saja Tata dengan sigap menahannya. Kalau tidak, Runa sudah berciuman dengan ubin aula di bawah kaki.
"Hati-hati, dong, Beib!" Suara Tata membuyarkan lamunan Runa. "Lo ngelamun?"
Runa meringis, salah tingkah. "Sori, Beib."
Tata menatapnya tepat di iris mata. "Kalau lo lagi ada masalah, lo bisa cerita."
"Gue enggak apa-apa. Sans. Cuma kepikiran sama tugas kerkel biologi. Besok deadline, loh," ujar Runa, berusaha sesantai mungkin.
Iya, santai di luar, hampir semaput di dalam.
"Lho? Kerkel yang mana, tuh? Materi pernapasan?"
Runa mengangguk.
"Bukannya itu udah, ya, Beib? Minggu lalu. Minggu ini kita nggak ada tugas kelompok biologi, malah." Tata mengernyit.
Mampus! Runa langsung panas dingin.
"Oh, iya. Gue lupa." Runa tertawa canggung, berusaha mencairkan suasana.
Tata menatap Runa dengan tatapan curiga. Ada yang salah, pikirnya. Baru dia ingin bicara lagi, satpam keburu menyela. Satpam dengan tegas menyuruh mereka segera masuk karena acara akan dimulai. Hal yang membuat Tata urung bicara dan lebih memilih menggamit lengan Runa.
"Yuk, Beib!" ajak Tata seraya menarik Runa masuk ke aula.
Aula Nusa Garuda adalah ruangan terluas yang dimiliki sekolah tersebut. Daya tampungnya bahkan cukup menampung hingga tujuh ribu orang. Lebih dari setengah jumlah warga Nusa Garuda sendiri—sekitar tiga ribuan.
Di depan sana, kalian bisa melihat panggung dengan ketinggian hampir satu meter. Membentang dari ujung ke ujung. Panggung yang biasanya polos kali ini terlihat berbeda. Dari kiri ke kanan, setidaknya ada sepuluh meja yang berjejer dengan masing-masing meja terdapat bilik. Ketinggian bilik setara dengan orang dewasa sehingga jika seseorang masuk dan melakukan sesuatu, orang di sebelahnya tidak akan bisa melihat atau mengintip.
Yap, persis seperti pemilu.
Untuk beberapa alasan, NuGa masih mempertahankan pemilihan ketua OSIS dengan cara konvensional. Meskipun, jika NuGa ingin melakukannya via daring, hal itu bisa saja dilakukan, mengingat banyak orang kompeten yang mampu melakukannya. Namun, NuGa lebih memilih cara lama. Salah satu alasannya untuk membina dan memberi gambaran bagaimana pemilu dilaksanakan.
Tentu saja cara ini akan memakan waktu mengingat warga NuGa yang jumlahnya cenderung tidak sedikit. Terlebih, saat penghitungan suara nanti. Namun, di situlah letak geregetnya. Selain itu, cara ini diharapkan memberikan gambaran setransparan mungkin terkait jumlah suara yang didapatkan setiap kandidat.
Meskipun emoh menjadi ketua OSIS, sebelum ini, Runa selalu antusias mengikuti acara ini. Tahun kemarin, kandidat andalannya, Joe Alfa Ramadan, berhasil jebol menjadi ketua OSIS SMA Nusa Garuda. Namun, untuk tahun ini, entah kenapa Runa tidak bersemangat. Jangankan. Menentukan siapa yang fotonya akan dia colok saja masih tidak ada bayangan.
Boleh enggak, sih, coblos semua? Atau, tidak memilih siapa saja sekalian? Namun, rasanya kayak golput bukan, sih?
Ah, bingung! Pusing! Pokoknya pusing!
Begitu Runa dan Tata sudah bergabung dengan kelas mereka dan duduk di kursi, Runa dengan lembut menaruh kepalanya di pundak Tata. Dia ingin bersandar meski hanya sebentar.
"Kenapa, Beib?" Tata refleks meraba dahi Runa dengan punggung tangan. Tidak panas. Dilihatnya wajah Runa lekat-lekat. Tidak pucat. Runa kelihatan baik-baik saja- meskipun agak sedikit tidak bersemangat.
"Ngantuk," Runa menyahut singkat.
"Begadang lagi, ya?" tebak Tata.
Runa mengangguk sembarang. Dia cuma ingin Tata tidak banyak bertanya. Itu saja. Dan, mengiakan tebakan sohibnya itu terbukti efektif.
"Mmm." Tata menepuk pucuk kepalanya. "Kalau mau tidur, tidur aja. Toh, giliran kita masih lama."
"Trims, Beib."
Tata mengiakan dengan santai sebelum berbincang dengan Theresa yang duduk di sebelahnya.
Runa sempat memejamkan mata sebelum membukanya lagi. Diliriknya keadaan sekitar. Ramai, bo! Persis kayak pembagian bansos. Semua terlihat excited. Tentu saja, pikir Runa. Pada hari ini, ketua OSIS yang baru akan terpilih dan diumumkan.
Yang mereka tidak tahu adalah, kalau tahun ini tidak hanya akan ada satu ketua OSIS, tapi sekaligus dua. Dengan posisi wakil ketua OSIS ditiadakan untuk sementara.
Sesuai dengan yang Miss Mala katakan, fakta kalau Runa adalah salah satu ketua OSIS, akan diumumkan hari ini. Bersamaan dengan momen terpilihnya ketua OSIS yang dilakukan via pemilihan akbar.
Artinya, Runa akan turut dipanggil ke depan dan bersanding dengan siapa pun kandidat yang terpilih melalui voting.
Siapa pun itu, pikir Runa, bakal sama-sama membuatnya awkward berat. Bahkan, kalau boleh bersuuzan ria, pasti ada di antara kandidat yang menaruh dendam kesumat kepada Runa sekarang ini. Minimal, tidak lagi respect.
Runa bukannya tidak memiliki dasar untuk berpikir begitu. Dia ingat, saat sore hari di mana dia dan para kandidat ketua OSIS diundang ke rumah Miss Mala untuk membicarakan masalah ini, semua kandidat ketua OSIS menunjukkan keterkejutan. Sebagian besar hanya diam, tapi sorot mata jelas tidak dibohongi. Kecewa. Kendati demikian, ada juga yang blak-blakan memprotes: Arga.
Iya, Arga yang itu. Arga yang Runa ajar. Arga yang bukan lain adalah murid privatnya.
Poinnya adalah: semua kandidat ketua OSIS yang resmi dan legal kecewa berat.
Tidak perlu menjadi psikolog untuk bisa menyadari hal itu. Tentu saja, pikir Runa. Ketika seseorang mendapatkan dengan instan impian yang kamu berusaha keras penuh air mata darah mengejarnya, jelas lah bakal ada kekecewaan mendalam. Runa paham betul dengan itu.
Namun, pada dasarnya, dia tidak punya pilihan lain lagi.
Runa menghela napas panjang. Ditegakkannya posisi badan dan duduk dengan anteng. Siap tidak siap, ini harinya. Runa berusaha semaksimal mungkin untuk bisa siap meskipun jantungnya sudah hampir di ujung tanduk kali ini. Deg-degan gila.
"Udah nggak ngantuk lagi, Beib?" Tata menoleh dan menatapnya lekat-lekat. "Sini! Nggak apa-apa kalau masih ngantuk." Tata dengan senang hati menawarkan bahunya lagi.
"Nggak jadi ngantuk. Rame bener di sini kayak pembagian bansos." Runa berkilah. Cewek itu sempat akan mengatakan sesuatu sebelum urung. Tepat saat dirasakannya kantung kemih sudah mencapai batas tahan maksimal. "Gue ke belakang dulu, ya?" kata Runa seraya berdiri.
"Mau gue temenin?" Tata mendongak, menawarkan.
Runa menggeleng. "Bentar aja, kok." Setelahnya, cewek itu berlalu usai berpamitan.
Penjagaan satpam dan pihak keamanan bukan main. Runa bahkan diminta untuk menyerahkan kartu pelajar sebelum diizinkan menuju toilet aula. Trik ampuh untuk mencegah siswa berusaha kabur dari acara pemilihan akbar ketua OSIS. Coba saja kalau berani kabur, sudah pasti bakal ketahuan.
Dengan cepat, Runa berlalu. Aneh, pikirnya. Padahal, sebelum menuju aula, dia sudah sempat membuang hajat kecilnya. Runa bahkan tidak minum apa pun setelah itu hingga barusan duduk anteng di dalam aula. Mungkin karena AC aula yang diset terlalu rendah. Atau mungkin ....
... karena sekarang ini dia gugup setengah mati?
Buru-buru Runa menggeleng pelan. Pelan-pelan cewek itu mengembuskan napas, berusaha menenangkan diri. Langkahnya terus menuju toilet aula yang terletak di bagian belakang aula luar.
Setengah perjalanan, dan Runa tanpa sengaja menabrak seseorang. Tubrukan yang cukup keras. Runa limbung, tidak sempat lagi mencari pegangan atau berusaha agar tidak jatuh. Tarikan gravitasi lebih memilih membuat Runa terjatuh. Begitu pantatnya bertemu lantai keramik aula yang keras, Runa mengaduh.
"Be careful."
Suara ini ..., Runa mengangkat wajah. Benar saja. Orang yang baru saja dia tabrak adalah Arga.
Sebagai kandidat ketua OSIS yang akan menghadapi pemilihan akbar tidak lama lagi, Arga tampak charming. Rambut yang biasa ditata sekenanya disisir rapi. Cowok itu juga terlihat mengenakan jas dengan gaya semi formal, celana kain, dan kemeja putih. Kacamata dengan tampilan modis bertengger manis di hidung mancungnya.
Tampilan berbeda dari yang sering Runa lihat dalam sehari-hari. Bukan hanya penampilan pakaian. Ekspresi cowok itu pun tampak berbeda. Tidak ada raut jenaka tampan yang lembut. Kali ini, ekspresi Arga tampak lebih kaku. Begitu pula dengan sikapnya.
Begitu berkata agar Runa lebih berhati-hati, Arga berlalu begitu saja. Tidak menawarkan atau pun mengulurkan tangan untuk membantu Runa berdiri. Entah Runa saja yang super ke-geer-an, atau sikap Arga memang sudah berubah sejak hari di mana mereka bertemu di rumah Miss Mala?
***
"Satu suara untuk Arga!"
Tepuk tangan langsung bergemuruh. Beberapa cowok bahkan dengan semangat menyerukan nama Argario Andana berulang-ulang.
Tahap pencoblosan sudah selesai. Sekarang sedang dalam tahap penghitungan suara, dan sudah hampir selesai. Mungkin hanya tersisa seratus lebih sedikit. Di depan sana, cewek yang Runa tahu merupakan sekretaris OSIS, dengan semangat membacakan perolehan suara untuk sementara.
Sejauh ini, Argario Andana dari kelas sebelas IPA satu memimpin. Selisih suaranya dengan kandidat yang berada di urutan kedua cukup jauh.
Bagi Runa pribadi, sudah bisa dipastikan kalau Arga-lah yang akan menjadi ketua OSIS SMA Nusa Garuda tahun ini.
Ya Allah! Runa mengepalkan tangan. Alih-alih senang untuk Arga, Runa justru lebih khawatir tentang dirinya setelah ini.
Diliriknya Miss Mala yang duduk bersama jajaran guru. Guru cantik itu tampak tidak terganggu. Duduk anteng dengan tatapan lurus ke depan, seolah menunggu kapan penghitungan suara berakhir. Tepat sedetik kemudian, Miss Mala menoleh ke belakang. Tatapannya otomatis bertemu pandang dengan Runa. Setelahnya, Miss Mala mengangguk kecil.
Duh! Piye iki!!? Runa dengan gusar mengacak rambut seraya menjerit tertahan.
"Lo kenapa, Beib?" Tata bertanya ketika mendapati Runa yang duduk di sebelahnya seperti gila sendiri.
Alih-alih menyahut, Runa hanya mengangkat telapak tangan sebatas telinga. Memberi tanda agar Tata tidak bertanya dulu. Tata yang sudah paham dengan itu pun manut. Tidak banyak bertanya meskipun dia sendiri kepo ada apa.
Runa menyemburkan napas. Jantungnya bertalu cepat, seolah siap melompat kapan saja dari dalam dada. Terlebih ketika Sekretaris OSIS mengumumkan dia sudah memegang lembar kertas terakhir.
"Dan, satu suara untuk Arga." Begitu Sekretaris OSIS mengumumkan.
Suasana langsung riuh. Tepuk tangan membahana. Di depan sana, sebenarnya sudah bisa terlihat dengan jelas siapa yang memenangkan kompetisi ini. Papan tulis putih yang menjadi saksi bisu merekam kalau Arga memiliki suara paling banyak. Namun, kendati demikian, pihak OSIS tetap menghitung suara per kandidat demi ke-fair-an.
Dan, benar saja.
"Selamat kepada Argario Andana dari sebelas IPA satu sebagai kandidat dengan suara terbanyak!"
Sekali lagi, tepuk tangan membahan dari sudut ke sudut. Semua orang excited. Dilihat dari reaksi semuanya, bisa Runa pastikan, Arga memang terkenal dan memiliki impresi baik di mata warga NuGa.
"Sebelum Arga memberi sepatah dua patah kata, mari kita simak pengantar dari Miss Malanaya selaku koordinator OSIS tahun ajaran ini." Sekretaris OSIS mengumumkan dengan senyum lebar. "Kepada Miss Mala, waktu dan tempat, dipersilakan."
Tuhanku! Runa langsung panas dingin. Boleh nggak sih dia pulang saja dengan alasan sakit perut?
Bisa dia lihat Miss Mala berdiri dan beranjak menuju panggung. Suasana pun menjadi senyap. Semua siap mendengarkan Miss Mala yang sekarang ini sudah menerima mikrofon dari Sekretaris OSIS.
"Sebelumnya, saya ucapkan selamat kepada Argario Andana dari sebelas IPA satu sebagai kandidat terpilih pada pemilihan akbar ini. Tepuk tangan untuk Arga dan kerja kerasnya." Suara tepuk tangan audiens menyela. "Saya yakin, Arga mampu menyandang tugas selaku ketua OSIS SMA Nusa Garuda yang baru."
Miss Mala lantas mempersilakan Arga untuk berdiri di sebelah kanannya.
Selanjutnya, Miss Mala kembali angkat suara, "Seperti yang kita ketahui, dalam melaksanakan tugasnya, sewajarnya ketua OSIS dibantu wakil ketua OSIS—selain jajaran lain yang sama pentingnya seperti sekretaris, bendahara, dan sebagainya." Ada jeda beberapa saat. "Namun, tahun ini, sekolah kita akan menerapkan sistem yang berbeda. Tidak ada wakil ketua OSIS. Sistem ini merupakan uji coba yang sedang diteliti pihak sekolah untuk beberapa alasan."
Berbeda dengan jajaran guru yang tampak santai dan tidak terkejut, para siswa yang hadir mulai berisik. Saling bisik-bisik. Sebagian mengernyit, heran.
"Dengan ditiadakannya jabatan wakil ketua OSIS, kami sudah menyusun sistem baru. Sebagai gantinya, Arga bukanlah satu-satunya ketua OSIS pada tahun ajaran kali ini. Pihak sekolah dengan cermat menentukan dan menyatakan bahwa akan ada dua ketua OSIS tahun ini."
Seperti yang sudah diduga, aula langsung riuh rendah.
Namun, Miss Mala tampak tidak terganggu. Dengan tenang, beliau menjelaskan. "Sebelum saya berbicara lebih jauh, izinkan saya untuk memanggil ketua OSIS lain yang kami pilih untuk menguji seberapa capable sistem percobaan ini. Kepada Runa Alyssa dari sebelas IPA tiga, harap untuk naik ke panggung."
Jujur saja, Runa tidak bisa untuk tidak tersentak. Terlebih, dia sadar semua orang, termasuk Tata, menatapnya. Tatapan mereka beraneka ragam. Ada yang kagum, bingung, dan juga terkejut.
Refleks, Runa menenggak ludah meskipun tidak urung dia berdiri juga. Dengan langkah yang berusaha ditegar-tegarkan, Runa menaiki panggung dan berdiri di sebelah kiri Miss Mala. Tatapannya menyisir aula. Semua orang jelas sekali kebingungan, pikirnya.
Terlebih, saat Miss Mala mengumumkan,
"Dengan ini, saya nyatakan, Runa Alyssa dan Argario Andana resmi menjadi ketua OSIS SMA Nusa Garuda."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top