05

Hyung, apa kau tak mau jalan-jalan?

Minho yang masih bergelung di atas kasur enggan menjawab pertanyaan Jisung.

"Aku mau ke kedai es krim. Hyung, yakin gak mau ikut?"

Minho menyibak selimut yang tadinya menutupi wajahnya. Kini ia melihat Jisung yang sudah berpakaian rapi, berdiri di hadapannya.

"Kedai es krim di mana?"

Ia mengendikkan bahunya. "Entahlah. Sekalian jalan-jalan, nanti tinggal mampir di kedai es krim yang mana aja."

Minho bangkit dan berjalan mengambil peralatan mandinya. "Tunggu di depan. Ada kedai es krim yang ingin aku kunjungi. Es krim di sana sangat enak."

Mata Jisung berbinar. "Oke!"

***

Kedai es krim yang sudah lama tak dikunjunginya itu tak terlalu ramai. Ia mulai memerhatikan interior kedai es krim itu. Sepertinya tak banyak yang berubah. Entah kapan kali terakhir ia ke sini. Entah itu mencari es krim favoritnya, atau mencari gadisnya yang hilang.

Saat mencoba merasakan sepotong cheese cake, Jisung tak henti-hentinya berkomentar. "Wuah, ini sangat enak. Sayang sekali aku baru mengunjungi tempat ini sekarang."

Minho tersenyum. Setahun lalu kedai es krim itu menambah beberapa menu tambahan. Kini mereka tak hanya menjual es krim, tapi juga beberapa cake dan milkshake.

Minho menyendok es krim yang entah kapan terakhir ia merasakannya. Rasa chocolate mint yang tak pernah berubah itu membuatnya sedikit tenang namun juga membuatnya teringat akan seseorang.

"Sehabis ini kita mau ke mana?"

Jisung yang masih sibuk dengan cheese cakenya dan mulut terisi penuh menatap Minho.

"Mmm... tihak tahu si. Mahunya jahan jahan ke tamvhan."

Minho menepuk dahinya. "Habiskan dulu makananmu baru berbicara."

Idol yang kerap dimiripkan dengan tupai itu mengacungkan jempolnya.

"Okhei, hyung."

***

Sambil menikmati hari libur mereka, Minho dan Jisung memutuskan untuk berjalan-jalan sebentar di sekitar kedai es krim.

"Dulu aku bersekolah di sini. Jadi aku lumayan sering berkunjung ke kedai es krim ini."

Jisung ber-oh ria.

"Hyung sering ke kedai es krim ini bareng cewek ya?"

Uhuk!

Pertanyaan Jisung itu membuatnya tersedak, meskipun ia sedang tidak memakan maupun meminum sesuatu.

Bukannya merasa khawatir dan bertanya apakah Minho baik-baik saja, senyum Jisung malah terbit.

"Wah, sepertinya benar nih!"

Tatapan mematikan melayang ke arah Jisung.

Jisung tertawa dan menepuk-nepuk pundak Minho.

"Tak apa, hyung. Masa-masa SMA itu masa paling indah, kan? Tak perlu malu kalau kau pernah berpacaran dan berkencan di kedai es krim itu."

Setelah mengatakannya Jisung hanya tertawa, membuat Minho merasa kesal namun tak mampu membalas, karena apa yang Jisung katakan benar adanya.

Angin sore menerpa wajah mereka, membuat mereka menjadi tampak lebih tampan berkali-kali lipat dari sebelumnya. Dan entah Minho harus berterima kasih dengan angin tersebut atau tidak, saat membuka mata, kedua matanya saling bertemu dengan gadis yang baru saja ditemuinya kemarin.

Aeri terkejut bukan main, begitu pun Yerim. Sedangkan Jisung yang tidak tahu apa-apa hanya bisa mengenali Yerim.

"Oh, dia yang sering ada di fansign kita, bukan?" bisik Jisung pada Minho.

Minho terpaku. Ia berhasil membuat Jisung kebingungan karena tak menghiraukannya.

"Ada apa, hyung?"

"Aeri, ini takdir! Cepat lakukan sesuatu!" bisik Yerim pada Aeri yang sebenarnya tak bisa dibilang sebagai bisikan, karena Minho dapat mendengarnya.

Aeri memejamkan matanya. Baru beberapa detik lalu ia menyusun skenario pertemuan terakhirnya pada Minho sebelum kembali ke US besok, tapi kini cowok itu tahu-tahu sudah muncul di hadapannya.

Yerim menarik lengan Aeri mendekat ke arah Minho, sehingga kini mereka tengah menatap satu sama laindalam jarak yang lebih dekat.

"Ekhem... maaf menginterupsi, tapi kupikir ada banyak yang perlu dibicarakan oleh Aeri." Yerim menyikut Aeri dan memberinya semangat seraya berbisik, "kau pasti bisa, Aeri. Jangan kecewakan dirimu."

Detik berikutnya, Yerim menunjuk Jisung. "Dan kau, sebaiknya kita memberikan waktu pada mereka berdua untuk bicara."

***

Canggung.

Minho dan Aeri duduk bersebelahan, di taman belakang sekolah. Tempat di mana mereka berpisah, tiga tahun lalu.

"Bagaimana kabarmu?" Lagi-lagi, Minho yang membuka suara.

Aeri mengangguk. "Ba-baik."

Sebuah notifikasi muncul di layar ponselnya. Sebuah pesan dari Yerim.

Seo Yerim ~(^·^~)

Kau sudah mengatakannya?
Mamamu meneleponku dan menyuruhku untuk membawamu pulang dan beristirahat.

Aeri

Oke

Aeri mematikan layar ponselnya dan mengumpulkan keberaniannya.

Dalam satu tarikan dan embusan napas, ia memberanikan diri menatap Minho, meski dengan mata berkaca-kaca.

"Maaf."

Minho terperanjat. Dengan cepat menggenggam tangan Aeri, untuk menenangkannya.

"Jangan minta maaf, Aeri."

Aeri memantapkan hatinya. Sambil menahan tangisnya, ia menceritakan alasan memutuskan Minho yang sebenarnya.

Minho memeluk Aeri. Tak pernah terbayang olehnya bahwa Aeri mengidap penyakit bawaan lahir itu. Selama bersamanya, Aeri tampak seperti murid lainnya. Baru ia sadari kalau Aeri jarang keluar kelas, tak pernah mengikuti kegiatan olahraga, juga orang tuanya yang super duper ekstra perhatian dan membatasi apa saja yang dilakukan Aeri.

Ia juga sama sibuknya, selama menjalin pertemanan bahkan berpacaran dengan Aeri pun mereka memang tergolong pasangan yang jarang menghabiskan waktu bersama.
Entah ia harus menyesal atau bersyukur sekarang. Menyesal karena tak memiliki banyak kebersamaan atau justru bersyukur karena mereka saling memahami satu sama lain.

Tapi rasanya tidak ada yang tepat. Ada banyak emosi yang mengaduk perasaannya.

"Aeri..."

"Kamu pasti selamat! Percaya padaku,Aeri," ucapnya sambil menenangkan Aeri meskipun ia sendiri mati-matian menahan diri untuk tidak menangis.

Aeri mengeratkan pelukannya. Ia rindu. Ia perlu Minho, di saat-saat terakhirnya.

"Minho... besok aku harus pulang."

"Hm? Jam berapa jadwal keberangkatanmu?"

"Jam dua belas siang."

Minho mencium puncak kepala Aeri.
"Aku akan mengunjungimu besok. Maaf, aku tak bisa mengantarmu sampai bandara."

"Tak apa. Bertemu denganmu sudah membuatku senang kok."

Setelah mengatakannya, Aeri kembali menangis. Biarlah ia menangis seperti ini. Tiga tahun ia berusaha menahannya, bukan hal yang bagus untuknya.

Ia tidak pernah tahu, kalau Minho juga tersiksa dan menunggunya.

Sambil memeluk Minho, Aeri memejamkan matanya, membiarkan dirinya merasakan apa yang telah ia rindukan selama tiga tahun terakhir, begitu pula dengan Minho.

************************************
Published : 2 Mei 2020


Aku udah gak kuat lagi gais sebenernya nulis ini aaa//plak

Yo karena jumlah katanya udah hampir 1000 dan sepertinya belum menginjak ending Rina nambahin 1 chap lagi //dihantam masa//

See you in the next chapter~~

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top