04
Kemarin, tiba-tiba saja Yerim mendapat telepon bahwa ia harus mengurus sesuatu di kampusnya, membuat acara makan es krim hari itu terpaksa ditunda.
Saat ini, Aeri tak henti-hentinya tersenyum sambil mengamati kedai es krim yang sudah tiga tahun tidak ia kunjungi. Ia merasa berbunga-bunga dan berbagai macam perasaan gembira membuncah dalam dirinya.
Sudah tiga tahun, ia tidak mengunjungi kedai es krim ini karena ia pindah ke luar negeri. Saat ini, ia hanya memiliki waktu tiga hari untuk pulang ke Korea. Waktunya tidak banyak, jadi ia ingin bersenang-senang, melengkapi list yang sudah ia catat baik-baik dalam notesnya.
"Bagaimana perasaanmu? Senang?"
Pandangan Aeri beralih menatap Yerim dengan mata berbinar-binar.
Membuat Yerim tersenyum dan merasa sakit di saat yang sama. Sahabatnya yang saat ini sedang duduk di hadapannya sambil menatapnya penuh binar itu...
Waktunya tinggal sedikit.
"Tentu saja aku senang! Sudah tiga tahun tidak ke sini, tapi tak banyak yang berubah. Aku senang."
Mata Yerim mulai berkaca-kaca, sehingga dengan cepat ia mengalihkan pandangannya ke arah lain dan tersenyum lebar.
Sewaktu pesanannya datang, ekspresi wajahnya langsung berubah. Ia begitu antusias sampai-sampai tak sadar kalau ia memerhatikan seluruh pergerakan pelayan yang menaruh es krim pesanannya di hadapannya.
Mau tak mau Yerim tertawa melihat tingkah sahabatnya itu. Sebagai pecinta es krim dan bertahun-tahun tak mengunjungi kedai es krim ini, ekspresi yang ditunjukkan Aeri sangat lucu.
"Awas ngiler!"
Tersadar karena candaan Yerim, ia berhasil membuat Aeri mengalihkan pandangannya dari es krim yang sedang disajikan oleh pelayan.
"Kalau aku ngiler pun juga tetep cantik kok. Aku kan bidadari."
Tawa Yerim pecah dan terlihat pelayan dengan name tag Mimi itu berusaha menahan tawanya.
Setelah selesai menyajikan es krim pesanan mereka yaitu chocolate berry dan banana choco milik Yerim, Aeri bertepuk tangan pelan, antusias, dan tak sabar mencicipi es krim favoritnya.
Saat sendok pertama berhasil menyentuh indera perasanya, ia berusaha menahan jeritannya.
"Enak!"
Yerim tertawa lagi saat melihat tingkah kekanak-kanakan Aeri.
"Bukannya biasanya kau juga makan rasa yang itu?"
"Mmm... tapi makan di sini rasanya berkali-kali lipat lebih enak!" jawabnya sambil mengambil sesendok besar es krim chocolate berrynya.
Yerim hanya bisa menggelengkan kepala sambil menikmati es krim pilihannya.
***
"Ngomong-ngomong, apa list-mu benar-benar sudah terpenuhi? Maksudku, adakah hal lain yang ingin kau lakukan, sebelum kembali ke US?"
Raut wajah Aeri berubah, namun dengan cepat ia tersenyum kembali.
"Aku sudah senang kok," jawabnya sambil menghirup udara segar.
Mereka memilih untuk duduk di bangku taman belakang SMA mereka dulu. Aeri ingin mengenang sesuatu di tempat itu.
"Kau yakin?" pancing Yerim.
Pasalnya, ia juga tahu kalau sebenarnya sahabatnya ini masih menyukai Minho. Setahun pacaran bukanlah apa-apa, namun jalinan pertemanan Minho dan Aeri sudah berawal sejak SMP, bahkan ketika Aeri tak punya teman di sekolahnya selain Yerim.
"Hmm..." matanya menerawang jauh, tak mampu meyakinkan Yerim.
Yerim menghela napasnya. "Aeri, dengar..."
"aku tidak tahu kapan kau akan ke korea lagi setelah kau kembali ke US untuk menjalani perawatan di sana, orang tuamu juga pasti akan mencemaskanmu jika kau meminta kembali ke korea setelah--"
"Aku tahu Yerim," potongnya sedih.
Yerim kehilangan kata-katanya. Ia merasa bersalah dan merutuki dirinya sendiri. "Maaf--"
"Tak perlu minta maaf." Buru-buru ia memotongnya.
Pandangan Aeri mulai berkaca-kaca sehingga ia buru-buru menundukkan kepalanya.
"Tiga tahun aku ikut orang tuaku ke US dan menjalani perawatan di sana bukanlah hal yang menyenangkan. Aku hanya diam di rumah dan jarang sekali pergi keluar rumah untuk bersenang-senang. Tiga hari yang kuminta untuk pulang ke korea adalah harapan terakhirku sewaktu keadaanku semakin parah. Besok adalah hari terakhir... aku akan kembali dan menjalani operasi..."
Ucapan Aeri terhenti karena ia mulai terisak.
"Aeri!"
"Maaf Yerim... aku tidak tahu apakah aku bisa selamat atau tidak."
Hatinya remuk dan Yerim tak bisa menahan diri untuk tidak ikut menangis.
"Aeri... tolong jangan berkata seperti itu. Kau pasti selamat!" serunya lantang, meski ia sendiri tak yakin akan seruannya.
Aeri tak menjawab. Ia hanya menangis sambil berusaha menghapus air matanya sendiri.
"Aeri... tolong pikirkan lagi. Aku tahu sebaiknya aku tak mengatakan hal ini. Tapi kau juga pantas bahagia. Tiga tahun kalian tidak bertemu. Perasaan kalian masih sama! Beritahu Minho ia tidak akan menyesali keputusanmu."
Aeri menggeleng. "Aku tidak bisa... Minho-- aku tidak bisa membuatnya sedih. Aku bahkan tidak tahu apakah aku bisa selamat atau tidak. Aku takut, Yerim!"
Hubungan Aeri dan Minho memang tak seperti pasangan kebanyakan. Memang tak seromantis kebanyakan orang, tapi mereka berdua punya cara tersendiri untuk menyatakan cinta. Mereka juga tak terlalu sering terlihat bersama, kecuali ketika berada di sekolah. Walaupun beda kelas, di sekolah mereka selalu menyempatkan untuk bertemu di waktu-waktu tertentu.
Namun ketika pulang sekolah, tak banyak waktu untuk bertemu. Minho sibuk dengan kelas menarinya dan Aeri dengan perawatannya. Mereka hanya akan pergi kencan di akhir pekan, itu pun dengan izin orang tua Aeri. Tapi mereka berbeda. Cinta mereka nyata, meskipun terhalang sesuatu yang tidak dapat mereka lihat. Yerim tahu itu. Atau mungkin hanya ia yang tahu.
Karena keadaanlah, mereka terpaksa berpisah. Hanya saja Yerim baru menyadarinya sekarang. Seharusnya Aeri tak menyiksa dirinya dengan melepaskan Minho. Ia hanya memikirkan perasaan Minho padahal dirinya juga terluka. Walau begitu, ia tak pernah tahu kalau Minho tak bisa melupakannya semudah itu.
Yerim memejamkan matanya dan memijit pelipisnya. Ia merasa sedikit pusing.
Rumit juga kisah percintaan sahabatku ini..., begitu pikirnya.
Ada beberapa potong kejadian yang muncul di benaknya. Yerim berusaha mengingat-ingat percakapan itu.
"Yerim, seharusnya aku tak membiarkannya pergi waktu itu. Dengan menjalani kehidupan sebagai idol pun, aku yakin aku bisa menjaga hubungan kami... atau apakah Aeri yang--"
"Tidak! Bukan karena itu Aeri memutuskannya," potong Yerim.
Minho menoleh dan hendak bertanya namun Yerim buru-buru meluruskan. "Aeri hanya berpikir bahwa dengan hubungan kalian yang seperti itu akan menyusahkanmu sebagai calon idol."
Minho mengangguk mengerti. "Tapi sebenarnya, ia tak perlu menghilang seperti ini. Apa dia tak mengabarimu juga, Yerim? Atau kau menyembunyikan sesuatu?"
"Aku juga tidak tahu. Kau sendiri tahu ketika mengunjungi rumahnya, rumah itu sudah berpindah kepemilikan, kan?"
Minho menunduk sedih. Kemungkinan terbesarnya, Aeri memilih untuk kuliah di luar kota, demi menghindarinya dan menjaga perasannya.
Percakapan yang terjadi hampir tiga tahun lalu setelah Aeri pindah ke US itu kembali membuatnya berpikir.
Lalu tahun lalu, saat Yerim menghadiri fansign Stray Kids, Minho juga tak melewatkan kesempatan untuk menanyakan kabar Aeri, yang hanya dibalas dengan sebuah gelengen oleh Yerim.
Sambil menghela napas dan tersenyum--tentu saja senyum yang dipaksakan-- Minho menandatangani album Yerim.
Dan saat fansign terakhir yang diikuti Yerim beberapa bulan lalu, Minho kembali menanyakan hal yang sama.
Juga dengan dugaannya kemarin tentang pertemuan Minho dan Aeri di taman bermain.
Yerim yang akhirnya menyadari sesuatu menoleh ke arah Aeri dan menggenggam kedua tangannya. "Aeri, lihat aku!"
Aeri menatap sahabatnya yang selama ini menemani dan memahaminya.
"Aku yakin, kau bisa! Minho menunggumu. Kau tak pernah bahagia saat memutuskan hubunganmu dengannya, kan? Kau berhak bahagia Aeri. Dan Minho juga berhak bahagia. Kau tidak tahu seberapa besar usahanya mencarimu selama tiga tahun belakangan ini. Ia tak pernah menyerah, sampai ia berhasil menemukanmu kemarin."
Mata Aeri membulat. "Kau... tahu?"
Yerim mengangguk. "Tingkahmu kemarin mendadak aneh dan aku sempat melihat Jisung di taman bermain kemarin. Kau pasti bertemu dengannya."
"Pokoknya, satu hal yang ingin kuberitahu padamu Aeri. Jangan lakukan kesalahan yang sama. Jangan semakin menyakiti dirimu, oke?"
"Yerim..."
Aeri menangis dan memeluk Yerim.
Hanya Yerim yang bisa mengenalnya begitu baik. Hanya Yerim yang mengerti perasaannya. Kini ia ragu, apakah harus ia menjalani operasi itu?
Ada tiga hal penting yang tidak ingin ditinggalkannya. Pertama, tentu saja kedua orang tuanya. Kedua, Seo Yerim, sahabat terbaiknya. Dan terakhir...
Lee Minho.
************************************
Published : 2 mei 2020
Yo hai gais~
Rina kembali dengan part yang semakin lebay n cringe.
Ga tau lagi ya huhu pokoknya quest ini selesai rina uda senang
//kurang 1k lagi woi//
Okei nanti malem up part terakhir ya.
Jan berharap lebih, aku yakin kalian kejang-kejang baca ke-cringe-an tulisanku.
Have fun aja okei? Wkwkwk
See you~
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top