26

Arka tak berhasil bertemu Airin pagi tadi. Makanya selama jam kuliah berlangsung, Arka tak bisa memusatkan perhatiannya pada dosen yang sedang memberikan materi. Benaknya dipenuhi dengan bayangan Airin. Arka ingin kelas berakhir secepatnya.

Begitu kelas berakhir, Arka berusaha menghubungi nomor telepon Airin. Tapi, ponsel gadis itu tidak aktif. Situasi ini justru menambah kekalutan hati Arka. Apa ia mesti mendatangi gedung Sastra lagi? pikirnya sembari menimang ponsel di tangan.

"Mau ngopi nggak, Ka?" Galang menepuk pundak Arka yang sedang duduk dengan punggung setengah membungkuk.

Arka tidak sempat sarapan tadi pagi dan perutnya agak perih sekarang. Namun, ia sedang tak ingin pergi ke mana-mana sekalipun untuk mengganjal perut agar lambungnya tak mengalami masalah.

"Gue males, Lang. Lo aja deh yang ngopi. Ntar bawain gue gorengan atau apa kek," pesan Arka. Sorot matanya tak secerah matahari yang telah meninggi dan bersinar terang benderang.

"Emangnya kenapa lo? Masih trauma? Gue kan udah bilang, lo pergi ke psikiater sono biar diobatin," celetuk Galang yang justru mengambil tempat duduk di sisi Arka.

"Emang ke psikiater pakai duit lo?" sahut Arka yang masih sempat-sempatnya melempar candaan pada Galang.

"Kok gue? Yang tajir di sini kan lo, Ka. Gue kan cuma ngasih saran doang."

Arka mengembangkan senyum. Di situasi yang tidak kondusif seperti sekarang pun, ia masih beruntung karena ada Galang yang membuat suasana sedikit mencair.

"Ya udah. Kita ke warkop aja." Mungkin dengan minum segelas es teh dan makan pisang goreng bisa sedikit menghibur hati, pikir Arka.

"Katanya tadi males?" sahut Galang heran. Cepat sekali Arka berubah pikiran, batin Galang takjub.

"Sekarang udah nggak."

Arka bangun dari tempat duduknya begitu juga dengan Galang. Akan tetapi ketika ia dan Galang hendak melangkah pergi, tiba-tiba saja seseorang muncul di hadapan kedua sahabat itu. Otomatis keduanya urung menggerakkan kaki.

Airin. Gadis itu telah berdiri beberapa jengkal di depan tubuh Arka dan Galang. Entah dari mana ia muncul. Arka tak terlalu memerhatikan. Galang pun hanya konsentrasi pada sahabatnya dan tak melihat sekeliling.

"Kalau gitu gue pergi dulu, Ka," pamit Galang setelah beberapa detik kemudian. Rupanya ia cukup tahu diri dan cukup memahami situasi. Cowok itu langsung ngeloyor pergi meski Arka tak membalas ucapannya.

Gadis itu masih berdiri di sana dan tatapannya mengarah tepat ke wajah Arka. Ia masih murung seperti yang terakhir kali dilihat Arka.

Sementara Arka sendiri membeku di tempatnya. Tadi pagi saat ia mencari Airin ke gedung Sastra, Arka tak bisa menemukan keberadaan gadis itu. Perjuangannya berlari menuju ke gedung itu sia-sia. Namun, ketika Arka tidak sedang mencari Airin, gadis itu justru muncul di hadapannya bak putri khayangan yang jatuh dari langit.

"Gue sayang lo, Ka."

Kalimat yang meluncur dari bibir Airin terdengar dengan jelas di telinga Arka. Seolah mantra yang sanggup menghipnotis Arka.

"Dan lo layak menggantikan Azzam di hati gue," ucap Airin lagi.

"Apa lo bilang kayak gini karena gue pernah menghilang dari hidup lo?" pancing Arka.

"Terkadang lo mesti kehilangan sesuatu terlebih dulu agar tahu kalau sesuatu itu sangat berarti buat lo. Dan lo baru sadar kalau lo sangat menyayangi sesuatu itu setelah lo kehilangan dia," tandas Airin.

Rupanya Airin sudah menemukan perasaannya. Gadis itu sudah memahami apa yang ia rasakan untuk Arka. Bahwa itu bukan sekadar pelengkap status, tapi sebuah ketulusan.

"Gue minta maaf, Rin." Arka tertunduk sejenak demi mengingat kebodohan dan kenekatannya saat itu. Karena ia sempat mengabaikan Airin dan menuruti egonya sendiri. "Gue udah menyakiti perasaan lo. Gue janji itu adalah pendakian terakhir gue. Setelah ini gue nggak akan pernah mendaki lagi. Gue berharap janji gue ini bisa bikin lo bahagia."

Airin mulai merekahkan senyum di bibirnya. Meski terlihat kurang sehat dan wajahnya sedikit tirus, tapi Airin tetap secantik biasanya. Seperti saat Arka melihat gadis itu untuk yang pertama kali. Ada pesona luar biasa yang tersimpan di seraut wajah Airin yang membuat Arka tergila-gila dan nekad menembak Airin dengan kata cintanya.

"Thanks, Ka," balas Airin. "Gue juga mau minta maaf karena gue salah panggil nama lo saat itu. Gue bener-bener nggak sadar kalau gue manggil nama Azzam," ucap Airin mengungkit kesalahan terbesarnya pada Arka.

"Nggak pa pa, Rin. Gue udah maafin lo, kok. Dan gue nggak akan cemburu lagi sama Azzam." Arka tersenyum semringah. Rasa bahagia membuncah dan memenuhi ruang-ruang di dalam dadanya. "Oh, ya. Gimana kalau kita jalan-jalan ke mal? Udah lama kan kita nggak jalan-jalan ke mal?" tawar Arka dan ide itu baru tercetus dua detik yang lalu.

"Tapi gue masih ada kuliah setelah ini. Gimana kalau ntar sepulang kuliah?"

"Kelamaan, Rin. Sekarang aja, yuk. Sekali-sekali bolos kan nggak pa pa."

"Tapi, Ka. Gue kan udah beberapa hari nggak masuk. Gue nggak mau ketinggalan materi. Kalau lo kan pinter, beda sama gue."

"Emang apaan sih yang dipelajari anak-anak sastra Inggris?"

Airin mencebik. Ia tak terima diremehkan Arka.

"Banyak."

"Ya udah, deh. Kita ke mal sepulang kuliah," ucap Arka akhirnya. Cowok itu memilih untuk mengalah demi menjaga perasaan Airin.

"Kalau gitu gue balik dulu ke kelas." Airin pamit dari hadapan Arka.

"Daah ... Hati-hati di jalan! "

Arka melepaskan kepergian Airin dengan membalas lambaian tangan gadis itu serta seulas senyum yang terukir di bibir. Hatinya merasa plong sekarang. Kesalahpahaman antara ia dan Airin telah terurai. Dan pada akhirnya Arka tahu perasaan Airin terhadapnya. Airin mencintai Arka. Itu yang paling penting.

Namun, pengalamannya selama hilang di gunung dan pertemuannya dengan Azzam, akan disimpan Arka baik-baik dalam hatinya. Arka akan memenuhi janjinya pada Azzam untuk menjaga Airin. Selamanya.

**************TAMAT***************

23 SEPTEMBER 2022

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top