25

Agaknya benih-benih racun yang ditebarkan Shella berhasil merasuki pikiran Arka dan tumbuh menjadi mimpi buruk bagi cowok itu.

Malam hari setelah Arka dan Shella berbincang di kafe pada siangnya, Arka bermimpi didatangi si penyelamat itu. Cowok berkemeja kotak-kotak yang telah menuntunnya kembali ke jalur pendakian itu mendatangi Arka dalam mimpi. Ia mengulangi kalimat yang sama, bahwa Arka harus menjaga gadis yang ada di dekatnya. Namun, lagi-lagi ia tak mengungkapkan secara spesifik nama ataupun ciri-ciri gadis yang dimaksud. Apakah itu benar Airin atau bukan.

Arka terbangun saat dini hari setelah mimpi itu berakhir. Cowok itu tercenung cukup lama memikirkan kembali tentang mimpinya. Semua ini pasti gara-gara ucapan Shella, pikir Arka. Shella pantas untuk dijadikan sebagai kambing hitam karena sejak awal memang dia sudah terlalu banyak ikut campur dalam hubungan Arka dan Airin.

Dan pada keesokan harinya, Arka sengaja datang ke kampus sejam lebih awal dari biasanya. Cowok itu  memarkir motornya di dekat pintu gerbang kampus, sementara ia sendiri nangkring di atas motor. Sembari mengawasi satu per satu mahasiswi yang memasuki pintu gerbang kampus dengan kriteria yang menaiki sepeda motor. Arka menunggu kalau-kalau salah satu dari mahasiswi itu merupakan Shella.

Arka sudah tidak bisa menghitung berapa banyak orang yang memasuki area kampus dengan menaiki motor atau jalan kaki. Tapi, di antara mereka masih belum tampak Shella. Dan Arka mulai ragu. Jangan-jangan hari ini Shella tidak masuk.

Namun, di saat Arka hendak mematahkan harapannya sendiri, dari kejauhan tampaklah sosok Shella yang sedang menaiki sepeda motor matik kesayangannya. Dengan gerakan sigap Arka segera menghadang laju motor Shella sebelum ia berhasil masuk ke dalam area kampus.

"Lo apa-apaan sih, Ka?!" Merasa dikerjai, Shella langsung nyolot. Untung saja Shella sempat mengerem sehingga Arka tidak tertabrak motornya. Kalau cowok itu tertabrak dan mengalami luka, tidak hanya polisi, tapi Shella juga akan berurusan dengan Airin.

"Gue mau ngomong sama lo," ucap Arka dan tampangnya dipasang serius.

Shella menimbang sesaat.

"Oke. Di mana kita ngobrol?"

"Di warkop?"

"Warkop? Masa harus ke warkop sih? Emang udah buka jam segini?"

"Warkop itu buka 24 jam."

Shella merasa gengsi juga kalau harus nongkrong di warkop, pasalnya tempat seperti itu tak lazim didatangi kaum perempuan. Biasanya kaum Adam yang mendatangi warkop.

"Gimana kalau di pinggir jalan deket warkop? Kita nggak akan ngobrol lama, kan? Gue nggak mau telat masuk kelas."

Arka setuju. Lantas keduanya meluncur ke tempat yang dimaksud. Begitu tiba di sana, Arka segera mengutarakan unek-uneknya. Karena Arka juga ada mata kuliah beberapa menit lagi.

"Gue penasaran, Azzam itu kayak apa, sih?"

Shella bengong menatap Arka. Ia pikir apa yang akan dibicarakan Arka sesuatu yang sangat mendesak dan penting. Nyatanya ia salah.

"Azzam orangnya baik ... "

"Bukan itu maksud gue," potong Arka seraya mengibas persis di depan wajah Shella. Sudah jelas ia tak sebaik Azzam dalam hal kepribadian. Arka menyadari itu sepenuhnya. Makanya Airin susah move on dari kenangan tentang Azzam.

"Terus?"

"Gue mau lihat foto Azzam. Lo punya nggak?"

Tiba-tiba saja keinginan untuk melihat wajah Azzam melintas dalam benak Arka setelah ia terbangun dari mimpi. Firasatnya mengatakan ada sesuatu yang aneh. Namun, ia tak ingin menduga-duga sesuatu yang diragukan kebenarannya.

"Nggak. Tapi, Airin punya."

Arka mengembuskan napas melalui mulut dengan kasar.

"Kalau gue minta sama Airin, terus apa yang dia pikirin tentang gue?" sungut Arka kesal. Shella minta dijitak kali, ya?

Shella nyengir.

"Di Facebook gue berteman sama Azzam. Mungkin akunnya masih ada," ucap Shella yang buru-buru mengeluarkan ponselnya dari dalam tas.

Selama menunggu Shella mencari akun Facebook milik Azzam, Arka terlihat gusar. Beberapa kali ia menghela napas panjang.

"Nah, ini ketemu." Selang tidak lama, akhirnya Shella menemukan apa yang ia cari. Gadis itu segera menyodorkan ponselnya ke hadapan Arka.

Dengan kecepatan kilat, Arka merebut benda itu dari tangan Shella. Cowok itu langsung melihat layar ponsel milik Shella yang menampilkan laman sebuah akun.

Betapa terkejutnya Arka begitu ia melihat sebuah foto profil yang terpajang di atas layar ponsel Shella. Seraut wajah sederhana dengan senyum tipis tampak mengisi foto profil sebuah akun bernama Azzam Anggara.

Jantung Arka seolah ingin berhenti berdetak detik itu juga. Bukankah wajah itu adalah milik si penyelamat Arka yang menuntunnya kembali ke jalur pendakian? Cowok itu lah yang berpesan pada Arka jika ia harus menjaga gadis yang ada di dekatnya.

Jadi, kesimpulannya Azzam lah yang menyelamatkan Arka dan ia menitip pesan agar menjaga Airin.

Lutut Arka langsung lemas. Akhirnya ia mengerti semuanya. Sesuatu yang tersembunyi dari peristiwa hilangnya Arka sudah terkuak sekarang.

"Azzam meninggal tiga tahun lalu di gunung yang lo daki tempo hari. Itulah kenapa Airin mati-matian mencegah lo pergi. Intinya dia nggak mau lo mengalami nasib yang sama dengan Azzam. Sekarang lo paham, kan?"

Arka membisu. Yang menghuni pikirannya saat ini justru Airin.

"Gue pergi dulu, Shel."

Arka buru-buru menaiki motornya dan meluncur ke arah kampus, meninggalkan Shella yang masih bengong di tempatnya berdiri dengan memegangi ponsel yang layarnya telah berubah gelap.

"Kenapa sih, tuh orang?" gumam Shella yang semula memperhatikan tingkah aneh Arka. Namun, sesat kemudian Shella tersadar kalau ia mesti bergegas jika tak ingin terlambat mengikuti mata kuliah pagi.

Sementara itu, usai memarkir motornya Arka bergegas menuju ke arah gedung Sastra. Ia bertekad ingin menemui Airin detik itu juga. Arka ingin bicara pada gadis itu, tapi beberapa menit mencari, Arka tak menemukan Airin.

Apa Airin tidak masuk hari ini?

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top