22
"Es tehnya satu, Mas Jo."
Laki-laki pemilik warung kopi yang biasa disapa dengan sebutan Mas Jo itu mengangguk usai mendapat pesanan es teh dari Arka. Mas Jo segera meracik es teh yang dipesan Arka dalam sebuah gelas kaca berukuran besar.
Hari ini Arka memang pergi ke kampus, tapi ia bolos. Tadinya ia berencana untuk masuk kelas, tapi ketika pikirannya dirasuki bayangan Airin, Arka memutuskan untuk balik badan. Sudah jelas ia hanya akan melamun selama dosen memberikan materi. Dan Arka memilih untuk menghindari hal semacam itu.
Es teh pesanan Arka siap dan disajikan Mas Jo di atas meja persis di depan Arka.
"Makasih, Mas Jo." Dalam kondisi pikiran kalut pun Arka tak lupa mengucapkan terima kasih pada Mas Jo.
Cowok itu mengambil satu pisang goreng yang ditempatkan dalam sebuah nampan plastik dan diberi alas kertas minyak. Pisang goreng itu masih agak hangat, lumayan untuk teman minum es teh.
Jika ditanya sejujurnya, Arka pasti akan bilang kalau ia sakit hati. Airin telah menusuk dadanya dengan sebilah belati. Ibarat kata seperti itu.
Memang, dari awal mereka menjalin hubungan, sikap Airin terlihat datar dan cenderung dingin pada Arka. Arka mencoba untuk memahami perasaan gadis itu. Mungkin saja Airin perlu waktu untuk memupuk kasih sayangnya terhadap Arka karena mereka belum lama saling kenal. Airin perlu mengenal Arka lebih dekat, begitu juga sebaliknya. Arka pikir Airin butuh waktu saat itu. Yang paling penting bagi Arka adalah status mereka.
Dan belum lama ini, sikap Airin mulai menunjukkan sedikit perubahan ke arah yang menggembirakan. Ditilik dari sikap dan gelagat gadis itu, Arka menyimpulkan jika Airin diam-diam memiliki perasaan untuknya. Airin menyayangi Arka, hanya saja ia punya cara sendiri untuk mengungkapkannya.
Mungkin Arka terlalu percaya diri dengan kesimpulannya.
Kejadian kemarin merupakan sebuah pukulan keras bagi kepercayaan diri Arka. Meskipun Airin tidak sengaja salah memanggil namanya, Arka bisa menangkap apa yang gadis itu sedang pikirkan. Padahal Arka hilang selama berhari-hari, semestinya Airin gelisah memikirkan Arka, bukan? Tapi kenapa justru Airin justru memanggilnya dengan nama orang lain? Bukankah itu merupakan indikasi jika bukan Arka yang sedang dipikirkan Airin, kan?
Tidak salah lagi.
Bukan berarti Arka tidak menghormati orang yang telah meninggal. Apalagi orang itu meninggal dalam misi pendakian. Tapi, ada saatnya seseorang mengikhlaskan masa lalu, terlebih lagi ada orang lain yang bertekad untuk menjadi masa depannya.
Satu pisang goreng telah tandas dimakan Arka. Cowok itu lantas meneguk es tehnya. Rasanya berpikir tentang Airin tidak ada habisnya.
Apa ini yang disebut dengan cemburu? batin Arka. Tapi, orang yang dicemburui Arka sudah tidak ada lagi di dunia ini. Itu artinya Arka mencemburui kenangan tentang orang itu, kan?
"Arka!"
Sebuah tepukan cukup keras hinggap di pundak Arka dan membuat cowok itu kaget setengah mati. Hampir saja ia menyemburkan es teh yang baru saja diteguknya.
"Lo, Lang?" Arka menoleh ke belakang dan mendapati Galang sedang memamerkan cengiran bodohnya. Ia merasa senang karena telah berhasil mengerjai sahabatnya.
Galang pun mengambil posisi duduk di samping tubuh Arka.
"Gue lihat tadi lo nggak masuk kelas, Ka," ujar Galang seraya mencomot tahu goreng dari dalam nampan plastik. "Kopi hitam satu, Mas," pesan Galang pada Mas Jo, pemilik warung kopi.
"Gue nggak mood," jawab Arka asal.
"Lo masih trauma?"
"Nggak tahu," balas Arka tak ingin membeberkan masalah pribadinya pada Galang.
Memang, hari ini adalah hari pertama Arka kembali ke kampus pasca dirawat di rumah sakit. Tapi, cowok itu justru bolos kuliah.
"Mungkin lo butuh istirahat, Ka," cetus Galang masih sibuk dengan tahu gorengnya. Dan kopi hitam pesanannya selesai dibuat semenit kemudian.
"Gue udah bosen istirahat. Eh, mana yang lain?"
"Ke bengkel. Motornya Rangga rewel lagi."
"Oh."
"Kenapa lo nggak konsultasi sama dokter atau psikiater aja, Ka?" usul Galang berusaha mencarikan solusi terbaik untuk Arka. Saat Arka ditemukan dan dirawat di rumah sakit, Arka sempat bercerita pada Galang dan teman-temannya yang lain tentang kejadian yang ia alami selama hilang di gunung. Jadi, Galang merasa sedikit khawatir dengan kondisi kejiwaan Arka, meski ia terlihat sehat secara mental dan fisik.
"Gue nggak gila. Gue masih waras." Arka menyelutuk.
"Yaelah, bukan gitu juga maksud gue. Dasar," desis Galang kesal. Ia beralih ke kopi hitam usai menandaskan satu buah tahu goreng.
"Gue baik-baik aja. Gue nggak butuh konsultasi kayak gitu."
"Mungkin lo butuh hiburan, Ka. Penghilang stres gitu," ujar Galang dengan mengedipkan sebelah matanya.
"Penghilang stres apaan?" Arka mencurigai sesuatu.
"Main bilyard? Karaoke? Lo pilih yang mana?"
"Astaga," desis Arka merasa dipermainkan. "Gue kira apaan."
"Emang lo mikir apaan, hah?"
"Ya, udah. Yuk," sahut Arka yang buru-buru bangkit dari bangku kayu dan mencangklong tas ranselnya. Ia telah siap berangkat.
"Ke mana?"
"Main bilyard."
"Oke. Tapi lo bayarin kopi gue, ya?"
Arka mengangguk setuju.
Usai membayar makanan dan minuman, Arka dan Gilang bergegas meluncur ke tempat bilyard yang mereka maksud. Rencananya Galang akan menghubungi Dito dan Rangga begitu mereka tiba di sana.
Sepuluh menit setelah Arka dan Galang pergi, Shella tiba di warung kopi Mas Jo. Gadis itu celingukan di depan warung.
Sebelumnya Shella pergi ke gedung Fakultas teknik untuk mencari keberadaan Arka, tapi ia tak berhasil menemukan cowok itu. Entah dapat firasat dari mana, Shella berinisiatif untuk pergi ke warkop Mas Jo. Pasalnya warkop Mas Jo adalah tempat tongkrongan favorit Arka dan kawan-kawannya. Namun, agaknya kali ini nasib baik belum berpihak pada Shella. Arka tidak ada di sana.
"Permisi, Mas." Akhirnya Shella memutuskan untuk bertanya pada sang pemilik warung kopi.
"Ya, Mbak. Ada apa, ya?" Mas Jo membalas.
"Mas kenal Arka nggak? Apa dia ke sini tadi?"
"Ya, dia di sini tadi. Tapi orangnya sudah pergi."
"Mas tahu ke mana dia pergi?"
Mas Jo berpikir sebentar. Tadi saat Arka dan Galang berbincang, Mas Jo sedang bermain ponsel. Tapi, ia sempat mendengar tentang kata bilyard keluar dari bibir Arka dan Galang.
"Mungkin ke tempat bilyard, Mbak."
"Tempat bilyard mana?"
"Nggak tahu, Mbak."
"Ya udah, Mas. Makasih."
"Nggak mau pesen minum dulu, Mbak?"
"Nggak, makasih."
Tempat bilyard mana yang Arka dan teman-temannya kunjungi? batin Shella seraya berjalan kembali ke arah kampus.
Sementara ponsel milik Arka mati. Dan Shella tak punya nomor kontak teman-teman Arka. Padahal Shella harus bertemu dengan Arka secepatnya dan meluruskan permasalahan Airin dan cowok itu.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top