12

Semilir angin gunung mengalir lembut ke wajah Arka dan mempermainkan ujung-ujung rambut ikalnya yang tumbuh liar. Matahari masih berada di atas kepala ketika ia dan rombongannya berhenti untuk beristirahat.

Yopi, ketua tim pendakian itu menepuk pundak Arka pelan. Membuat kekasih Airin itu terpaksa mendongakkan kepala.

"Apa lo keberatan kalau gue minta tolong buat jagain yang lain?" pinta Yopi setelah mengambil tempat duduk di sebelah Arka.

"Nggak. Gue nggak pa pa," sahut Arka tanpa berpikir panjang. Arka sudah bisa memahami maksud perkataan Yopi, bahwa ia meminta Arka untuk berjalan di barisan paling belakang rombongan mereka. Lagipula Arka sudah hafal rute dan medan pendakian mereka.

"Oke. Thanks." Yopi mengucapkan terima kasih, lantas meneguk air mineral dari dalam botol. Cowok itu tak bicara apa-apa lagi dan hanya menikmati suasana di sekitar tempat mereka beristirahat.

Rombongan yang dipimpin Yopi sedang dalam perjalanan turun gunung. Tak kurang dari satu setengah jam lagi mereka akan sampai di pos tiga. Lantas sejam berikutnya mereka akan tiba di pos dua. Dan sejam kemudian mereka akan sampai di pos satu. Jika perkiraan Yopi tepat, mereka akan tiba di pos satu sebelum matahari terbenam.

Sementara Arka sibuk dengan pikirannya sendiri. Bayangan Airin dan kemarahan gadis itu terus menyelubungi benaknya. Pasalnya ia sudah berbohong pada Airin. Arka telah berjanji pada gadis itu untuk tidak pergi mendaki, tapi kenyataannya Arka mengingkari kata-katanya sendiri.

Sejak SMP Arka mulai tertarik untuk mendaki. Tetangga Arka adalah seorang pendaki gunung. Telah banyak gunung yang berhasil ditaklukkan olehnya. Setiap bulan ia naik gunung tiga sampai empat kali. Bahkan ia juga pernah mendaki gunung Everest meski tak sampai puncak. Suhu ekstrem dan medan yang berat membuatnya harus mundur dari pendakian.

Arka sangat menyukai pendakian. Meski melelahkan, tapi banyak pengalaman yang ia dapat selama mendaki. Suasana gunung memang terasa berbeda dari tempat-tempat lain. Seolah-olah Arka memasuki sebuah dunia yang terasing. Tapi, anehnya Arka menyukai keterasingan itu. Baginya itu menenangkan dan nyaman.

Lantas bagaimana dengan Airin? Bagaimana Arka akan menghadapi kemarahan gadis itu? Airin pasti sudah tahu jika ia pergi mendaki.

Arka menggaruk tengkuknya. Pendakian dan Airin. Berat untuk memilih salah satu dari keduanya. Arka bahkan berani bilang ia tak bisa memilih. Arka hanya menuruti kata hatinya. Setelah ia kembali nanti, Arka bertekad akan meminta maaf pada Airin dan berusaha keras untuk kembali pada gadis itu. Apa ia bisa melakukannya?

Sebuah tepukan yang mendarat di punggung Arka menyadarkan cowok itu dari lamunannya tentang Airin. Ia kembali mendongak dan menemukan Yopi telah mengangkat tubuhnya dari atas tanah.

Yopi memberi kode pada Arka agar mereka melanjutkan perjalanan. Yopi tak mau kemalaman kali ini.

Yopi berjalan paling depan. Cowok itu sangat bertanggung jawab. Maka dari itu pantaslah jika ia menjadi pemimpin rombongan pendakian. Sementara Arka berjalan paling belakang. Di depannya ada Dito yang sesekali mengajak Arka ngobrol.

"Gue boleh nginep di rumah lo nggak, Ka?" tanya Dito dengan menoleh sekilas ke belakang. Jarak antara dirinya dengan Arka tidak terlalu jauh sehingga memungkinkan bagi mereka untuk bisa mendengar suara masing-masing.

"Kenapa nggak pulang ke rumah lo aja?" balas Arka.

"Rumah gue kan jauh, Ka. Bisa-bisa tengah malam gue sampai di rumah."

"Terserah lo, deh. Tapi jangan tidur di kasur gue, ya?"

"Terus gue tidur di mana? Lantai?"

"Ya, gitu deh."

"Ya ampun, Ka. Tempat tidur segede gitu, masa gue nggak boleh nebeng sih?"

Arka menyembunyikan senyum geli.

"Ya, ya," sahut Arka kemudian. Kasihan Dito kalau harus tidur di lantai, sedangkan kasur Arka masih muat untuk empat orang sekaligus.

Dito puas mendengar jawaban Arka. Ia tahu jika Arka tadi hanya mengerjainya saja. Mereka meneruskan perjalanan tanpa melanjutkan perbincangan. Pasalnya mereka harus konsentrasi pada medan yang sedang mereka lalui sekarang. Jalan setapak yang mereka lewati lumayan curam dan berpotensi membahayakan. Jika tidak berhati-hati kaki bisa terpeleset atau tersandung bebatuan yang menyembul dari dalam tanah.

Kerongkongan Dito terasa kering. Cowok itu menghentikan langkah, bermaksud untuk minum. Tapi malang bagi Dito. Isi botol minumnya hanya tersisa sedikit. Padahal Dito ingin minum beberapa teguk lagi.

"Air minum lo masih ada, Ka?"

Dito menoleh ke belakang dan bertanya pada Arka. Namun, cowok itu kaget bukan kepalang. Tidak ada Arka di belakang tubuh Dito.

"Ka! Arka!"

Dito memanggil nama Arka dengan suara kencang. Mungkin Arka sedang berada di balik pohon untuk sekadar buang air kecil dan ia sengaja tak memberitahu Dito. Karena Arka hafal jalan, ia tidak takut tersesat. Makanya Arka tak memberi tahu Dito karena ia pikir akan segera kembali ke belakang barisan secepatnya.

Dito memberi jeda demi menunggu Arka. Barangkali Arka belum selesai bung air kecil. Namun, beberapa saat ditunggu, Arka tak kunjung menampakkan diri. Setidaknya jika ia bisa mendengar suara Dito, harusnya Arka memberi sahutan.

"Arka! Lo di mana?!" Dito berusaha mencari keberadaan Arka dengan menelusuri kembali rute yang baru saja mereka lalui sembari meneriakkan nama Arka. Namun, tidak ada jawaban.

Apa jangan-jangan Arka sedang mengerjainya? batin Dito yang masih terus mencari keberadaan sahabatnya.

"Ini nggak lucu, Ka!"

Masih tetap tidak ada jawaban. Arka tidak muncul. Ia juga tak menyahuti teriakan Dito.

"Temen-temen, berhenti dulu!" teriak Dito beberapa saat kemudian.

Dodi yang berada di depan Dito seketika memberi isyarat pada yang lain agar berhenti.

"Ada apa sih, Dit?!" Galang yang berada di barisan nomor tiga menghardik Dito dengan suara cukup keras.

Namun, belum sempat Dito menjawab pertanyaan Galang, tiba-tiba saja Yopi muncul.

"Ada apa, Dit?" tegur Yopi yang sudah berdiri di depan tubuh Dito.

"Arka hilang, Yop," lapor Dito yang wajahnya mulai menampakkan kecemasan. Sepanjang melakukan pendakian dengan Arka, ia tak pernah menemukan kejadian seperti ini. Arka sangat paham jika seorang pendaki tidak boleh melakukan hal-hal negatif di gunung, sekalipun itu hanya bercanda.

"Hilang? Gimana bisa hilang?" Yopi tak langsung memercayai ucapan Dito. Arka bukan anak kemarin sore dalam hal pendakian dan tidak tahu norma-norma naik gunung.

"Gue nggak tahu. Pas gue menoleh ke belakang untuk minta air minum sama Arka, dia sudah nggak ada. Dia nggak bilang mau buang air atau apa, tiba-tiba saja dia sudah nggak ada di belakang tubuh gue, Yop," urai Dito.

"Kita cari aja dulu. Siapa tahu dia masih jalan kemari."

"Dia nggak pa pa, kan, Yop?"

Yopi terdiam. Ia tak punya jawaban untuk itu.

"Ada apa, sih?" Yang lain ikut mendekat dan berusaha mencari tahu apa yang sedang terjadi.

"Arka hilang."

"Arka hilang?"

Seluruh rombongan terkejut dengan pengakuan Dito. Bagaimana mungkin Arka bisa hilang?

Sebenarnya di mana Arka?

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top