09
"Airin!"
Seruan singkat itu berhasil menarik perhatian Airin untuk menoleh ke samping tubuhnya. Gadis itu membeku selama beberapa detik saat ia melihat Arka sedang berdiri di dekat sebuah motor matik persis di sebelah pintu gerbang kampus. Tampaknya cowok itu berada di sana hanya untuk menunggu Airin seorang.
"Mau pulang? Yuk, gue anter," tawar Arka seraya berjalan mendekat ke arah gadis pujaannya. Tak peduli dengan sepeda motornya yang terparkir di dekat pintu gerbang kampus. Di area itu tersorot kamera pengawas, jadi jika ada maling yang nekat mencuri motor matik kesayangan Arka, sudah pasti aksi maling itu akan terekam dengan sangat jelas. Dan tak butuh waktu lama bagi pihak kepolisian untuk menguak identitas si maling.
Airin bingung. Dua hari yang lalu, saat mereka terakhir bertemu, Airin dan Arka berdebat. Bahkan Airin sempat mengucapkan kata putus, tapi Arka seolah sudah melupakan semua itu. Ia menghampiri Airin dengan seulas senyum tipis tersungging di bibir dan cowok itu juga menawarkan diri untuk mengantar Airin pulang. Seolah semuanya baik-baik saja, tak ada masalah.
"Gimana kalau kita beli es krim sebelum pulang? Cuacanya panas banget siang ini," ucap Arka masih berusaha membujuk Airin.
Sayangnya tak ada Shella di samping Airin. Ia pamit pulang lebih dulu tadi. Kalau ada Shella, ia bisa menjadi penengah sehingga Airin tak perlu merasa canggung begini.
"Kita bisa makan es krim sambil ngobrol," tandas Arka lagi demi meraih perhatian Airin yang masih belum beringsut dari tempatnya berdiri. Gadis itu juga masih bungkam.
Mungkinkah obrolan yang Arka tawarkan pada Airin berkisar tentang pendakiannya?
Airin mengiyakan usai berpikir beberapa saat. Dan tak lama kemudian ia sudah berpindah ke atas boncengan motor matik kesayangan Arka.
Arka menjalankan motornya dengan kecepatan sedang. Ia dan Airin punya tempat langganan makan es krim. Meski sesungguhnya Arka malu untuk makan es krim, tapi kenyataannya ia sangat menikmati saat memakannya. Apalagi bersama Airin.
Setelah menempuh perjalanan selama tak kurang dari 15 menit, mereka sampai di sebuah kafe. Selain menawarkan es krim, kafe itu juga menyediakan berbagai jenis minuman olahan kopi. Beberapa macam kudapan juga tersedia di kafe itu.
Arka memesan es krim rasa cokelat untuk Airin dan untuk dirinya sendiri, Arka memilih es krim matcha.
"Apa lo berubah pikiran?" Airin langsung bertanya sesaat setelah es krim pesanan mereka disajikan di atas meja. Ia cukup penasaran dengan hal yang ingin dibahas Arka. Jika tebakannya benar, itu pastilah tentang pendakian yang hendak dilakukan Arka. Tinggal beberapa hari lagi menuju pendakian. Seharusnya Arka sudah memutuskan untuk pergi atau tidak.
"Apa lo setakut itu kehilangan gue?" Arka tak langsung menjawab pertanyaan Airin, tapi ia memilih untuk memancing pengakuan gadis itu lebih dulu.
Airin mendesah gusar. Keinginannya untuk menyuap es krim cokelat di depannya batal karena pertanyaan Arka.
"Apa gue kelihatan bercanda?" tanya Airin datar. Ekspresinya seolah pada titik beku es krim di hadapannya.
"Nggak, sih. Tapi, naik gunung nggak semenakutkan yang lo bayangkan, Rin. Sebenarnya naik gunung itu asyik, loh," ucap Arka seperti ingin mempermainkan perasaan Airin. Namun, tak berselang lama, ia berkata lagi, "Tapi, kalau lo nggak ngizinin gue pergi, gue nggak akan memaksa. Gue yakin, lo melarang gue pergi karena lo sayang banget sama gue dan nggak mau kehilangan gue," sambung Arka dengan senyum bangga. Airin memang bukan gadis pertama yang Arka sukai, tapi Airin adalah pacar pertama Arka setelah sekian tahun memilih hidup jomblo. Hobinya mendaki gunung membuat Arka takut untuk punya kekasih kala itu.
Airin membelalakkan mata demi mendengar ucapan Arka barusan. Setelah pertengkaran mereka dua hari yang lalu, nyatanya membawa pengaruh positif untuk Arka. Mungkin saja Arka merenung selama dua hari ini. Dan keputusan finalnya baru saja ia ungkapkan beberapa detik lalu.
"Beneran lo nggak jadi naik gunung?" tanya Airin karena masih belum yakin dengan pendengarannya. Rasanya ini seperti mimpi karena sejak awal Arka ngotot ingin pergi.
Kepala Arka mengangguk. Senyum terkulum di bibirnya.
"Ya. Seperti yang lo mau. Gue batal naik gunung. Sekarang lo senang, kan?"
Perlahan senyum merekah di bibir Airin. Hatinya merasa lega sekaligus riang. Firasat buruk itu mendadak terbang menghilang entah ke mana.
"Thanks, Ka. Terima kasih lo nggak jadi pergi," ucap Airin menunjukkan rasa bahagianya.
Arka ikut tersenyum melihat binar-binar kebahagiaan yang terpancar di telaga bening milik Airin. Pasalnya Airin jarang sekali tersenyum bahagia seperti sekarang ini.
"Lo makan es krimnya, gih. Ntar keburu mencair," suruh Arka seraya melirik ke arah mangkuk es krim milik Airin yang mulai mencair perlahan.
"Lo juga."
"Ya, iya." Arka ikut-ikutan menyenduk es krimnya, lalu menyuap seperti yang Airin lakukan.
Dalam hati Arka semakin yakin jika Airin diam-diam memiliki perasaan yang tulus untuknya. Entah sejak kapan perasaan itu mulai tumbuh, tapi Arka merasa sangat bahagia.
"Habis ini kita mau jalan-jalan ke mana?"
"Lo senggang? Emang nggak ada tugas dari dosen?" Airin menegakkan wajah menatap seraut wajah cukup tampan di depannya.
"Ada, sih. Tapi kan bisa gue kerjain ntar malem," jawab Arka santai.
"Banyak?"
"Lumayan. Kalau begadang bisa sampai jam tiga pagi."
"Emang segitunya?"
"Nggak juga, sih. Biasanya gue tinggal bikin kopi dulu, main gim, kadang-kadang gue tinggal tidur dulu," oceh Arka, lalu ngakak cukup keras.
"Dasar," desis Airin.
Azzam dan Arka memang dua pribadi yang berbeda. Airin pernah sekali membandingkan keduanya. Tapi, pada akhirnya ia menyadari jika kepribadian orang tidak sama. Azzam yang lembut dan tidak pernah neko-neko, berbanding terbalik dengan Arka yang easy going dan santai. Tapi, keduanya sama-sama baik. Airin bisa merasakan jika Arka sangat menyayangi dirinya. Sama seperti Azzam.
Setelah menghabiskan semangkuk es krim, keduanya melanjutkan perjalanan pulang. Namun, di tengah jalan Arka mengajak Airin mampir ke warung bakso yang terletak tidak jauh dari rumah Airin. Warung bakso itu terkenal enak dan murah. Arka dan Airin sudah pernah makan di sana beberapa kali. Meski ada selentingan kabar yang menyebut jika pemilik warung bakso itu memakai penglarisan, tapi Arka tidak peduli.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top