03
"Lo sakit, Rin?" tegur Shella ketika kelas yang mereka ikuti berakhir semenit lalu. Tapi, agaknya Airin masih enggan beranjak dari tempat duduknya. Padahal mahasiswa dan mahasiswi lain mulai berhamburan keluar dari kelas. "Apa ini soal Arka lagi?" tanya Shella meralat pertanyaan sebelumnya.
Wajah Airin memang terlihat suram dan Shella menduga kuat jika ini ada hubungannya dengan Arka.
"Semalam gue mimpi dia lagi, Shel," ungkap Airin tampak lesu.
"Dia ... Maksud lo Azzam?" tebak Shella setelah berpikir sejenak.
Kepala Airin melempar kode 'benar'. Jadi, ini benar tentang Azzam?
"Sudah lama banget gue nggak mimpiin dia dan nggak tahu kenapa dia dateng di mimpi gue," curhat Airin. Selama ini cuma Shella yang menjadi tempat curahan hati Airin. Shella juga yang mau memahami apa yang dirasakan Airin.
"Pasti karena masalah Arka kemarin," celetuk Shella cepat. "Lo kepikiran Arka, makanya Azzam ikut-ikutan kebawa mimpi."
"Mungkin lo bener, Shel." Airin tak ingin menampik segala kemungkinan. "Gue baru sadar, kalau gue masih sayang banget sama Azzam, Shel."
"Rin," cekat Shella saking kagetnya mendengar pengakuan Airin. Azzam kan sudah meninggal tiga tahun lalu dan Airin telah bersusah payah untuk bangkit demi menata kehidupannya yang baru. Bahkan Airin sudah membuka hatinya untuk Arka. Lalu kenapa dia bilang masih sayang banget sama Azzam? "Azzam udah nggak ada di dunia ini, Rin," ucap Shella berusaha mengingatkan sahabatnya.
"Gue tahu, tapi gue masih sayang banget sama dia, Shel."
"Terus gimana dengan Arka? Dia pasti sedih banget kalau denger ini," ujar Shella dengan ekor mata mengarah ke pintu masuk. Semoga Arka tidak muncul tiba-tiba dari balik pintu, harap Shella dalam hati. Cowok itu bakalan kecewa berat kalau mendengar pengakuan Airin. "Lo nggak sedang mempermainkan hati Arka, kan?" Shella mulai meragukan perasaan Airin. Jangan-jangan Airin terpaksa menerima cinta Arka hanya karena desakan Shella.
"Nggak, Shel." Airin menyangkal. "Gue sayang sama Arka ... "
"Tapi cuma sedikit, kan?" tukas Shella melanjutkan ucapan Airin.
"Gue sedang belajar mencintai Arka, Shel. Kenyataannya nggak segampang itu menyukai seseorang," tandas Airin seolah tanpa merasa bersalah sedikitpun pada Arka.
"Gue paham posisi lo, Rin. Tapi jangan jadikan Arka sebagai korban, dong. Kasihan tuh anak. Gimana kalau dia tahu yang sebenarnya kalau lo jadiin dia sebagai pelarian doang," oceh Shella. Ia jadi menyesal karena dulu telah mengompori Airin agar menerima cinta Arka. Mungkin lebih baik mereka putus sebelum Arka mengetahui kenyataan yang sesungguhnya.
"Itulah kenapa gue mau putusin dia, Shel. Sebelum semuanya terlanjur serius, gue nggak mau dia kecewa gara-gara gue."
"Apa lo nggak bisa berpikir sekali lagi, Rin? Maksud gue, daripada lo nyari-nyari cowok lagi, mending yang udah ada."
Bagaimanapun juga Shella masih tidak rela Airin memutuskan Arka secara sepihak. Setidaknya Arka bisa jadi pelindung Airin di saat-saat tertentu.
"Gue rasa gue masih belum siap mengisi hati gue, Shel. Dan bodohnya gue baru sadar semalam," tandas Airin sembari mengemasi buku-bukunya di atas meja.
"Terus lo mau ke mana sekarang?"
"Gue mau pergi ke suatu tempat," jawab Airin yang sudah selesai mengemasi barang-barangnya dan bersiap untuk angkat kaki dari kelas.
"Lo mau menemui Azzam?" tebak Shella.
"Entahlah," balas Airin seraya mengedik. Ia tak ingin berbagi tempat tujuannya pada Shella.
"Kalau Arka ke sini dan nanyain lo gimana?"
"Terserah lo. Gue cabut dulu," pamit Airin seraya melenggang keluar kelas.
"Ya ampun, Rin. Rin." Shella menggelengkan kepala sembari menatap ke arah punggung Airin yang bergerak menjauh keluar kelas, lalu menghilang. "Gue masih nggak ngerti dengan jalan pikiran lo. Kadang gue nggak percaya kalau lo pernah depresi dan hampir gila," gumam Shella yang sedetik kemudian tersadar dan bergegas keluar dari kelas. Ruangan telah sepi dan Shella merupakan orang yang paling terakhir keluar.
Airin sudah tidak kelihatan lagi ketika Shella celingukan mencari gadis itu di luar gedung Sastra. Mungkin benar jika Airin pergi ke makam Azzam, pikir Shella. Gadis itu masih belum bisa melupakan Azzam. Tapi, kasihan juga Arka kalau tahu masalah ini.
"Shel!"
Baru saja melintas di otak Shella, Arka mendadak muncul dan meneriakkan nama Shella sambil menepuk pundak gadis itu cukup keras.
"Arka! Ngagetin orang aja!" pekik Shella kesal bukan main.
"Maaf. Gue nggak sengaja ngagetin lo," ucap Arka begitu melihat ekspresi Shella. "Airin mana? Apa dia nggak masuk?" Arka buru-buru mengatakan tujuan utamanya datang ke gedung Sastra karena tak ingin membuang waktu. Pasalnya ia masih harus rapat dengan teman-temannya untuk membahas masalah pendakian Minggu depan.
"Dia udah pulang. Barusan aja pergi."
"Oh ya? Kok gue nggak lihat dia, ya?" Sekali lagi Arka mengedarkan tatapan ke sekeliling, berharap menemukan satu sosok yang dicarinya, tapi nihil. Di antara sekian banyak mahasiswi yang berlalu-lalang di sekitar area gedung Sastra, tidak ada sosok Airin.
Bahu Shella mengedik.
"Kayaknya dia buru-buru tadi. Emang ada urusan penting? Kenapa nggak telepon aja?"
Arka menggaruk tengkuknya. Kalau saja masalah yang akan ia bahas dengan Airin bisa diselesaikan hanya dengan bicara di telepon, Arka sudah melakukannya sejak kemarin. Tapi ini sesuatu yang serius dan tidak etis dibicarakan di telepon.
"Beneran lo mau naik gunung sama temen-temen lo?" tanya Shella akhirnya. Meski sesungguhnya ia tak ingin ikut campur, tapi Shella ingin setidaknya sedikit terlibat dalam masalah Arka dan Airin. Shella ingin menjadi penengah. Kalau bisa.
"Ya, Minggu depan," ungkap Arka blak-blakan. Airin pasti sudah menceritakan masalah itu pada Shella, tebaknya.
"Dan lo tetep pergi meskipun Airin nggak suka?" pancing Shella.
"Mungkin dia nggak suka, tapi pendakian ini sangat berarti buat gue."
"Meskipun hubungan kalian sebagai taruhannya?"
"Maka dari itu gue ke sini mau ketemu Airin. Gue mau menjelaskan semuanya demi menyelamatkan hubungan kami. Jangan hanya karena masalah seperti ini kami berantem."
Shella mengangguk.
Mungkin masih ada jalan lain, batin Shella. Semua hal pasti bisa dibicarakan baik-baik. Semoga Airin bisa menerima niat baik Arka.
"Gue cuma bisa doain yang terbaik buat kalian berdua."
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top