50 | what the hell did he do?!
SEBENARNYA, ia tak perlu khawatir soal uang ketika sedang dalam pelarian. Uangnya cukup untuk menyewa kost atau apartemen, atau apapun pilihannya nanti. Uangnya pun cukup untuk ia makan sehari-hari. Ia sungguh berkecukupan, tapi aneh ketika melihat ia sama sekali tak mencari tempat tinggal dalam seminggu setelah memutuskan untuk meninggalkan rumah.
Pasca mengucapkan salam perpisahan dengan pusara sang ibunda, Bigel kembali berkelana dengan mobil pick-up hitamnya, Kaonashi.
Sudah seminggu ia hanya berputar-putar kota, menyusuri jalan tol dan beristirahat hanya di rest area, makan seingatnya, tidur sebisanya, hingga akhirnya ia benar-benar keluar dari kota Jakarta. Ia meninggalkan kehidupan lamanya tanpa banyak pertimbangan. Ia benar-benar lari tanpa tujuan. Ia merasa tak punya energi sama sekali untuk sekadar berpikir ingin tinggal di mana ia setelah ini.
Selama itu pula, teman perjalanannya hanya lagu-lagu yang secara acak diputar di radio. Ia tak punya playlist khusus. Ia juga sebetulnya tak sedang dalam mood untuk mendengarkan lagu apapun, ia hanya ingin membunuh keheningan di sini. Sendirian di rest area ... mendengarkan lagu yang tak bisa Bigel rasakan juga ... membuat Bigel mulai berandai-andai. Jika saja Ales ada, dia mungkin tak perlu menyetel radi—
"Halo?" Sebuah panggilan masuk dan memecah lamunan Bigel tentang Ales. Lamunan yang aneh. "Siapa ini?"
Nomornya tak dikenal. Namun, begitu terdengar suara seseorang, Bigel langsung tahu siapa itu. Seseorang yang turut ia blokir, lantaran berperan aktif dalam hubungan Bara dan Alin.
'Hai, Kak Abigail. Maaf ganggu. Lagi sibuk apa, Kak? Belakangan ini aku ke toko tapi tutup terus, ya? Kira-kira kapan Kak Abigail buka lagi? Aku mau ngobrol-ngobrol nih soal bunga. Sekalian pelunasan untuk fee tambahan karena udah bantu dekor.'
Sial. Mega. Si pemilik wedding organizer yang kemarin mengurus acara lamaran Bara dan Alin. Dia menghubungi dengan nomor lain. Brengsek, Bigel ingin sekali memaki. Tapi ia tahu, ia tak semestinya begitu, dan Mega tak tahu apa-apa tentang masalah di keluarganya.
"Saya lagi liburan ke luar kota. Maaf, saya enggak terima order untuk sementara waktu."
'Ah, gitu ya ....'
Sebenarnya, Bigel tak mau tahu lagi, tapi sungguh kemunculan Mega di ponselnya membuat ia ingin bertanya lebih banyak. Terutama tentang acara yang Mega sebutkan sebagai topik pembuka.
"Bunga untuk acara apa memangnya?"
'Pernikahan, Kak. Dari klienku yang seminggu lalu baru lamaran itu. Bulan Desember nanti mereka nikah."
Bigel tahu, seharusnya ia tak perlu bertanya lebih lanjut. Jawabannya hanya menyesakkan dada. Baru kecewa setelah dikhianati lewat lamaran mereka, Bigel dipatahkan lagi dengan berita pernikahan ini. Dan jelas saja ia tak tahu perkembangan apa-apa, lantaran ia masih memblokir keluarganya, termasuk Alin (yang entah bisa ia anggap keluarga atau tidak, meski nanti tetap akan menyandang status sebagai ipar).
'Karena ini acara wedding, aku harus cicil persiapan dari sekarang. Aku rencana mau order bunga di Fleur Teapot lagi, jujur aku puas banget sama hasil kemarin. Jadi aku pengen kerja sama lagi sama Kak Abigail. Kira-kira, kapan kita bisa ketemu dan ngobrol soal ini, Kak? Kak Abigail kapan sekiranya sudah ada di toko lagi?'
Percaya diri sekali Mega mengira Bigel akan kembali ke toko dan melanjutkan kegiatan operasionalnya. Bigel sendiri saja belum tahu apakah ia akan kembali membuka toko itu atau tidak. Ia belum tahu, apakah ia harus merangkai bunga lagi atau mulai mengemas barang-barang dan memasang iklan bahwa rukonya disewakan.
Namun, tepat sebelum Bigel ingin menjawab, Mega melanjutkan kata-katanya yang ternyata belum selesai. Sebuah informasi baru yang sungguh membuat Bigel membelalakkan mata ketika mendengarnya.
'Kemarin saya tanya stafnya, mereka bilang mereka pun kurang tau kapan Kak Abigail balik. Jadi, maaf ya, saya hubungi langsung begini.'
"Staf? Staf yang mana?"
Bigel bingung, Alin kah itu?
'Staf yang kemarin bantu dekor, Kak.'
Demi segala luka yang ia derita, dan kesedihan yang melanda, untuk apa Ales ada di sana?! Jantung Bigel secara tiba-tiba berdetak lebih cepat, pula ia yang semula tak tertarik untuk bicara lebih banyak dengan Mega yang mengganggu waktu sendirinya, sontak menegakkan tubuh seolah mempersiapkan diri untuk mendengar lebih banyak lagi. Persetan dengan ia yang ingin bicara soal bunga untuk acara pernikahan Bara dan Alin, sungguh Bigel penasaran mengapa Ales berada di tokonya bahkan ketika tutup dan Bigel yakini ia tak lupa membawa kunci.
"Ngapain dia di sana?! Toko itu tutup, Mbak Mega!"
'E-eh?' Mega seketika terdengar panik, pasti karena nada bicara Bigel yang tiba-tiba meninggi. 'S-saya kurang tau, Kak. Tapi dia ada di sana. Setiap hari saya ke sana untuk nemuin Kak Bigel, dan setiap hari juga saya ketemu dia.'
"Apa?!
Ini di luar nalar Bigel. Ia benar-benar tak mengerti, untuk apa Ales seperti ini?
Bigel akui, ia memang tak pernah mengerti jalan pikir Ales.
'S-sorry, Kak Bigel. Jadi, kira-kira Kak Bigel kapan kembali, ya?'
Benarkah Mega bertanya begitu? Bigel berdecih tak menyangka. Tanpa perlu berpikir lebih lama, tanpa perlu lanjut duduk bosan di rest area, tanpa perlu menimbang ke kota mana ia akan pergi setelah meninggalkan rest area ini, Bigel memutuskan untuk pulang.
Tidak ke rumah, tapi ke Fleur Teapot, rumah keduanya.
Ia harus mendatangi Ales, si pembuat onar yang entah sedang melakukan apa di tokonya. Kepala Bigel sakit memikirkan Fleur Teapot mungkin akan segera menjadi kapal pecah jika jatuh ke tangan yang salah, tangan Ales, contohnya.
Ia tak pernah memercayakan toko itu kepada orang lain, kecuali ... ah sudahlah, Bigel malas mengingat nama pengkhianat.
Sekarang fokusnya hanya satu, kembali ke toko dan meminta penjelasan kepada si mantan pacar palsunya, Alessandro Tedja.
to be continue ...
- Xadara Goe -
A/N:
HAYOLO ALES NGAPAIN? WKWKWKWKWKWK
ADA YANG BISA NEBAK GAAAA? COBA TEBAK DI SINI!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top