5 | bara, bigel, and the boyfriend rent

MESKI Ales menawarkan diri kepada orang asing sebagai pacar sewaan, ia tak sembarangan memilih perempuan. Kebanyakan dari mereka yang menerima jasa Ales, berarti sudah memenuhi kriteria cantik dari sudut pandangnya. Tujuan Ales mengatur begitu hanya satu, untuk membangun personal branding. Jadi, tidak semata-mata bisa dikatakan sana sini mau.

Namun, sadar bahwa ada cukup banyak gadis yang ingin menyewa dirinya, Ales membutuhkan Roy yang selama ini sudah cukup tahu selera Ales seperti apa. Tugas Roy di sini adalah untuk membantu menyeleksi calon kliennya.

Pekerjaan ini cukup menyenangkan bagi Roy. Lantaran, mereka yang tak dipilih Ales dapat Roy ambil untuk menjadi kliennya. Roy tentu tak masalah, hampir dari semua balasan dan DM yang masuk ke akun Ales, berasal dari gadis-gadis cantik nan kaya. Mendapat sisaan pun masih sebuah berkah bagi Roynaldo Malik.

Omong-omong, Roy juga ikut-ikutan buka jasa boyfriend rent, tapi dia masih pemain baru. Iseng saja, tak begitu serius dijalani seperti Ales. Hanya kalau ia sedang bosan, Roy open boyfriend rent untuk mencari teman kencan. Uang dapat, gadis pun dapat.

Saat ini, Roy sedang mengambil alih ponsel Ales. Sementara temannya tengah mengerjakan tugas kuliah, dengan ditemani secangkir kopi dan sebatang rokok.

"Ini gimana, Les?" tanya Roy, seraya menunjukkan foto seorang wanita dengan rambut sepinggang, baju minim bahan, dan riasan yang tebal. "Dia yang DM pertama kali sejak lo nge-tweet open slot, mau rent satu hari. Enggak ada special request, purpose-nya cuma buat diajak ke party," jelas Roy.

Permintaannya memang mudah, dan wanita itu memang cantik. Namun, penampilannya terlalu berlebihan—ia terlihat jauh lebih tua daripada Ales. Satu poin itu sedikit melenceng dari kriterianya.

"Bisa yang lebih muda dari gue enggak, Roy? Lo 'kan tau gue enggak bisa jadi brondong-brondong gemes. Enggak terima tante, ah!"

"Biasanya lo demen yang hedon-hedon gini."

"Ya tapi enggak yang tante juga, Roy. Lo mau bikin gue keliatan banget kayak gigolo?! Aduh, skip-skip!" tolak Ales seraya mengibaskan tangan.

Roy lantas berdecak dan melirik Ales dengan sinis, "Lo BU tapi banyak mau, heran gue."

"Lo yang aneh! Udah tau gue sukanya sama yang lebih muda dari gue. Ini lagi lo tawarin tante-tante sosialita! Cantik sih cantik, tapi tolong ya Roy, le-bih mu-da."

"Iya Bos, iyaaa. Ribet!"

Ales mendengarnya, tapi ia tak peduli. Ia tetap berpegang pada prinsip bahwa gadis yang mau menyewanya harus sesuai dengan kriterianya. Biar begini juga, Ales masih punya selera dan harga diri.

Detik dan menit pun berlalu dengan keheningan. Hanya ada suara ketikan dari Ales yang sedang mengerjakan tugasnya di laptop, dan Roy yang bersenandung mengikuti lagu yang sedang mereka putar. Sementara itu, tangannya masih menggulir layar ponsel Ales, sambil beberapa kali membalaskan pesan dari para gadis yang bertanya tentang harga, sampai ke syarat dan ketentuan. Roy dengan sabar membalaskannya satu persatu.

Kala ia sedang menunggu balasan dari gadis-gadis yang dipikirnya sudah cukup sesuai dengan kriteria Ales, Roy iseng membuka cuitan Ales sebelumnya. Ia menarik bibir ketika melihat banyaknya reply, like, dan retweet. Temannya itu, kalau sudah mengirimkan cuitan yang hanya memuat empat kata penuh makna, lapaknya langsung mendadak ramai.

Open slot boyfriend rent.

"Gila, Les. Ini banyak banget. Lima puluh rep, tiga puluh retweet, tiga ratus like, dan sepuluh quo—" ucapan Roy terjeda, bersamaan dengan matanya yang menangkap kutipan teratas, kala ia sedang membuka bagian quote tweet.

"ANJING???!!"

Roy melotot. Ia bahkan mengerjap beberapa kali, untuk menyadarkan diri bahwa yang dilihatnya sekarang bukanlah sebuah halusinasi. "Gila ini orang!" kata Roy sembari bergeleng tak menyangka.

"Kenapa?"

"Ada yang mau rent lo!"

"Ya terus kenapa? Kan emang bany—"

"DIA MAU BAYAR DUA KALI LIPAT!!!"

Jemari Ales yang semula sibuk mengetik, sontak berhenti. Ales yang sedang serius dengan tugasnya, lantas teralihkan seketika dan langsung merebut ponsel di tangan Roy.

Detik itu juga, Ales langsung membaca cuitan yang membuat Roy memekik hingga membawa nama binatang. Ternyata benar, bahwa cuitan tersebut mengatakan kalau calon klien itu menyanggupi untuk membayar dua kali lipat agar mendapat jatah slot boyfriend rent Ales.

Namun, nama akun yang menyebutkan semua itu berhasil membuat Ales memekik lebih keras daripada temannya.

"E-ELIO????!!!"

TEPAT pukul sepuluh malam, Bigel sampai di rumahnya. Sengaja, ia berjalan kaki hingga menghabiskan satu jam di perjalanan, demi tak cepat sampai.

Belakangan ini, ia benci berada di rumahnya sendiri. Apalagi, jika seorang pria di rumahnya sudah menampakkan senyum manis dengan lesung pipi yang mencuri atensi, dan menyapanya tanpa merasa berdosa. 

"Bi? Baru pulang?"

Bigel yang sudah lelah bekerja seharian, semakin lemas rasanya jika harus berhadapan dengan sang kakak. Ia bahkan belum sempat masuk kamar, Bara sudah menghadangnya di pintu depan.

"Kok belakangan ini pulang telat terus, Bi? Toko ramai ya? Jadi Alin extend jam pulang apa gimana?"

Bigel tak menjawab, ia malah menatap Bara dengan matanya yang lelah.

"Bi ...." 

"Aku capek, Kak."

"Ah iya, maaf Kakak banyak tanya, ya?"

Tidak, bukan karena itu. 

Setiap hari, adalah hari yang melelahkan bagi Bigel jika ia harus berhadapan dengan kakak yang berstatus sebagai mantan kekasihnya. Bigel lelah jika harus terus-terusan berhadapan dengan pria yang meninggalkannya di bawah derasnya hujan dan bulan purnama. Lantaran, Bigel tak mungkin bisa lupa bagaimana Bara meninggalkan luka, dan mengakhiri segalanya. 

"Mau Kakak buatin susu hangat?"

Namun Bara selalu berlagak seolah tak terjadi apa-apa. Bagaimana Bigel tak lelah menghadapinya? Hatinya semakin hari malah semakin sakit setiap kali Bara masih bersikap manis. 

"No, thanks. Mau tidur, capek."

"Kamu biasanya suka."

"Not anymore."

"Bi ...,"

"Kak Bara, stop."

Seolah mengerti mengapa Bigel menjadi seperti ini, Bara lantas menghela napas. Bara tahu ada sesuatu yang berubah. Abigail Ananta tak pernah menolak susu hangat sebelumnya.

"Terakhir kali kita bicara, kita udah sepakat untuk enggak saling ganggu kehidupan masing-masing. Kak Bara lupa?"

Pria bertubuh tegap nan gagah itu menghela napas berat untuk kedua kalinya. Dalam hati, ia membenarkan apa yang dikatakan Bigel. Kenyataannya, memang seperti itu. Persis seperti yang Bigel katakan.

Semuanya sudah berakhir, dan tak ada yang boleh mengganggu kehidupan masing-masing.

"Bi, Kakak cuma mau jadi sosok kakak yang baik buat kamu."

Lantas, Bigel mendenguskan tawa. Bualan Bara terlalu lucu baginya. Omong kosong!

"Bi ...."

Nyaris muak, Bigel pun menatap Bara dengan tajam. 

"Bi, Bi, Bi, Bi! Berhenti, Kak Bara." 

Ia menjeda sejenak, mengamati kedua mata Bara yang menatapnya penuh harap, "Aku sedang berusaha melupakan segalanya tentang kita, Kak. Jadi tolong ... aku mohon ... jangan ganggu aku lagi. Lebih baik Kakak fokus urus persiapan acara lamaran, karena aku yakin ... Kak Bara tau, aku enggak akan ikut bantu."

"Abigail ...."

"Basi, Kak. Mau ngucap semanis apa pun, enggak akan merubah sikap aku ke Kak Bara. Yang ada, semakin hari aku semakin benci."

"Bigel, jangan kayak gini. Sikap kamu yang begini khawatir bikin Mama sama Ayah curiga. Selama ini kita baik-baik aja, Bi. Gimana kalau tanda tanya muncul di kepala mereka karena kamu yang sekarang kayak gini ke Kakak? Nanti Kakak yang ditanya sama mereka, Kakak harus jawab apa?"

Bigel berdecih tak menyangka, "Egois."

"Bigel ...."

"Egois! Bahkan setelah semua yang terjadi pun, Kak Bara masih mikirin diri sendiri. Aku gimana, Kak? Kak Bara pernah pikirin aku dan perasaan aku, enggak?!"

"Selalu," Bara menjawabnya dengan cepat, "Kakak selalu pikirin kamu, Bi. Karena Kakak pun sayang sama ka—"

Detik setelahnya, Bigel langsung meninggalkan Bara yang masih berdiri di depan pintu rumah. Ia tak mau mendengar kelanjutan kalimatnya. Terlalu sakit untuk diterima sebagai kenyataan. Pernyataan cinta itu tak akan membuahkan hasil apa-apa.

Katakanlah Bigel pun egois, lantaran ia tak tahu bahwa Bara mungkin sama terlukanya.

Namun, mau bagaimana lagi? Semua sudah terlanjur terjadi. Bara harus menikahi gadis yang tengah mengandung benih anaknya, dan mengakhiri hubungan rahasia dengan Bigel yang juga tak mungkin berakhir di altar.

Hanya di hadapan Bara, ia bisa berlagak menerima bencana yang menimpanya. Namun, kala tinggal ia seorang diri, di dalam ruang kamar yang menjaga seluruh privasi, Bigel tak kuasa untuk menahan tangis.

Bingkai foto di atas nakas yang mengabadikan momen malam tahun baru Bigel dan Bara dengan kembang api yang menghiasi, menjadi saksi bisu dari setiap tangis yang meledak dari seorang gadis.

Dadanya sesak, napasnya nyaris tercekat, ia selalu menjeritkan nama Bara dalam diam. Ia selalu berusaha untuk tak terdengar. Bigel tak mau ada penghuni rumah ini yang tahu, bahwa ia kerap kali menangis berderu-deru di tengah heningnya malam kelabu.

"Bi?"

Suara itu lagi-lagi terdengar. Bigel pun tersentak, dan sejenak—dengan matanya yang sembap—ia menoleh ke arah pintu kamarnya.

Tak lama, terdengar suara ketukan pintu yang diiringi suara seorang pria di sana. "Bi? Kakak bawa susu hangat. Kakak taruh di meja depan kamar ya!"

Cih, bajingan! 

Kalau begini caranya, kapan ia bisa merelakan segala hal tentang Bara? Kapan ia bisa merelakan sikap manis sang kakak untuk perempuan lainnya? Kapan ia bisa berhenti mencintai Bara lebih dari sekadar kakak?

Secara tak langsung, Bara sendiri yang membuat Bigel sulit untuk melepaskannya.

Drrrrttt! Drrrrttt! Drrrrttt!
Elio incoming calls .....

Tepat waktu, panggilan masuk dari pekerja paruh waktu itu berhasil mengalihkan atensi Bigel dari pintu kamar yang sejak tadi dipandanginya. Dengan segera, Bigel langsung mengangkat ponselnya yang bergetar di atas meja. 

"Halo?"

"Halo! Eh? Kak Bigel kenapa?"

"Kenapa apa?"

"Suaranya kayak habis nangis?"

"Enggak. Gue kepedesan, lagi makan."

"Oalah, hahahaha kirain! Btw, ini lho aku mau kasih kabar. Kak Ales udah balas DM aku!!"

Ales?  Bigel berusaha mengingatnya sejenak, dan ... oh! Si boyfriend rent.

"Oh ya? Terus gimana?" tanya Bigel.

"Berhubung tadi aku udah kasih penawaran untuk bayar dua kali lipat kayak yang Ce Alin bilang, Kak Ales mau sediain slot nya buat Kak Bigel. Dia ternyata open lima slot. Harga normal satu slotnya lima ratus ribu buat dua hari. Kalau Kak Bigel jadi, Kak Bigel mau ambil berapa sl—"

"Take all, El."

"Hah?"

"Take all. Kirim ke gue nomor rekeningnya dan total harga, gue transfer sekarang."

"S-sebentar, Kak! Kak Bigel mau ambil semua slotnya? Kak Bigel mau rent buat sepuluh hari?! Kak Bigel, jangan ih! Boros lho, Kak Bigel 'kan bakal bayar dua kali li—"

"Gue perlu kenal, dan gue perlu adaptasi sama dia. Kalau emang lo serius bantu gue buat hadir ke acara lamaran Bara, harusnya lo ngerti, El. Gue enggak mau kelihatan kalau hubungan gue dan Ales itu palsu."

Dendam dan benci yang menggerayangi Bigel, membuat gadis itu mengambil keputusan ini tanpa pikir panjang. Ia sudah tak memikirkan soal uang. Namun, tanpa sadar ia juga tak memikirkan resikonya ke depan. 

"A-ah, iya! Tapi serius lima slot nih, Kak? Sepuluh hari? Kak Bigel berarti bakal kena lima juta lho!"

Keputusan Bigel sudah bulat. Ditambah, melihat Bara yang baru saja menyapa dan bersikap manis padanya, membuat Bigel yakin bahwa ia akan sulit untuk rela.

Maka, mulai detik ini dan seterusnya, ia merasa perlu mencoba mengalihkan pandangan kepada seseorang yang baru. Si penyedia jasa boyfriend rent ini, mungkin bisa sedikit membantu.

Meski hubungan mereka palsu.

"Gue tunggu nomor rekeningnya, El."

Malam itu, Ales lompat kegirangan setelah mengecek saldo di rekeningnya. Ia senang setengah mati, sampai tak bisa berkata apa-apa lagi, selain meneriakkan nama teman terbaiknya yang menyebabkan semua huru hara ini.

"ROOOOYYYYY!!!!"

Dor dor dor dor dor!!

"ROOOOYYYYY!!!!"

Dengan senyum yang mengembang, dan cengiran lebar seperti kuda, Ales menggedor-gedor pintu kamar temannya dengan semangat empat lima.

"ROY!!! BUKA ANJ—"

"APAAN SIH?!" Pria itu mendengus emosi.

"AAAAAA!!!!"

Secepat kilat, Ales menarik Roy ke dalam pelukan. Ia bahkan membawa Roy melompat-lompat kegirangan, dan terus-terusan tertawa seperti orang gila. Sementara Roy sendiri heran, setan apa lagi yang tengah merasuki temannya.

"Uhk—u-udah, Les! Woy! Uhk—gue susah napas!!"

Roy menepuk-nepuk kasar lengan Ales yang memeluknya terlalu erat. Sangat erat. Sampai-sampai Roy terbatuk ketika akhirnya Ales melepaskan pelukan itu.

"Ehehe, sorry sorry. Tapi ... MAKASIH! AAAAAH GILA! GUE DAPAT LIMA JUTA!!!"

Roy yang semula ingin memaki Ales karena hampir membuatnya mati, tiba-tiba malah membelalakkan mata.

"H-ha?!"

"Sumpah! Aaaaaa gila, besok gue bisa bayar cicilan Ocong! Lo mau makan apa, Roy? Minum? Atau mau ke Nyx? Kita minum-minum untuk merayakan slot gue yang terjual dua kali lipat!"

"D-DUA KALI LIPAT?!"

Ales mengangguk dan tertawa penuh kemenangan, ia senang bukan main. Untuk pertama kalinya, ada seseorang yang menyawa dirinya dengan membayar dua kali lipat dan menyewa semua slot yang disediakannya. 

"Asli! Thanks a bunch sih Roy. Kalau bukan karena lo ngilangin duit gue dua juta, kalau bukan karena lo beli bunga di Fleur Te—Fleur Te ... ah! Fleur apalah itu pokoknya, gue mungkin enggak bakal open BF rent malam ini. So yeah, makasih banyak sama lo! Karena sekarang, gue malah dapat lima juta! Yuhuuuuu!"

Sementara itu, Roy masih kesulitan mencerna semuanya. "Aduh, bentar! G-gimana? Lo dapat lima juta? Ngepet apa gimana lo?!" Ia menuntut penjelasan dari teman yang dikiranya sudah gila.

"Ngepet pala lo! Gue beneran dapat lima juta dari open slot barusan!"

"KOK BISA?!"

"Lo ingat ada yang quote tweet gue, dan bilang mau bayar dua kali lipat?"

"Yang cowo itu? Elio?"

"Yup! Gue terima offer-nya, dan ternyata dia booking semua slot!"

Seketika, rahang Roy jatuh kala mendengarnya. Ia menganga tak percaya. Bukan hanya karena semua slot boyfriend rent Ales yang ludes dalam semalam dengan harga dua kali lipat, tapi juga karena satu hal yang mengganjal.

"LO TERIMA KLIEN COWO?! ALES?! FOR REAL?!"

Roy panik, ia sedikit takut jika benar teman yang selama tiga tahun ini tinggal berdua dengannya itu juga tertarik kepada laki-laki. Masalahnya ... Roy juga laki-laki!  

"No, no. Kliennya cewek, dia cuma perantara."

"Oh? Syukurlah ...," Roy akhirnya bisa mengusap dada dengan lega.

Namun, beberapa detik setelahnya, ia menyadari satu hal, dan membuatnya malah semakin heran. "Eh? Jadi lo belum lihat klien lo kayak gimana?"

Ales menggeleng, "Yang penting cuan, Bro."

"Tadi aja maunya sesuai kriteria blablabla!"

"Eh, buat yang ini pengecualian ya! Dia sanggupin bayar dua kali lipat, semua slot, mana mungkin gue tolak?"

"Iya juga sih. Well ... good for you. Semoga bukan tante-tante deh!"

"Sialan, jangan bikin gue overthinking! Gue tinggal tunggu Elio kirim kontak ceweknya nih!"

Ting!

Sebuah pesan masuk di waktu yang tepat. Baik Roy ataupun Ales langsung melirik ke arah ponsel yang sedari tadi berada dalam genggaman Ales.

"Elio!" seru Ales kala membaca nama yang muncul di notifikasi layar kuncinya.

Dengan semangat memburu, Ales langsung membuka pesan itu.

📩 ka ales, ini acc kak bigel ya @abigailann. dan ini nomornya 081112170001. makasi banyak udah bantu el kak ^^

Tentu setelah melihat pesannya, Ales langsung menekan nama pengguna yang Elio kirimkan. Tujuan utamanya hanya satu, melihat foto profil kliennya. Khawatir apa yang dikatakan Roy beberapa saat lalu menjadi sebuah kenyataan.

"ANJIR?!" Ales sontak membuat Roy terkejut untuk yang kesekian kali, hanya dalam satu hari.

"TANTE-TANTE, LES?!"

"NO! HAHAHAHA! CANTIK, ROY! AAAA! ABIGAIL NAMANYA! AAAAAAA GIMANA NIH?! PUSING KALAU CANTIK BANGET GINI, ROY!!"

Dan malam itu, Roy hanya bisa bergeleng kepala melihat tingkah temannya yang mungkin sudah gila. Well ... mungkin Dewi Fortuna sedang berpihak kepada Ales yang nyaris ia buat menderita karena kehilangan uang sebesar dua juta. Syukurlah, jika kini sang dewi mendatangkan klien kaya raya nan cantik jelita untuk seorang Alessandro Tedja.

"Hoki lo ya! Udah dibayar dua kali lipat, cantik pula orangnya!" 

to be continue ...

♡ Xadara Goe

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top