45 | glad to know you

TING! 

"Welcome to Fleur Tea—KAK ALES!" 

Senyum sumringah nan riang gembira dari Elio menyambut kehadiran Ales di toko bunga milik ke—mantan—kekasihnya. Ales nyaris salah menganggap statusnya dan Bigel masih sama. Untung saja, kemunculan gadis dengan rambut yang dicepol asal dan tampak acak-acakan, seketika menyadarkan Ales akan status mereka yang sudah berubah. 

"Les."

"B-Bos Bi?" 

Bigel tiba-tiba mendenguskan tawa, "Bigel aja." 

"A-ah iya, Bigel." 

Ugh. Lidah Ales terasa kaku mengucap nama itu. Tidak, maksudnya, Ales merasa canggung memanggil Bigel hanya dengan ... Bigel

"Well, kontrak kita udah selesai, ya?" 

Ales mengangguk, tak ada jawaban selain anggukan.

Tapi tiba-tiba, Bigel mengulurkan tangan. Ales tak tahu harus melakukan apa dengan tangan itu, ia tak mengerti apa maksudnya. Ia melirik Bigel dan melirik uluran tangannya bergantian, Ales masih tak mengerti apa yang sedang terjadi karena Bigel hanya diam.

"Les, kalau ada orang ngulurin tangan tuh ya dijabat tangannya dong tapir." 

Roy bersuara. Kala menoleh, Ales baru tahu Roy sejak tadi duduk di kafe teh dan memperhatikan ia yang sedang berhadapan dengan Bigel. 

"Apa liat-liat? Itu tangan Bigel jangan dianggurin lah!"

Ales berdecak sebal. Roy memang menyebalkan. 

Lantas Ales kembali memusatkan pandangan kepada gadis yang berdiri di hadapannya, yang masih dengan sabar menunggu Ales menjabat tangannya. Dan tak perlu banyak membuang detik demi detik, Ales akhirnya menyambut uluran tangan itu. 

Dingin, namun lembut. 

"Glad to know you, Ales." 

"...."

"Till we meet again, ya?"

"B-Bos?" 

"Thanks for everything, Les." 

Dan sebuah pelukan pun mendarat halus di tubuh Ales. Tangan dingin nan lembut yang semula ia genggam, kini memeluknya dengan penuh kasih yang bisa ia rasakan. Ales ingin sekali tak mengerti dan berlagak bodoh dengan situasi ini. Ingin sekali ia melontarkan lelucon payah untuk membuat suara tawa pecah. Namun sayangnya, Ales tidak mampu. Ia benci otaknya yang mendadak cerdas menangkap maksud dari jabat tangan dan pelukan ini. Ales tahu, Bos Bi-nya berniat untuk pergi. 

"Hadaaaaaah, bisa-bisa nangis deh nih gue. El, ayo El, lanjut beres-beres. Jangan nangis lo!" Roy tak bisa sekali berurusan dengan hal-hal sentimental. 

"Huaaaaa! Kak Roooooy! Aku enggak bisaaaa! Aku enggak mau ditinggal Kak Bigeeeeeel!"

"Aduh bocah ini, sini lo! Peluk sini!" 

Seharusnya, seharusnya, seharusnya, kelakuan Elio dan Roy sekarang bisa sedikit menghibur Ales. Teman dan adik tingkatnya itu saling berpelukan seperti anak kecil yang akan berpisah dengan teman main. Namun, bibir Ales benar-benar sulit untuk menyunggingkan senyum. Ia diam dalam pelukan Bigel yang cukup lama dan membiarkan diri tenggelam di dalamnya. 

"Thanks, Ales. Thanks a lot." 

Terima kasih, katanya. 

Ales tak pernah tahu, ucapan terima kasih bisa terasa begitu ganjal di hatinya.

Padahal Ales sudah memutuskan untuk berhenti berurusan dengan Bigel dan keluarganya. Namun sekarang, ketika semuanya benar-benar akan dihentikan, mengapa rasanya ... aneh?

Ales tak bergerak. Ia tak mampu untuk bergerak. Ia membiarkan hati kecilnya tercabik dalam sebuah peluk dari dua tangan dingin nan begitu lembut.

Sungguh ini terasa begitu aneh bagi Ales. Hubungannya dan Bigel tak semestinya berakhir begini. Hubungannya dan Bigel hanyalah sebuah kepalsuan. Hubungannya dan Bigel hanyalah kepura-puraan. Hubungannya dan Bigel hanyalah berdasarkan uang. Hubungan itu bahkan tak nyata meski untuk sedetik saja. 

Tapi kenapa .... 

Kenapa pelukan ini terasa begitu sesak di dada?

Benarkah Ales sudah terlanjur melibatkan perasaannya? Ia tak tahu, ia sendiri tak mengerti dengan apa yang ia rasakan saat ini. Satu yang jelas, membalas pelukan Bigel saja terasa begitu berat. Ia merasa, ia tak sanggup melakukannya.

Mungkin sebenarnya, bukan ini akhir yang Ales inginkan.

Namun, sudah tak ada lagi yang bisa ia lakukan. Ia juga bukan siapa-siapa untuk menahan Bigel pergi. Jika memang keputusannya begitu, dan jika ini adalah pilihan terbaik untuk Bigel, maka tak ada alasan lagi bagi Ales untuk tidak membalas pelukan bos kesayangannya. 

Ia memeluk Bigel seerat Bigel memeluknya, dan menyunggingkan senyum terbaik sebaik yang ia bisa. Ia tak punya waktu untuk bersedih, hidup harus terus berlanjut, dengan ada atau tidak adanya Bigel mulai hari ini. 

Ales tak mau memaksakan kehendak. Meski jika benar bahwa ia mulai menyukai Bigel, ia tetap akan melepaskannya. Toh, belum tentu Bigel merasakan hal yang sama. 

Dan lagipula ... mereka terlalu berbeda, 'kan? 

to be continue ...

- Xadara Goe -


A/N :

Halooooo! 
Apa kabaaaaarrr? Semoga selalu baik ya keadaannya! 

FYI, kayaknya work ini bakal >50 chapter HAHAHAHA! Tapi kita lihat nanti yaa, aku masih mengusahakan akhir yang terbaik untuk mereka berdua. Sooooo, tunggu akuuuu! <3 

Thank you! ^^

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top