44 | whatever will be, will be
SUNGGUH, Ales tak tahu apakah ini keputusan yang tepat atau tidak. Ia tak tahu apakah ini jalan yang benar yang ia pilih. Ia merasa seperti buta arah dan berjalan hanya dengan mengandalkan hatinya. Ales pergi meninggalkan gedung Grha Batara tanpa memenuhi janji temunya dengan Bara.
Benar, Ales menggagalkan pertemuan siang itu terkait pembahasan imbalan yang akan Bara berikan jika Ales mengindahkan perintahnya.
Ales tak mau tahu, Ales tak mau peduli, Ales tak mau ambil pusing dengan terus mengikat diri kepada keluarga kaya raya yang banyak masalah ini.
Ia pikirkan kata-kata temannya sebelum meninggalkan kafetaria. Lantas mungkin benar, bahwa tak ada yang tahu jika nanti pilihan Ales untuk membantu Bara hanya akan menjadi bumerang alih-alih membawa keuntungan.
Ales sadar dirinya adalah orang yang mengkalkulasi banyak hal. Ia menghitung besar kecilnya keuntungan dari setiap tindakan yang ia lakukan. Ia tahu dirinya tak bisa bergantung pada siapa pun, maka ia harus menggunakan akalnya dengan betul. Oleh karenanya, Ales memilih untuk meninggalkan segala hal yang akan Bara janjikan untuk dirinya. Ia tak mau ambil risiko lebih besar lagi. Membuat kontrak sewa pacar dengan Bigel saja sudah berakhir kacau dengan ia yang malah nyaris (atau sudah?) jatuh cinta. Lalu sekarang, bodoh namanya kalau ia bersepakat dengan Bara. Lantaran tak ada yang pernah tahu, petaka macam apa yang akan menghantuinya nanti.
Ales sedikit banyaknya percaya kata-kata Haga, bahwa ia tak bisa terus berurusan dengan keluarga mereka. Sudah waktunya ia untuk lepas tangan. Kontrak berakhir, maka kontak pun selesai. Tak ada lagi hubungan yang harus dijalin antar satu sama lain. Baik dengan Bara, ataupun dengan Bigel. Ales memilih untuk melepas segalanya. Ia tak mau memupuk luka dan petaka hanya karena janji-janji manis Bara. Lagipula, bagaimana bisa ia percaya kepada pria yang bahkan mengkhianati cintanya sendiri?
Ales merasa dirinya pasti sudah hilang akal, ketika sempat mempertimbangkan untuk menerima tawaran Bara demi masa depan. Betapa bodoh dirinya yang tak sadar bahwa ia hidup di lingkungan orang-orang hebat, yang tak menutup kemungkinan mampu membantu karirnya. Bara bukanlah satu-satunya orang yang memiliki kuasa dan koneksi di dunia ini. Ales mengutuk dirinya sendiri yang begitu bodoh hampir menggantungkan hidup kepada seorang pengkhianat yang bahkan baru ia kenal beberapa hari.
Maka, sudah tak ada alasan bagi Ales untuk berada di Grha Batara.
Lebih baik ia pulang dan menikmati Senin bolosnya bersama Roy, walaupun ... "Astaga?! Bos Bi masih di rumah, kah?!"
Ales baru ingat! Gadis itu semalam tidur di rumahnya. Gadis itu pagi ini ia tinggal begitu saja. Gadis itu dan adik tingkatnya, Bigel dan Elio!
Gawat!
"Halo! Roy, lo di rumah?" Ales tergesa menepikan motor dan menghubungi Roy.
'Nope. Di Fleur.'
"HEUH?! FLEUR?!"
'Panjang ceritanya. Lo di mana? Pagi-pagi tadi udah cabut, ngampus lo? Gue bolos.'
"Gue bolos. Gue otewe Fleur sekarang, jemput lo. Habis itu kita cabut ke mana kek, nongkrong. Lagian lo ngapain si di sana?"
'Jemput? Hahaha, udah sini aja dulu. Ada teh nih buat lo.'
"Hah?"
'Buru ye. Bigel, Elio, di sini juga nih. Kita bertigaan doang, lo cepet ke sini, kita butuh tenaga tambahan.'
"Hah?"
'Dah, gue sibuk. Buru!'
Ini benar-benar sebuah kejutan untuk Ales. Ia tak pernah membayangkan Roy tiba-tiba berada di Fleur Teapot tanpa sepengetahuannya. Ales tak pernah tahu, sejak kapan temannya yang satu itu bisa akrab dengan Bigel dan Elio?!
Untuk beberapa detik, Ales diam tak bergerak. Isi hati dan kepalanya saling serang sana sini, hingga akhirnya ....
"AAAAAA! ORANG-ORANG DAH GILAAAA! KONTRAK GUE UDAH SELESAI, GUE UDAH BATALIN PERTEMUAN SAMA BARA, TAPI KUNYUK SATU INI KENAPA MALAH MAIN SAMA BIGEL???!!! ASUUUUUUU!!!!"
Ales pusing bukan main. Habis sudah sisa-sisa kewarasannya.
♡
to be continue ....- Xadara Goe -
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top